Ini Bukan Sekuel Film Laskar Pelangi, tapi Potret Kejadian Nyata Anak-anak Kabupaten Kepulauan Meranti yang Belajar tanpa Seragam

Ini Bukan Sekuel Film <i>Laskar Pelangi</i>, tapi Potret Kejadian Nyata Anak-anak Kabupaten Kepulauan Meranti yang Belajar tanpa Seragam

Anak-anak yang diajarkan menulis dan membaca oleh pihak SLB Sekar Meranti Desa Anak Setatah. (foto: istimewa)

Selasa, 02 Mei 2017 17:42 WIB
SELATPANJANG, POTRETNEWS.com - Masalah biaya masih menjadi momok utama bagi sebagian kalangan orang untuk memasukkan anaknya sekolah. Sehingga, ada anak usia sekolah dasar di Kepulauan Meranti Provinsi Riau belajar menulis baca tidak di tempat pendidikan resmi dan hanya mengenakan pakaian sehari-hari. Ini bukanlah sekuel (kelanjutan) Film Laskar Pelangi, tapi potret kejadian nyata. Seperti yang terjadi di Sekolah Luar Biasa (SLB) Sekar Meranti Desa Anak Setatah. Ada anak yang tidak cacat ingin bersekolah di SLB dengan alasan utama tidak memiliki biaya untuk dimasukkan ke sekolah umum (SD).

Hal itu diakui Kepala SLB Sekar Meranti Syafrizal, ketika ditemui di Selatpanjang, Senin (1/5/2017). Menurut dia, belum lama ini datang beberapa warga dan menemuinya. Warga meminta pihak SLB menerima anak-anak mereka untuk bersekolah di sana. Padahal, SLB itu dikhususkan bagi anak-anak yang mempunyai cacat atau tunagrahita. "Mereka ngotot minta pihak SLB menerima anak-anak tersebut untuk belajar di sini," kata Syafrizal, dilansir potretnews.com dari GoRiau.com.

Alasannya, imbuh Syafrizal, warga tersebut tidak memiliki banyak biaya untuk memasukkan ke sekolah umum. Terutama membeli baju seragam sehari-hari. "Kata mereka, kalau di SLB anak-anak didik diberi seragam, tas, buku, dan peralatan lainnya," beber Syafrizal.

Dia pun mengaku sempat galau. Mau diterimanya belajar bersama anak-anak tuna grahita tidak mungkin. Mau ditolak, ia kasihan karena keluarga anak-anak itu sangat miskin, orang tuanya hanya nelayan tradisional.

Akhirnya, Syafrizal membuat kebijakan. Ia siap menerima dan mengajar anak-anak tersebut di SLB Sekar Meranti. 5 anak ini tidak terhitung sebagai anak didik resmi di SLB Sekar Meranti, mereka hanya diajarkan menulis dan membaca. "Kita juga tak bisa berikan seragam, hanya kita berikan buku, pensil atau pena," tutur Syafrizal.

"Jam belajar pun kita batasi dari pukul 07.00 hingga 09.00 WIB. Karena setelah itu guru fokus mengajar anak-anak tunagrahita," ujar dia.

Syafrizal pun mengaku akan berkoordinasi dengan pihak SD setempat. Jika memungkinkan ada solusi untuk membantu, anak-anak itu diarahkan ke sana untuk menuntut ilmu. Ada pun kelima anak-anak tersebut adalah Padel, Wowok, Julia, Iya, dan Ayu. ***

Editor:
Muh Amin

wwwwww