Home > Berita > Riau

Penambahan 19 Kursi DPR RI untuk Dapil Riau, Kepri, dan Kaltara Diperkirakan Sedot Anggaran Rp14 Miliar per Tahun

Penambahan 19 Kursi DPR RI untuk Dapil Riau, Kepri, dan Kaltara Diperkirakan Sedot Anggaran Rp14 Miliar per Tahun

Suasana Gedung MRR/DPR/DPD RI di Jakarta.

Senin, 29 Mei 2017 20:39 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menilai, wacana penambahan kursi di DPR saat pembahasan RUU Pemilu merupakan bentuk pemborosan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Roy, penambahan kursi di DPR hanya akan menambah beban keuangan negara. Bahkan, tidak menutup kemungkinan potensi korupsi akan meningkat.

"Rencana itu tentunya akan membebankan anggaran negara, misal untuk gaji, dana reses, gaji staf dan tenaga ahli," ujar Roy dalam sebuah diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (29/5/2017).

Berdasarkan perhitungan IBC, lanjut Roy, penambahan lima kursi DPR akan menyerap anggaran sebesar Rp 3,6 miliar per tahun. Sedangkan jika penambahan kursi mencapai 19 kursi, maka anggaran yang akan diserap mencapai Rp 14 miliar per tahun.

"Wacana ini memboroskan anggaran. Satu anggota per tahunnya mendapatkan gaji sekitar Rp 63 juta, dana reses Rp 1,7 miliar per anggota per tahun. Belum lagi penambahan gaji untuk staf dan tenaga serta supporting system lainnya. Ini akan membebankan APBN," kata Roy, dilansir potretnews.com dari kompas.com.

Menurut Roy, rencana penambahan kursi DPR sebaiknya tidak direalisasikan, mengingat saat ini pemerintah tengah melakukan penghematan anggaran keuangan negara. "Yang paling penting sekarang meningkatkan kualitas kinerja anggota DPR, bukan menambah kursi," ucapnya.

Dalam pembahasan RUU Pemilu, Pemerintah mengusulkan penambahan maksimal lima kursi untuk tambahan kekurangan kursi di 3 wilayah, yaitu Kalimantan Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Lima kursi lagi untuk daerah otonom baru. Sedangkan, DPR menginginkan penambahan hingga 19 kursi untuk mengatasi kekurangan keterwakilan. ***

Editor:
Hanafi Adrian

wwwwww