Home > Berita > Riau

Marsiaman Janji Sampaikan Persoalan Lahan di Gondai Pelalawan ke Presiden

Marsiaman Janji Sampaikan Persoalan Lahan di Gondai Pelalawan ke Presiden

Marsiaman menemui petani kelapa sawit di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan.

Rabu, 22 Januari 2020 08:16 WIB

PELALAWAN, POTRETNEWS.com — Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Marsiaman Saragih hanya bisa geleng kepala menengok apa yang sedang terjadi di Desa Gondai Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, Selasa (21/1/2020).

Ratusan petani kelapa sawit yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Sri Gumala Sakti terpaksa saban waktu mondar-mandir di kebun kelapa sawitnya lantaran was-was mana tahu alat berat yang dikerahkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau menebangi pohon kelapa sawit milik bapak angkat mereka, sudah tiba di kebun itu.

Sebab cerita yang mereka dengar, setelah pohon kelapa sawit PT Peputra Supra Jaya (PSJ) rata dengan tanah, alat berat itu akan meringsek ke kebun mereka.

”Inilah yang membikin kami ketakutan, Pak. Kami tak bisa tidur gara-gara masalah ini," cerita beberapa petani kepada Marsiaman. Tak tahan mendengar curhatan para petani tadi, Marsiaman sontak berujar, ”Kami tidak setuju kalau lahan Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) ini ditebangi. Saya kemari lantaran ada laporan warga. Fraksi yang mengutus saya ke sini.”

Marsiaman berjanji akan menyampaikan persoalan ini kepada Presiden Jokowi. Dia yakin Presiden akan membela warga dan segera bertindak. Apalagi Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Persoalan Tanah di Kawasan Hutan (PPTKH) sudah ada. Di sana disebutkan bahwa jika masyakarat sudah menguasai lahannya paling sedikit 20 tahun, maka mereka berhak atas lahan itu.

”Warga di sini sudah sejak tahun 1998. Sudah lebih dari 20 tahun. Ini berarti lahan ini sudah hak warga. Mengapa persoalan ini harus saya sampaikan ke Presiden Jokowi, lantaran dialah yang mengeluarkan perpres itu. Pelaksanaan perpres ini belum pernah di Riau. Saya sangat berharap lahan di Gondai ini jadi yang pertama. Lantaran itu, saya minta kepada instansi terkait, hentikan dulu penebangan itu. Kepada warga, saya minta untuk tenang, bekerjalah seperti biasa. Saya yakin pohon kelapa sawit kalian tidak akan ditebang,” kata Anggota Komisi IV DPR RI ini mencoba menenangkan warga yang panik.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo), Gulat Medali Emas Manurung sangat mengapresiasi kesigapan dan respons Marsiaman, termasuk Ketua PDI Perjuangan Riau, Zukri Misran terkait krisis kemanusiaan yang mendera para petani kelapa sawit tadi.

Hanya saja kata Gulat, jika dalam tempo 48 hari ke depan aksi penebangan oleh DLHK Riau yang diboncengi PT Nusa Wana Raya tidak juga berhenti, maka selamat tinggallah kelapa sawit KKPA.

”Koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Sri Gumala Sakti serta sawit inti, akan tinggal kenangan. Sebab dari hitungan saya ada kira-kira 50 eskavator yang membombardir pohon kelapa sawit itu. Jika tiap eskavator menebang 1 pohon membutuhkan waktu 4 menit, maka dalam 1 jam 750 batang atau setara dengan 6 hektar, habis. Jika satu hari alat berat bekerja 10 jam, berarti ada 60 hektar pohon kelapa sawit yang ditebang,” Gulat merinci.

Lantaran yang akan dihabisi 3.323 hektar, imbuh Gulat, eksavator tadi hanya membutuhkan waktu 55 hari. ”Itu jika jumlah eksavator tidak ditambah. Kalau penumbangan per hari ini sudah berlangsung 7 hari, maka tinggal 48 hari lagilah lahan sawit harapan 524 kepala keluarga itu berganti menjadi tanaman akasia.

”Ini benar-benar sangat luar biasa. Begitu perkasanya perusahaan APRIL Group itu. Kami DPP Apkasindo mengutuk keras tindakan luar biasa ini. Ini bukan soal menang atau kalah di Mahkamah Agung (MA), tapi ini masalah hajat hidup saudara-saudara kami sesama petani kelapa sawit Indonesia,” tukasnya.

Para petani itu kata Gulat sudah berada di sana selama 20 tahun. Ini berarti mereka telah dijamin oleh Perpres 88 2017 dan diperkuat lagi oleh Inpres No 6 2019 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Kelapa Sawit serta program strategis nasional TORA.

”Semua regulasi ini sangat mendukung proses legalitas kepemilikan lahan para petani itu. Yang membikin kami miris, di saat Presiden Jokowi gencar-gencarnya mengangkat perekonomian petani kelapa sawit, di saat itu pula perusahaan akasia itu mengecoh dengan memiskinkan petani KKPA mitra PSJ itu," katanya.

Sederet ahli perhutanan maupun kelapa sawit kata Gulat sudah teriak di media lokal dan nasional meminta aksi penebangan itu dihentikan, tidak terkecuali LAM Riau.

”Tapi yang ada malah semakin menjadi-jadi. Kami hanya mengingatkan bahwa proses hukum masih berjalan. Jika kelak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ke MA dikabulkan, siap-siaplah digugat oleh petani dan bapak angkatnya untuk mengganti semua kerugian atas nafsu luar biasa itu. Ada kira-kira Rp12,4 triliun duit yang mesti mereka sediakan untuk mengganti kerugian akibat penebangan itu. Itu belum termasuk kerugian non material lainnya. Kami bukan mengancam, tapi bersiap-siaplah semua yang bekerja dan siapapun yang merekomendasikan penebangan itu, untuk digugat, kami Apkasindo akan menyiapkan 100 orang saksi ahli untuk mendukung gugatan ganti rugi itu," tegas Gulat.

Dalam pertemuannya dengan petani tadi, Marsiaman juga sempat menyinggung soal proses hukum yang sedang berjalan itu. "Kalau nanti PK-nya dikabulkan, seperti apa mereka akan mengganti kerugian ini semua?" Marsiaman bertanya.

Asal mula penebangan pohon kelapa sawit oleh Dinas LHK Provinsi Riau ini bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087 K/PID.SUS.LH/2018, Desember 2018 yang menyebut bahwa lahan kebun kelapa sawit milik PT Peputra Supra Jaya (PSJ) seluas 3.323 hektar di Desa Gondai dirampas untuk dikembalikan ke Negara melalui Dinas LHK Riau cq PT NWR.

Tapi yang kemudian membikin aneh, dalam putusan MA itu, PSJ yang notabene bapak angkat para petani tidak disebut merambah kawasan hutan seperti yang dikatakan oleh Kepala Seksi Penegakan Hukum (Gakkum) DLHK Riau, Agus Puryoko, saat memulai penebangan itu.

PSJ hanya disebut melakukan tindak pidana budi daya tanaman perkebunan dengan skala tertentu yang tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Lantaran itulah kemudian di poin kedua putusan MA itu, perusahaan ini didenda Rp5 miliar. Celakanya, di lapangan ternyata, bukan hanya kebun PSJ yang dirampas, tapi juga kebun milik petani kira-kira 1.280 hektar. Gara-gara inilah kemudian membikin para petani itu stres. PSJ yang dihukum, petani ikut kena getahnya.

”Kalau itu yang menjadi putusannya, tidak ada sanksi bahwa lahan yang dikelola oleh perusahaan itu disita untuk negara, tapi selesaikan perizinannya, bukan digusur," kata pakar hukum perhutanan, Dr Sadino.

Yang membikin Sadino menjadi curiga, di lapangan PSJ justru disebut berada di kawasan hutan, lantaran itulah ditertibkan. ”Ini kayak ada yang menyetir. By design. Kalau dikaitkan dengan kawasan hutan, tentu kita bicara lagi aturan-aturan kehutanan. Akan semakin ngawur jadinya nanti,” pungkas Sadino. ***

Berita ini telah terbit di gatra.com dengan judul ”Komisi IV DPR RI: Persoalan Gondai Akan Sampai ke Presiden”

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Riau, Umum
wwwwww