Home > Berita > Riau

Kata Wiranto, Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau Tak Separah yang Diberitakan

Kata Wiranto, Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau Tak Separah yang Diberitakan

Menko Polhukam Wiranto (tengah). (DETIK.com)

Rabu, 18 September 2019 19:12 WIB

JAKARTA, POTRETNEWS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebut kabar mengenai dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) berbeda dengan realitas yang ditemukan di lapangan. Menurut Wiranto, jarak pandang di lokasi karhutla masih baik.

"Saudara sekalian kemarin ketika saya mengunjungi bersama presiden, antara realitas yang dikabarkan dengan realitas yang ada itu sangat berbeda. Dan ternyata kemarin waktu kita di Riau, itu tidak separah yang diberitakan. Jarak pandang masih bisa, pesawat mendarat masih bisa, masyarakat juga belum banyak yang pakai masker dan sebagainya," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2019).

Saat berkunjung ke Riau, Wiranto menyebut banyak masyarakat yang belum memakai masker. Namun terlepas dari itu, dia meminta semua pihak tak saling menyalahkan.

"Kita pun juga tidak pake masker. Karena pada saat siang sangat jelas awan-awan terlihat. Mudah-mudahan kondisi semakin baik. Dan kita tidak perlu saling menyalahkan, ini satu soal yang kita hadapi bersama. Tidak hanya tugas Pemerintah tapi juga tugas kita bersama, titik-titik api semakin lama semakin berkurang," ujar dia.

Wiranto lantas menjelaskan awal mula terjadinya karhutla. Menurut dia, musim kering yang panjang menjadi salah satu penyebab karhutla.

"Ini musim kering lebih panjang dari tahun lalu. Dulu pada bulan yang sama, tahun yang lalu dengan sekarang berbeda. Tahun lalu karena el nino itu cukup kuat, maka musim keringnya cepat berganti jadi musim hujan. Maka titik-titik api yg terjadi pada musim kering langsung hilang. Karena titik-titik api itu obatnya adalah hujan lebat, selesai. Tapi karena hujan belum muncul, air hujan belum ada, maka satu-satunya cara ya dibikin hujan," ujar dia.

"Caranya gimana? Caranya bikin hujan buatan. Dengan pesawat, dimuatin garam, terbang, taburkan di awan. Awan ini ternyata syaratnya ada. Kalau awan belum 70 persen, mengandung uap air, kita beri garam juga nggak bisa," sambung dia.

Namun, menurut Wiranto, proses hujan buatan tidak sepenuhnya berhasil. Wiranto menjelaskan perlu ada air yang dikirim langsung ke lokasi untuk memadamkan api.

"Masalahnya sekarang di daerah rawan karhutla itu awannya, kemarin aja 55 persen, 60 persen, tapi belum 70 persen. Jadi hujan buatan berarti masih tidak berhasil. Maka harus didatangkan air ke tempat yg terbakar. Caranya dua macam. Pake jalan darat, air dijatuhkan di situ, artinya apa? Manggala agni, TNI, polisi, masyarakat, LSM yang tergabung dalam penindakan kebakaran hutan beraksi di situ," papar dia.

Proses pengiriman air itu disebut Wiranto terkendala oleh lokasi yang cukup jauh. Karena itu, kata Wiranto, cara lain yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan bom air.

"Sebenarnya bom air paling mahal. Sekali terbang udah berapa dolar. Nah ini sudah sampai 71 ribu kali terbang. Air yang ditumpahkan sudah sampai 201 ton air. Nah masih terbakar kenapa? Karena pada saat musim hujan belum datang, lahan yang terbakar itu bukan hanya ladang-ladang kering tapi ladang gambut," beber dia.

Terlepas dari itu, Wiranto menekankan soal pencegahan agar tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan. Menurut dia, jangan sampai api sudah membesar, baru dilakukan tindakan bersama.

"Sekarang kenyataannya api sudah banyak padam, tapi asap masih muncul. Ini saya sampaikan bahwa rasio titik api sudah turun, karena ada pemadaman yg total. Tetapi kembali lagi, lahan gambut yang terbakar, itu dikasih air, asapnya malah naik seperti itu dan sekarang menimbulkan kabut asap yang kalau dibawa kena angin, yang anginnya menuju semenanjung Malaysia, ya bisa aja," imbuh dia. ***

Berita ini telah tayang di detik.com dengan judul "Menurut Wiranto, Karhutla Tak Separah yang Diberitakan"

Editor:
Akham Sophian

wwwwww