Home > Berita > Riau

Pansus Sebut Kementerian LHK ”Ogah” Bantu RTRW Riau

Pansus Sebut Kementerian LHK ”Ogah” Bantu RTRW Riau

Rapat pembahasan tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) antara Komisi A DPRD Riau dengan kepala daerah yang digelar di ruang medium DPRD Riau, Rabu (3/2/2016).

Kamis, 08 Juni 2017 20:11 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Pihak Pansus Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Riau merasa kecewa dengan sikap pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dinilai masih tidak mau membantu RTRW Riau. Wakil Ketua Pansus RTRW Riau, Suhardiman Amby mengatakan, pertemuan yang sudah dilakukan pihaknya dan pihak Kementerian LHK pada awal pekan ini tak kunjung membuahkan hasil. Padahal kalau pihak KLHK mau membantu ia yakin bisa segera diselesaikan.

”Pihak kementerian tetap bersikukuh tidak mau membantu. Satu sisi dia tidak mau, tapi yang punya perusahaan, keluar terus, ada piti (uang), ada izin, kurang ajar namanya itu kan. Kita tak mau seperti itu,” kata Suhardiman Amby, Kamis (8/6/2017), dilansir potretnews.com dari tribunnews.com.

Sekretaris Komisi C DPRD Riau ini juga mengatakan, sikap dari pihak KLHK yang tetap tidak mau menyatukan satu SK dari enam SK yang dikeluarkan sebagai acuan RTRW Riau tersebut menurutnya dikarenakan KLHK terlalu banyak kesalahan, sehingga takut untuk menyatukan enam SK menjadi satu.

”Dengan kondisi seperti ini, saya tidak yakin RTRW Riau selesai satu bulan, seperti yang diintrsuksikan presiden. Kalau permintaan kita tidak diakomodir, maka kita akan jadikan holding zone dulu, intinya barang itu tidak masuk kawasan hutan lagi. Kementerian tidak merestui permintaan kita, kita adu di pengadilanlah, melalui judicial review,” imbuhnya.

Dijelaskannya, pihaknya ingin 117 ribu dan 105 ribu hektar dalam SK yang terakhir, yakni lahan milik perusahaan, yang tercantum dalam SK Kementerian LHK Nomor 838 dan 903 dijadikan kawasan hutan. Sedangkan, kawasan pemukiman masyarakat, infrsatuktur, kawasan strategis pemerintahan yang awalnya masuk dalam kawasan hutan, bisa diputihkan, namun pihak kementerian menurutnya tidak mau mengakomodir keinginan pihak Pansus tersebut.

”Ada lahan perusahaan yang luasnya sekitar 117 ribu hektar, kemudian yang terakhir 105 ribu hektar yang diputihkan kementerian dalam SK 838 dan 903. Itu kebunnya sudah ditanam, izinnya sudah ada dan diproduksi bertahun-tahun, diputihkan secara sepihak tanpa prosedur yang jelas. Artinya perusahaan itu sudah melakukan perambahan kawasan hutan bertahun-tahun, lalu oleh SK Kementerian diputihkan, legal dia. Punya perusahaan gila itu kenapa dikeluarkan, saya lupa nama perusahaannya, tapi jumlahnya hampir 40 an, yang besar banyak. Ini adalah prilaku pembohongan oleh pihak Kementerian bahwa seakan-akan kita yang salah, kita legalkan, dan kita ikut masalah,” ujarnya.

Sebelumnya, pertemuan antara pihak Pemprov Riau, Pansus RTRW Provinsi Riau dan pihak KLHK)yang dilakukan pada Senin (5/6/2017) lalu belum membuahkan hasil. Ketua Pansus RTRW Riau, Asri Auzar mengatakan, pertemuan tersebut akan dilanjutkan pada Senin (12/6) depan, dengan masih membahas persoalan RTRW Riau tersebut. Sebelum pertemuan tersebut dilangsungkan kembali, pihak Pansus juga akan mempersiapkan apa-apa masukan yang akan dijadikan usulan dalam pertemuan selanjutnya.

Dikatakan Asri Auzar, dalam pertemuan sebelumnya pihak Kementerian LHK tetap kekeh akan memasukkan SK terakhir yang dikeluarkan, yakni nomor 903. Sementara pihak Pansus RTRW Riau menurut Asri tidak bisa mengikuti hal tersebut, karena dinilai tidak berkesesuaian dengan RTRW Riau dan juga tidak harus diikuti.

”Mereka tetap ngotot memakai SK terakhir, tapi kita juga sudah jelaskan. Seluruh kepentingan daerah harus masuk,” tutur Asri.

Anggota Komisi D DPRD Riau ini juga menjelaskan, bahwa pihaknya juga hanya akan ikut dan bekerja berdasarkan aturan dalam perundangan yang ada. Jika diluar itu, maka pihaknya hanya akan menjadikan rujukan, termasuk SK yang dikeluarkan oleh pihak Kementerian LHK.

”Kita bekerja sesuai dengan undang-undang. SK kementerian itu bukan produk hukum, hanya sebagai acuan. Sedangkan Perda kita adalah undang-undang daerah dan merupakan suatu produk hukum. Artinya, SK yang menjadi acuan tersebut boleh kita gunakan atau tidak,” imbuhnya.

Ditanya keoptimisan pihaknya untuk menyelesaikan RTRW Riau tersebut, menurut Asri hal tersebut tergantung keseriusan pihak pusat saja, sedangkan kalau dari Pansus sendiri menurutnya sangat optimis.

”Tergantung pusat saja, apakah mereka serius atau tidak. Kalau mereka serius, satu bulan selesai. Kalau kita sendiri optimis, jadi tergantung dari mereka lagi. Satu yang perlu kita ingat dalam penyelesaian RTRW ini, kita memperjuangkan rakyat, bukan perusahaan,” ulasnya. ***

Editor:
Fanny R Sanusi

wwwwww