Home > Berita > Riau

Ribuan Hektar Lahan Negara di Desa Segati Pelalawan Dikuasai Mafia Tanah, Jikalahari: Mereka Ini Penjahat

Ribuan Hektar Lahan Negara di Desa Segati Pelalawan Dikuasai Mafia Tanah, Jikalahari: Mereka Ini Penjahat

Hamparan perkebunan sawit di kawasan eks PT SRT Desa Segati Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan.

Minggu, 11 Juni 2017 12:50 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) juga mengungkapkan fakta serupa terkait temuanya di eks HPH di kawasan PT Siak Raya Timber (SRT) di Desa Segati Kecamatan Langgam, Pelalawan Riau. Pemilik lahan dikawasan tersebut sebagian besar merupakan pemain kelas kakap didunia perkebunan sawit. Tidak heran jika satu pemilik bisa punya ratusan hingga ribuan hektar.

"Latar belakang jabatanya keren-keren semua. Ada dari oknum polisi, tentara bahkan orang india saja ada yang punya lahan disana. Bisa jadi mereka-mereka ini lah mafianya," kata Wakil Koordinator Jikalahari Made Ali.

"Itu tim dari Gakum KLHK yang menanganinya, nama-namanya sudah ditangan mereka," imbuhnya, dilansir potretnews.com dari tribunnews.com.

Pihaknya berharap, tim dari kementerian lingkungan hidup khususnya yang membidangi penegakan hukum bisa menuntaskan persoalan ini.

"Kalau mau tuntas cukongnya ya harus ditangkap dan diproses hukum. Pemerintah tagas terhadap penagakan hukum, pemerintah tidak boleh takut dan tidak boleh kalah, karena mereka ini pejahat," pungkasnya.

Pihaknya optimis kasus ini bisa tuntas di tahun 2017 ini. Apalagi program ini merupakan program presiden Joko Widodo dan akan menjadi percotohan bagi pemerintah pusat.

"Ini tidak mudah, karena kasus lahan diwilayan TNTN dan sekitarnya ini paling komplek kasusnya, terlalu banyak pemainnya," katanya.

Kawasan eks PT SRT berbatasan langsung dengan TNTN. Seharusnya kawasan ini bisa dijadikan kawasan ekosistem TNTN. Sebab semakin hari, kawasan hutan lindung di TNTN kian berkurang. Data terbaru yang dirilis Jikalahari, setidaknya ada 60an ribu hektare lahan di kawasan ini yang sudah dirambah.

Dari total luas lahan TNTN yang ada yakni 82.571 hektare. Artinya yang tersisa hutanya saat ini hanya sekitar 22 ribu hektare lagi. Jumlah ini pun diperkirakan masih terus berkurang.

Para perambah hutan di kawasan TNTN ini seolah tak tersentuh oleh aparat penegak hukum. Padahal aturan di negara ini sudah jelas, bahwa aktifitas perambahan hutan adalah tindakan melawan hukum dan pelakunya bisa dijerat dengan sanksi pidana.

Dampak kerusakan hutan yang semakin tidak terbendung, membuat habitat marga satwa di kawasan ini terancam. Kehidupan satwa langka yang hampir punah juga terancam. Seperti diketahui, Tesso Nilo adalah rumah bagi 360 flora terbagi dalam 165 marga dan 57 suku, lalu 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia.

Data dari penggiat lingkungan World Wildlife Fund for Nature (WWF) Riau mencatat, sejak 2004 hingga 2015 sudah terdapat 74 ekor gajah mati di sekitar taman nasional tersebut. Belum lagi dampak akibat pembakaran lahan untuk membuka kawasan tersebut menjadi kawasan perkebunan. Semakin sedikitnya hutan penyangga yang ada di bumi ini juga membuat keseimbangan alam menjadi terganggu. Ini semua akan berdampak terhadap masyarakat luas.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau Yulwiariati Moesa saat dikonfirmasi Tribun akhir pekan lalu, Minggu (4/6) enggan berkomentar terkait persoalan tersebut. Ia mengaku sedang berada diluar kota dan tidak memegang data terkait kasus lahan tersebut. Selain itu, dirinya juga mengaku belum paham betul terkait persoalan lahan di Riau karena masih baru menjabat sebagai kepala dinas.

"Saya harus cek betul, belum bisa saya jawab, itu perlu data, tidak bisa itu saya jawab. Saya kan juga baru di kehutananan,"katanya. (bagian 2) ***

Editor:
Farid Mansyur

wwwwww