Terungkap! Teknologi Chemical EOR yang Sudah Didanai APBN Sebesar 200 Juta Dolar AS Ternyata Belum Diimplementasikan Chevron

Terungkap! Teknologi Chemical EOR yang Sudah Didanai APBN Sebesar 200 Juta Dolar AS Ternyata Belum Diimplementasikan Chevron

Ilustrasi.

Kamis, 28 Desember 2017 19:56 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu meyakini bahwa kinerja sektor energi tahun depan akan terus mengalami penurunan terlihat dari nota keuangan rencana anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2018. Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi dan lingkungan hidup, berbicara kepada wartawan melalui sambungan telefon, Rabu (27/12), untuk melihat arah kebijakan pemerintah terhadap energi tahun depan.

Dia mengaku kondisi ekonomi Indonesia yang dibalut pesimisme tidak berbeda jauh dengan sektor energi. "Kalau kita lihat di APBN 2018 dan nota Keuangan pemerintah itu kelihatannya ada diversifikasi energi nasional. Saya tidak begitu yakin bisa dijalankan secara maksimal," tegansya.

Gus Irawan Pasaribu, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR-RI Malah melihat kinerja sektor energi terus turun. "Sudah saya ungkap bahwa lifting minyak (produksi) terus mengalami penurunan sejak 2015. Sampai tahun depan produksinya akan terus turun. Bahkan tahun depannya lagi pun akan merosot jika tidak ada peningkatan produksi," ujarnya, dilansir potretnews.com dari rmolsumut.com.

Menurutnya, penurunan lifting minyak ini sebenarnya karena tidak ada terobosan terhadap peningkatan produksi dan mandegnya diversifikasi energi secara nasional. "Faktanya kan sudah saya ungkap. Di tahun 2016 misalnya produksi minyak masih di angka 825 ribu barel. Kemudian tahun 2017 turun menjadi 815 ribu barel per hari. Tahun depan pemerintah hanya berani mematok angka 800 ribu barel per hari," sebutnya.

Jika dilihat pada lifting gas, menurut Gus Irawan, memang ada kenaikan dari tahun 2016 yang sebesar 1.193 barel per hari menjadi 1.150 barel per hari di 2017 dan tahun depan akan menjadi 1.200 barel per hari. "Bagaimana soal penggunaan energi? Kementerian ESDM menunjukkan bauran energi yang masih didominasi bahan bakar sebesar 33,8 persen, gas 23,9 persen, batubara 34,6 persen kemudian 7,7 persen energi baru terbarukan (EBT)," tuturnya.

Fakta itu menggambarkan sebenarnya dari sisi diversifikasi energi sejak dua tahun terakhir tidak banyak berubah. Kita masih sangat fokus menggunakan minyak dan batubara dalam konsumsi energi nasional. "Lalu harus kita pertanyakan bagaimana keseriusan pemerintah mengembangkan energi alternatif yang ramah lingkungan dan berorientasi jangka panjang. Ingat suatu saat minyak yang kita produksi akan habis," tambahnya.

"Kondisi diversifikasi energi yang lambat tentu berpengaruh terhadap subsidi energi yang semakin besar. Di 2018 subsidi itu Rp172 triliun lebih yang harus disalurkan ke publik dengan transparan dan tepat sasaran. Ini tentu menjadi daya dorong konsumsi bagi masyarakat," ungkapnya.

Gus Irawan Pasaribu menceritakan saat kunjungannya ke PT Chevron Pacific Indonesia, sempat menanyakan teknologi Chemical EOR (Enhanced Oil Recovery) yang sudah didanai APBN namun belum diimplementasikan oleh Chevron.

Menurut dia, teknologi EOR dari Amerika sudah dibayarkan APBN sebesar 200 juta dolar AS, tinggal didatangkan saja ke Indonesia kemudian di implementasikan agar produksi minyak meningkat.

Saat berkunjung Presiden Direktur Chevron Albert Simanjuntak menyatakan dengan teknologi tersebut mampu meningkatkan produksi minyak dari 220 ribu barel per hari menjadi 815 ribu barel per hari. Meski pada awal uji coba membutuhkan biaya 80 dolar AS per barel namun sekarang biaya itu bisa ditekan hingga 40 dolar AS per bare. Yang artinya pada harga pasar makro sekitar 52 dolar AS per barel bisa mendapatkan margin sekitar 12 dolar AS per barel.

"Yang saya kecewa kenapa teknologi itu tidak langsung digunakan. Padahal EOR efektif meningkatkan produksi minyak kita. Jangan-jangan memang strategi Chevron. Lambatnya penerapan teknologi sebagai siasat bagi mereka untuk bargaining karena kontraknya habis 2021," tandasnya. ***

Editor:
Sahril Ramadana

wwwwww