Home > Berita > Umum

WTP Tak Jamin Pemerintahan Bebas Korupsi, Guru Besar HTN: Itu Hanya Penilaian Normatif

WTP Tak Jamin Pemerintahan Bebas Korupsi, Guru Besar HTN: Itu Hanya Penilaian Normatif

Kliping berita kasus suap predikat WTP. Gambar hanya ilustrasi, tidak terkait dengan berita. (sumber: internet)

Rabu, 06 Juni 2018 09:21 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Prof Dr Mohammad Fauzan SH Mhum menilai, predikat WTP yang diberikan BPK tidak menjamin sebuah pemerintahan bersih dari segala macam praktik korupsi kolusi dan nepotisme. Menurut dia, WTP hanya penilaian normatif BPK terkait standar pengelolaan keuangan negara yang berprinsip anggaran berbasis kinerja. Di mana penilaian menggunakan sistem sampling dari mulai perencanaan, proses lelang, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban.

”Jadi BKP melihat, realisasi jumlah anggaran yang dikeluarkan dengan hasil yang didapatkan sudah sesuai, jika ada selisih pun harus dalam batas wajar,” ungkapnya, dilansir potretnews.com dari kompas.com terbitan 05/06/2018, 20:04 WIB.

SIMAK:

. Kembali Dapat Penghargaan, Kabupaten Siak Sukses Raih WTP 7 Kali Berturut-turut

. Enam Tahun Berturut-turut Laporan Keuangan Pemprov Riau Dapat Opini WTP

Meski demikian, dia menegaskan, jika sistem audit yang dilakukan BPK bukan tanpa cela. Dia menilai, salah satu kelemahan BPK adalah toleransi terhadap indikasi mal administrasi dan hanya bermuara pada hitam di atas putih.

Hal tersebut diperparah dengan minimnya komitmen bersama antar aparatur negara untuk mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya. Sehingga, sebaik apapun sistem pengawasan, pasti akan selalu ada kebocoran anggaran dan praktik menyiasati anggaran. ”Para pejabat publik akan selalu bermain anggaran karena biaya politik di Indonesia sangat mahal. Lihat saja sekarang untuk jadi anggota DPRD kabupaten saja butuh berapa uang yang harus dikeluarkan calon,” ungkapnya.

”Anjing penjaga”
Maraknya pimpinan daerah yang menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) KPK akhir-akhir ini, menurut Fauzan juga dipengaruhi lemahnya sistem pengawasan di setiap tingkat pemerintahan.

Saat ini, ”anjing penjaga” adminstrasi dan keuangan daerah bernama Inspektorat dinilai sangat jinak. Menurut Fauzan, Inspektorat dinilai tumpul karena masih berada di bawah satuan pemerintahan setempat. Posisi tawar inilah yang akan berpengaruh terhadap independensi Inspektorat dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.

BACA JUGA:

Anggaran Publikasi Pemkab Siak Diduga Terkuras untuk Agenda Politik Pencitraan

”Saat ini inspektorat ada di bawah pemerintahan daerah, di mana pejabatnya dipilih dan diangkat langsung oleh bupati atau gubernur. Otomatis rasa sungkan atau ewuh-pekewuh pasti muncul dari pejabat pimpinan inspektorat,” ujarnya.

Oleh karena itu, Fauzan menilai, wacana untuk menaikkan derajat inspektorat sebagai perangkat pemerintah pusat dirasa sangat mendesak. Dengan berstatus sebagai perangkat pemerintah yang lebih tinggi, inspektorat akan lebih independen dalam bertugas sebagai ”anjing penjaga”. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum, Pemerintahan, Hukrim
wwwwww