Nindya Karya Dijerat KPK, Inilah BUMN Pertama yang Jadi Tersangka Korupsi

Nindya Karya Dijerat KPK, Inilah BUMN Pertama yang Jadi Tersangka Korupsi

Ilustrasi Gedung Nindya Karya.

Jum'at, 13 April 2018 18:45 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan PT Nindya Karya merupakan BUMN pertama yang menjadi tersangka korupsi. Perusahaan pelat merah di bidang konstruksi itu merupakan BUMN pertama yang jadi korporasi tersangka korupsi. ”Ini adalah kasus pertama yang melibatkan BUMN menjadi tersangka. Kami mengimbau kementerian atau lembaga yang mengurus BUMN supaya segera memperbaiki tata kelola perushaan karena seharusnya BUMN lebih bagus tata kelolanya dibanding perusahaan biasa," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (13/4/2018).

Syarif menjelaskan soal alasan KPK menjerat korporasi sebagai tersangka korupsi. Salah satunya agar pengembalian kerugian keuangan negara bisa lebih maksimal.

”Untuk pengembalian aset kalau pakai instrumen hanya hukum orang saja jumlah denda sangat sedikit dan uang pengganti harus diteliti jumlah kekayaan. Maka harus korporasi diminta pertanggungjawaban. Kita baru memulainya. Kalau di negara lain sudah lazim,” ucap Syarif, dilansir potretnews.com dari detikcom.

Dia juga menyatakan soal penindakan korporasi telah diatur dalam peraturan di Indonesia. Menurutnya, undang-undang yang ada tidak membedakan status antara BUMN dengan perusahaan swasta dalam proses hukum.

"Di dalam peraturan di Indonesia, undang-undang Tipikor dan TPPU maupun undang-undang yang lain dan dikuatkan juga dalam aturan MA tidak membedakan korporasi biasa dengan korporasi yang dimiliki negara," ujar Syarif.

Sebelumnya, KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka terkait kasus korupsi pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang 2006-2011. Dalam kasus ini, kerugian negara disebut mencapai Rp 313 miliar.

"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 313 miliar," ucap Syarif. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim, Umum
wwwwww