Home > Berita > Riau

Kapolri Perintahkan Tak Ada Lagi SP3 untuk Kasus Kebakaran Hutan seperti yang Pernah Terjadi di Polda Riau

Kapolri Perintahkan Tak Ada Lagi SP3 untuk Kasus Kebakaran Hutan seperti yang Pernah Terjadi di Polda Riau

Ilustrasi/Aktivis demo menuntut pencabutan SP3 Kasus Karhutla di Riau. (foto: internet)

Selasa, 15 Agustus 2017 22:32 WIB
PALEMBANG, POTRETNEWS.com - Asisten Operasi Kapolri Irjen Muhammad Iriawan meminta penyidik Polres dan Polda di Sumatera Selatan untuk melakukan penegakkan hukum secara tuntas terhadap pelaku pembakar hutan, baik dari perorangan ataupun perusahaan. "Tidak ada lagi SP3, makanya belajarlah pada kasus di Polda Riau," kata Irjen Iriawan saat acara supervisi penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Rambutan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada Selasa (15/8/2017).

Pada Januari hingga Mei 2016, Polda Riau menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan pembakar hutan dan lahan.

Kelima belas perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).

Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama.

Kapolda Riau Brigjen Pol Zulkarnain mengakui ada kekeliruan atau kesalahan pada prosedur penerbitan SP3 yang dilakukan oleh pejabat sebelumnya.

Beberapa kesalahan adalah dari 15 perusahaan yang di-SP3, hanya tiga di antaranya yang disertai surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Padahal, SPDP merupakan tanda awal dimulainya tahap penyidikan.

Kemudian, penerbitan SP3 untuk sejumlah perusahaan dilakukan sebelum Polda Riau menetapkan tersangka. Pernyataan Zulkarnain itu disampaikan di Gedung DPR Senayan pada 27 Oktober 2016.

Menurut Iriawan, penyidik harus menyiapkan alat bukti dan fakta yang relevan agar setiap kasus disidik bisa diserahkan pada pihak kejaksaan untuk dimajukan ke persidangan.

Penegakkan hukum diperlukan untuk membawa efek jera bagi pelaku kejahatan. Iriawan mengingatkan tentang kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada tahun 2015 yang luasnya mencapai 2 juta hektar.

Saat itu, katanya, Indonesia disebut sebagai eksportir kabut asap akibat kebakaran hutan. Dampak lainnya penurunan pertumbuhan ekonomi. ”Jadi penegakan hukum diperlukan agar Polri tidak dicap jelek di masyarakat,” katanya, potretnews.com dari tempo.co.

Saat ini, sejumlah lahan di Ogan Ilir (OI), Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terbakar. Begitu juga di daerah lainnya baik di Sumatera maupun Kalimantan.

Iriawan menjelaskan selain di Sumatera Selatan, pihaknya juga fokus pada upaya serupa di 8 daerah lainnya seperti Riau, Jambi, Sumatera Utara, Aceh dan Kalimantan. Khusus di Ogan Ilir, saat ini telah terbakar sebanyak 545 hektare yang sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia ditambah faktor cuaca ekstrem.

Komandan Distrik Militer (Kodim) 0402/OKI-OI yang Letkol Inf Seprianizar mengatakan satuan tugas kebakaran hutan dan lahan dari Polres OI telah mengamankan dua tersangka pelaku pembakar lahan.

Saat ini kasus tersebut siap dimajukan ke meja hijau setelah menjalani berbagai tahapan di polres. Sementara itu upaya pencegahan tetap dijalankan dengan berbagai upaya seperti pembuatan kanal blok, pembuatan embung dan menyiapkan 4 unit helikopter dan ratusan personel darat. "Hampir 7 juta ton air telah di bomkan di atas area terbakar," katanya. ***

Editor:
Muh Amin

wwwwww