Laporkan Ketua PN, Dewan Siak Berikan Bukti Tambahan kepada Komisi Yudisial

Laporkan Ketua PN, Dewan Siak Berikan Bukti Tambahan kepada Komisi Yudisial

Ariadi Tarigan

Senin, 09 September 2019 13:17 WIB
Sahril Ramadana
SIAK,POTRETNEWS.com  - Anggota DPRD Siak, Ariadi Tarigan akan memberikan bukti tambahan kepada Komisi Yudisial (KY) terkait laporannya terhadap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Siak, Humas PN Siak, dan tiga mejelis yang memutus bebas dua terdakwa kasus dugaan pemalsuan SK Menteri Kehutanan, Teten (Eks Kadishutbun Siak) dan Suratno Konadi (Direktur PT DSI).

Sebelumnya, 19 Agustus 2019 lalu, Ketua Fraksi Hanura ini sudah melaporkan mereka ke KY. Laporan tersebut dikirimnya via Kantor Pos di Kecamatan/Kabupaten Siak. Laporan itu perihal Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim oleh Ketua PN Siak/Hakim/Majlis Hakim Perkara Nomor 115/Pid.B/2019/PN.Sak dan Nomor 116/Pid.B/2019/PN.Sak.

Menurut Ariadi, itu dilakukan sebagai bukti keseriusannya melaporkan Ketua PN Siak dan anggotanya.

"Bukti tambahan ini tak bisa saya buka ke publik. Sebab sudah masuk ke ranah KY. Hanya pihak KY yang berhak mengumumkannya," kata Ariadi, Senin (9/9/2019).

Ariadi menegaskan, bukti tambahan ini juga bagian dari merespon jumpa pers tandingan yang dilakukan oleh pihak PN Siak beberapa waktu lalu.Sebelumnya, sehari sesudah Ariadi jumpa pers, pihak PN Siak juga melalukan hal yang sama di sebuah kafe di Kota Siak Sri Indrapura.

"Ya miris aja ini. Masak dibuat jumpa pers tandingan. Bukannya meluruskan atau memanggil saya secara resmi ke Pengadilan Negeri Siak, malah dia jumpa pers. Ini kan tidak benar," ujarnya.

Apalagi menurutnya, substansi yang dibahas saat jumpa pers itu tidak jelas. Bahkan menurutnya penjelasan Ketua PN Siak Bambang Trikoro ngelantur.

"Bukannya memberikan klarifikasi yang benar dan sehat kepada masyarakat kenapa Ketua PN Siak tidak menepati janjinya soal penunjukan majlis dalam perkara Teten dan Suratno, ini malah lari kemana-mana penjelasannya," kata dia.

"Kan mereka juga tahu salah satu permasalahan yang saya laporkan ke KY tentang penunjukan majelis itu. Sebab saya menilai ada kemungkinan komplik kepentingan. Kenapa mereka tak jawab dan menerangkan hal itu," kata dia lagi.

Selain hal itu soal Humas PN Siak mempertanyakan background pendidikan yang menurut Ariadi Tarigan sangat menghina dirinya.

"Tentu hal itu yang perlu diluruskan oleh mereka. Masak tanya apa background pendidikan saya. Kan aneh itu. Sudah tahu dia saya anggota dewan, ditanya pula background pendidikan," ujarnya.

Ariadi juga heran ketika Ketua PN Siak mempertanyakan keberpihakannya dalam kasus Teten dan Suratno. Ia menilai sebagai anggota DPRD Siak tentu berpihak pada masyarakat.

"Tentu saya berpihak pada masayarakat. Seharusnya Ketua PN lebih tahu lagi lah, kenapa saya kritis seperti ini. Intinya saya bela masyarakat," kata Ariadi.

Jika dicontohkan, lanjut Ariadi, salah satunya perkara dengan terdakwa Misno bin Karyorejo (terdaftar Nomor 81/Pidsus/2019/PN.Sak) dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT.Duta Swakarya Indah, diduga telah berkebun tanpa izin pada lahan yang berada diluar izin yang dimiliki PT.DSI (diluar yang 8000 ha) sejantinya sudah menyalahi aturan.

"Ditanam di atas lahan masyarakat sengkemang dengan luasan kurang lebih 300 an hektar, bagaimana hitung-hitungannya dengan masyarakat. Seharusnya masalah ini juga harus dijelaskan Ketua PN Siak. Sebab dia yang pegang berkas perkara. Kalau kita, karena masyarakat seperti terzolimi maka kita suarakan," terang Ariadi.

Apalagi kasus di Kampung Singkemang itu juga ada hubungannya dengan perkara Teten dan Suratno. Sebab Suratno Direktur PT DSI.

"Ini kan berkaitan dengan dugaan menggunakan izin palsu dengan luasan kurang lebih 8.000 ha. Anda lihat sendiri kan, pelapornya hanya memiliki lahan yang bersertifikat seluas 80 ha saja, berapa luas lahan masyarakat lain lagi yang diduga digunakan sebagai surat palsu itu dalam perkara ini? Masih banyak kan?," katanya Ariadi.

Belum lagi izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang menjadi pokok perkara dalam perkara Nomor 115/Pid.B/2019/PN.Sak dan 116/Pid.B/2019/PN.Sak masing masing atas nama terdakwa Teten Effendi dan terdakwa Suratno Konadi dari luasan 8000 ha tersebut terdapat tanah untuk kepentingan jalan raya yang terbentang dari Siak ke Dayun dan Siak ke Koto Gasip yang semula milik masyarakat dan diganti rugi kepada masyarakat menggunakan uang negara.

"Ini kan kacau jika tidak diluruskan hukum tentang izin yang digunakan dan tiba-tiba Pemkab Siak buat kebijakan menganti ganti rugi lahan seluas 54 ha padahal tanah untuk kepentingan jalan raya. Takutnya kita gara-gara masalah ini bisa masuk ke ranah Tipikor nantinya," terangnya.****

Kategori : Peristiwa, Umum, Siak, Riau
wwwwww