Tahun Ini, Besarkah Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia?

Tahun Ini, Besarkah Potensi Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia?

Ilustrasi.

Sabtu, 10 Juni 2017 12:27 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) telah menjadi momok tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Asap yang dihasilkan juga ikut hinggap di negara tetangga. Pada tahun 2015 misalnya, terjadi kebakaran hutan dan lahan di 12 provinsi: Riau (2.025,42 ha), Kalimantan Barat (900,20 ha), Kalimantan Tengah (655,78 ha), Jawa Tengah (247,73 ha), Jawa Barat (231,85 ha), Kalimantan Selatan (185,70 ha), Sumatera Utara (146 ha), Sumatera Selatan (101,57), dan Jambi (92,50 ha). Menteri Koodinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamaan saat itu, Luhut Binsar Panjaitan berkata bahwa kerugian negara mencapai lebih dari Rp 200 triliun.

Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya disebaban oleh satu faktor tunggal saja. Selain faktor alam, tangan manusia juga ikut berperan. Lantas, bagimana potensi kebakaran hutan pada tahun 2017?

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatoligi dan Geofisika (BMKG) Mulyono Rahadi Prabowo mengatakan, saat ini musim kemarau masuk ke Indonesia secara perlahan. Hingga awal Juni 2017 di Pulau Jawa, misalnya, daerah di sekitar pantai utara Pulau Jawa telah masuk musim kemarau, sedangkan bagian selatan Pulau Jawa baru akan terkena kemarau dalam beberapa waktu ke depan.

Saat musim kemarau, salah satu yang menjadi perhatian adalah gejala El Nino. El Nino terjadi akibat naiknya suhu muka laut di Pasifik. Bila kenaikan suhu muka laut lebih dari 1,5 derajat celsius, maka Indonesia akan mengalami El Nino kuat yang berakibat timbulnya kekeringan.

Mulyono mengatakan, perkembangan El Nino hingga bulan Agustus 2017 masih berada dalam status lemah. Kondisi itu juga akan terjadi hingga akhir tahun. ”Sampai akhir tahun ini kondisi EL Nino lemah, tapi bukan berarti habis. Kalau El Nino lemah, kita masuk kondisi kemarau relatif netral. Jadi tidak meyengat seperti 2015,” kata Mulyono di kompleks Kemenerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Jumat (9/6/2017).

Dengan kondisi itu, curah hujan akan berkurang. Meski demikian, hujan tetap akan jatuh di beberapa tempat secara sporadis. Mulyono mengungkapkan bahwa pihaknya telah memantau sejumlah titik panas (hot spot) yang telah terdeteksi di beberapa tempat. Di Sumatera, antara lain, timbul di Provinsi Aceh dan Riau.

Dia berharap agar titik panas bisa terkendali pada puncak kemarau yang jatuh pada bulan Juli hingga Agustus. ”Dari awal sekarang kita perlu antisipasi agar karhutla jadi lebih sedikit. Ya, manajemen canal blocking dan lainnya. Di gambut, level air harus tetap dipertahankan,” ujar Mulyono, dilansir potretnews.com dari kompas.com.

Dia menegaskan, meski El Nino kuat diprediksi tidak datang ke Indonesia, bukan berarti kebakaran hutan tidak akan terjadi. Menurut dia, 90 persen kebakaran hutan dan lahan terjadi karena ulah manusia.

Sementara itu, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian LHK Raffles B Panjaitan mengatakan, pencegahan kebakaran hutan dan lahan telah dilakukan sejak bulan Februari. Antara lain dengan melakukan sosialisasi ke berbagai stakeholder.

Tidak hanya itu, Raffles menuturkan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga telah menyiapkan helikopter untuk antisipasi perluasan api. “Untuk di Sumatera Selatan sudah disiapkan empat unit heli dari BNPB untuk antipasi ada kebakaran. Langsung dipadamkan. Yang dulu itu terjadi karena terlambat dipadamkan. Di Pekanbaru juga sudah ada 6, 4 heli dan dua Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC),” kata Raffles.

Sayangnya, tahun 2017 belum bebas dari api. Sebab, sejumlah tempat telah lebih dahulu terbakar. Raffles menyebut, hingga Juni 2017, telah terdapat kebakaran hutan seluas 15.000 hetktare. Meski El Nino diprediksi tidak ikut memudahkan api tersulut, tapi akankan tangan manusia yang memulainya? ***

Editor:
Farid Mansyur

wwwwww