Home > Berita > Inhu

Renungan Hardiknas 2018: Gaji Guru SD Suku Pedalaman di Indragiri Hulu Sekarang Sudah Naik Menjadi Rp500 Ribu per Bulan

Renungan Hardiknas 2018: Gaji Guru SD Suku Pedalaman di Indragiri Hulu Sekarang Sudah Naik Menjadi Rp500 Ribu per Bulan

Suasana mengajar di kelas untuk anak-anak suku pedalaman di Riau (foto: detikcom)

Kamis, 03 Mei 2018 08:10 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Syamsiar (30) dan Suin (25) adalah guru honorer yang mengajar di suku pedalaman Talang Mamak, di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) di Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Upah yang mereka terima sebagai guru hanya Rp 500 ribu per bulan. Upah yang tak seberapa itu, tak menyurutkan kedua guru tamatan SD itu untuk mengajar di komunitasnya. Honor yang mereka terima sebagai tenaga pendidik memang dirasakan jauh dari standar kebutuhan hidup.

Kedua guru itu mengajar di SD marjinal di Dusun Datai, Desa Rantaulangsat, Kecamatan Siberida. Lokasi itu merupakan kawasan TNBT yang berada di perbatasan Jambi.

Untuk menempuh lokasi itu lumayan jauh. Sekolah itu merupakan sekolah jarak jauh dari SD induknya yang memakan waktu tempuh dengan sepeda motor 5 km. Sehingga tak ada guru PNS yang ditempatkan di sekolah itu.

”Kedua guru itu dibayar Rp500 ribu per bulan oleh Pemda Inhu. Itu sudah naik, sebelum-sebelumnya Rp300 ribu," kata Helen Lucen Silalahi (30) aktivis WARSI yang memberikan advokasi pendidikan di Komunitas Suku Talang Mamak, Rabu (2/5/2018).

Helen menyebutkan, kedua guru ini dengan upah yang minim, tidak menjadi penghalang untuk menularkan ilmunya pada anak suku pedalaman itu. Apa lagi kedua guru ini juga berasal dari komunitas yang sama.

"Keduanya dari warga Talang Mamak juga yang rumahnya juga di Dusun Datai. Mereka meluangkan waktunya mengajar agar anak-anak suku pedalaman itu bisa baca, tulis dan berhitung," kata Helen, dilansir potretnews.com dari dari detikcom.

Kedua guru ini mengajar untuk 50 muridnya di sekolah jarak jauh yang hanya terbuat dari dinding papan. Di sanalah, walau keduanya hanya tamatan SD, memberikan segala ilmunya yang dia ketahui untuk muridnya.

Mereka mengajar dari pukul 07.30 WIB, sampai pukul 10.30 WIB. Selepas mengajar, keduanya harus kembali berjibaku ke ladang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya.

"Kalau habis mengajar, mereka pun kerja di ladangnya. Sudah dua tahun ini mereka sebagai guru buat anak-anak Suku Talang Mamak," kata Helen.

Walau upah yang mereka terima tak sebanding dengan jerih payah mengajar, hal itu tak melunturkan mereka demi anak Talang bisa bersaing dengan anak pada umumnya. Sekolah mereka kini, ada 4 siswanya yang ikut ujian nasional.

"Untuk menambah pengalaman dalam sistem belajar mengajar, kami dari WARSI sering memboyong mereka ke Jambi untuk melakukan pelatihan. Dari belajar penerapan kuri kulum, dan proses belajar mengajar," kata Helen.

Walau kedua guru ini mempunya murid 50 orang, namum saban hari yang ikut belajar rata-rata hanya 15 sampai 20 orang saja. Ini karena sebagian kadang berhalangan karena ikut orang tuanya di perladangan.

Kedua guru ini menyadari, jika mereka tidak menyediakan waktunya untuk mengajar, maka tak ada guru yang bisa betah di dalam taman nasional. Itu artinya, anak-anak Talang Mamak akan terus dibelenggu kebodohan di tengah perkembangan zaman yang serba canggih saat ini. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Inhu, Umum
wwwwww