Wuih Mantap, Gaji Guru yang Bertugas di Pelosok Riau Diminta Disamakan dengan Gaji Anggota Dewan

Wuih Mantap, Gaji Guru yang Bertugas di Pelosok Riau Diminta Disamakan dengan Gaji Anggota Dewan

Ilustrasi.

Selasa, 15 Agustus 2017 11:49 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Anggota DPRD Riau meminta agar gaji guru honorer dapat ditingatkan dalam APBD murni 2018 mendatang. Karena saat ini masih banyak para guru honorer, terutama mereka yang belum tercatat sebagai guru honorer daerah, mengeluhkan gaji mereka yang masih minim. Komisi V DPRD Riau yang membidangi masalah pendidikan berjanji akan terus mengupayakan kesejahteraan para guru honorer, agar mereka dapat hidup layak dan fokus mengajar.

”Terkhusus bagi guru honorer yang berada di pelosok daerah. Mereka masih banyak yang tak dihargai selayaknya, apalagi sudah cukup lama mengabdi,” ujar Anggota Komisi V DPRD Riau, Husni Thamrin, Ahad (13/8/2017).

Seharusnya, menurut Thamrin, gaji guru setara dengan gaji para anggota dewan. Ia yakin jika kesejahteraan guru diperhatikan, otomatis kualitas pendidikan di negeri ini meningkat.

”Bagaimana anak-anak kita mau pintar kalau kesejahteraan guru masih jauh dari harapan. Dengan pindahnya kewenangan SMA dan SMK ke provinsi, kita ingin tahun depan gaji guru meningkat. Tidak ada lagi gaji guru honorer yang dirapel. Kalau bisa gaji mereka disamakan dengan gaji kami anggota dewan, karena mereka merupakan pahlawan, namun tanpa tanda jasa,” kata Thamrin.

Ia berharap, agar hal ini sesegera mungkin direalisasikan oleh Pemprov Riau, dan pihaknya juga akan mendorong hal tersebut. Mengingat tingkat pendidikan di daerah-daerah pedalaman lebih tertinggal dengan yang ada di perkotaan.

“Di desa sana mereka selesai mengajar banyak yang sambilan jualan, menjadi tukang ojek, nelayan, dan lain-lain, karena gaji utuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka saja tidak cukup,” imbuhnya, dilansir potretnews.com dari tribunnews.com.

Jika gaji guru mencukupi, tentunya guru tidak perlu nyambi, sehingga proses belajar mengajar pun jadi maksimal, dan dampak langsungnya tentu akan dirasakan oleh putra-putri Riau yang berada di kawasan pinggiran.

”Kita bisa membaca dan menulis hingga saat ini karena guru, karena itu, mereka harus kita upayakan untuk diberikan yang terbaik,” tuturnya.

Tidak hanya itu, Komisi V DPRD Riau menemukan beberapa persoalan lainnya terkait guru honore di daerah. Wakil Ketua Komisi V Muhammad Adil mengatkan, adanya ketidakadilan dan pilih kasih, membuat guru honorer yang sudah lama bertugas terpinggirkan.

Misalnya di salah satu SMA, ada guru honorer komite atau honorer sekolah yang baru 8 bulan mengajar, namun sudah bisa langsung keluar honor provinsinya.

Sedangkan ada guru honorer yang sudah lama mengajar, bertahun-tahun lamanya, masih belum terdata dan tercatat sebagai tenaga honorer daerah.

”Jangan sampai guru honorer yang sudah lama mengabdi terpinggirkan, karena (guru) yang baru punya dekingan, atau pakai cara tertentu agar bisa menjadi guru honorer daerah,” imbuhnya.

Permasalahan tersebut baru salah satu dari persoalan yang ada di dunia pendidikan Riau. Selain itu, belum lagi masalah-masalah yang dihadapi oleh guru honorer yang ada di kawasan pelosok dan sangat jarang terpublikasi.

Oleh karena itu, Adil mengharapkan keseriusan dari Pemprov Riau untuk memperhatikan masalah pendidikan, terutama soal guru honorer tersebut. Karena jumlahnya tidak sedikit dan mereka sudah lama mengabdi.

Sementara itu, Anggota Komisi V lainnya, Husaimi Hamidi menilai, di daerah sudah seharusnya guru honorer yang sudah lama mengabdi diprioritaskan untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Menurutnya, guru PNS hingga saat ini masih minim di sejumlah wilayah di Riau. Akibatnya masih banyak guru yang berstatus honorer.

Dia mencontohkan di tempat asalnya, Rokan Hilir, ada sebuah SMA yang berlokasi di Kecamatan Pujud, dimana, sekolah di sana hanya memiliki dua guru PNS, sedangkan sisanya merupakan guru honorer.

”Yang dua orang PNS tersebut adalah kepala sekolah dan wakil kepala sekolah. Kalau seperti ini bagaimana anak-anak kita mau berkembang dan mendapatkan pendidikan yang maksimal. Guru honorer kadang harus nyambi, karena memang tidak memungkinkan kalau hanya mengandalkan gaji,” papar Husaimi.

Ada pula SMK negeri di kecamatan yang sama memiliki 600 murid, dengan hanya lima guru berstatus PNS. Selebihnya guru honorer.

”Di sini kita bisa melihat langsung ketidak mampuan dinas pendidikan dalam melakukan pemerataan guru hingga ke daerah. Kita juga berharap, agar ketika ada pengangkatan, mereka yang sudah lama jadi tenaga honorer dapat diprioritaskan untuk diangkat jadi pegawai negeri,” ulasnya.

Anggota DPD RI asal Riau, Rosti Uli Purba mengatakan, saat dirinya melakukan kunjungan dan reses ke Kabupaten Pelalawan pada tahun 2015 lalu, ia pernah mendapati keluhan guru honorer tentang gaji yang mereka terima per bulan, yang menurut Rosti sangat tidak masuk akal. Karena yang mereka terima hanya Rp 90 ribu hingga Rp130 ribu per bulan. ***

Editor:
Fanny R Sanusi

Kategori : Politik, Umum, Pekanbaru, Riau
wwwwww