Dugaan Korupsi Pungutan Ekspor CPO oleh BPBD Dilaporkan ke KPK, PT Wilmar, PT Musim Mas, dan PT Ciliandra Perkasa Dicurigai ”Menikmati”

Dugaan Korupsi Pungutan Ekspor CPO oleh BPBD Dilaporkan ke KPK, PT Wilmar, PT Musim Mas, dan PT Ciliandra Perkasa Dicurigai ”Menikmati”

Ilustrasi.

Jum'at, 28 April 2017 19:23 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Dugaan penyelewengan alokasi penggunaan dana pungutan ekspor CPO oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelapornya dari lembaga swadaya masyarakat Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI).

Dalam surat laporan tertulis yang ditujukan kepada Ketua KPK, dijabarkan dugaan penyelewengan mencapai sekitar 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun yang dipungut dari pelaku usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia (50 dolar AS per ton untuk ekspor CPO).

"Ada tiga grup perusahaan kelapa sawit besar telah menikmati alokasi dana perkebunan melalui program biofuel periode Agustus 2015-April 2016," jelas koordinator Komite Anti Korupsi Indonesia, Arifin Nur Cahyono, Jumat (28/4/2017), dilansir potretnews.com dari rmol.co.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, diketahui tiga perusahaan terbesar yang memasok FAME ke Pertamina, yakni PT Wilmar Nabati Indonesia (547.507 KL); PT Wilmar Bionergi Indonesia (388.304 KL), dan PT Musim Mas (338.982 KL).

Adapun secara keseluruhan, menurut dia, perusahaan perkebunan yang dominan menikmati dana pungutan ekspor CPO itu, antara lain: PT. Wilmar Bionergi Indonesia; PT Wilmar Nabati Indonesia; PT Musim Mas; PT Eterindo Wahanatama; PT Anugerahinti Gemanusa; PT Darmex Biofuels; PT Pelita Agung Agrindustri; PT Primanusa Palma Energi; PT Ciliandra Perkasa; PT Cemerlang Energi Perkasa; dan PT Energi Baharu Lestari.

"Patut diduga proses pengalokasi dana subsidi biofuel dari dana perkebunan kelapa sawit kepada perusahaan-perusahaan tersebut sarat dengan KKN," tegasnya.

Selain itu disinyalir perluasan penggunaan dana tersebut untuk mensubsidi produksi/penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) juga dilakukan dengan cara menyelundupkan ketentuan yang melanggar UU Perkebunan, yaitu Pasal 9 ayat 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan Dana Perkebunan

"Jelas, dengan prosentase yang besar untuk penyediaan/produksi biodisel (biofuel) tersebut telah menegasikan kepentingan petani sebagai stakeholder perkebunan kelapa sawit untuk dapat menikmati dana perkebunan itu, baik dalam bentuk subsidi bibit dan pupuk maupun biaya peremajaan tanaman, peningkatan sumber daya petani, dan sarana-prasarana perkebunan," urai Arifin lebih lanjut.

Komite Anti Korupsi Indonesia, kata Arifin, mencium aroma dugaan KKN sangat jelas dan kuat dalam pengalokasian dana perkebunan kelapa sawit kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Pasalnya, karena ada ketidakwajaran dalam alokasinya yang sangat besar bahkan hingga menegasikan kepentingan petani kelapa sawit. Di samping penggunaan dana perkebunan kelapa sawit tersebut hingga saat ini tidak diaudit oleh BPK.

Untuk itu, pihaknya mendesak adanya pemeriksaan terhadap pimpinan atau Pejabat pada Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit, dan pihak-pihak lainnya yang terkait.

"Kedua, memohon kepada KPK untuk meminta fatwa Mahkamah Agung mengenai pemberlakuan Pasal 9 ayat 2 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan Pasal 11 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit apakah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan," paparnya.

Terakhir, jelas Arifin, Komite Anti Korupsi Indonesia meminta KPK mengawal proses penyusunan RUU Kelapa Sawit di DPR. ***

Kategori : Hukrim, Umum, Riau
wwwwww