Home > Berita > Riau

Mengenal Lebih Dekat Irjen Zulkarnain Adinegara, Kapolda Riau yang Waktu Kecil Bergelimang Lumpur di Sawah dan Selalu Telat Bayar Uang Sekolah

Mengenal Lebih Dekat Irjen Zulkarnain Adinegara, Kapolda Riau yang Waktu Kecil Bergelimang Lumpur di Sawah dan Selalu Telat Bayar Uang Sekolah

Zulkarnain paling kiri.

Kamis, 29 Desember 2016 12:47 WIB
MIMPI BESAR yang tertanam sejak kecil dalam diri Zulkarnain yang saat itu hanya seorang anak kampung asal Desa Tanahmerah, Kecamatan Belitang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), akhirnya mampu membawanya menjadi seorang Jenderal bintang dua. Kini dia diberi kepercayaan oleh Kapolri untuk mengisi jabatan sebagai Kapolda Riau. Zulkarnain yang kini berpangkat irjen dan menjabat sebagai Kapolda Riau bukan berasal dari keluarga berada kala itu. Lahir dari pasangan petani nun jauh di pelosok desa membuat ayah dari empat orang anak ini menjadi ”tercambuk” untuk bisa mengubah garis hidup. Pahit getir sudah ia lalui, sampai akhirnya, Zulkarnain berhasil memikul pangkat bintang dua di pundaknya.

Orang nomor satu dikepolisian Riau ini berkisah, bahwa dirinya kecil sudah terbiasa hidup susah. Sejak SD hingga SMA, pria kelahiran 31 Oktober 1961 itu sudah terbiasa bekerja membantu orang tuanya di sawah, termasuk mengembalakan ternak berupa sapi dan kambing. Itu jadi rutinitasnya sepulang sekolah.

"Saya anak kedua dari delapan bersaudara. Ayah ibu seorang petani, sesekali ayah nyopir antar kampung pakai mobil orang lain. Kalau sekarang orang bilang Angkot. Ngantar-ngantarin orang. Karena anak petani, ya saya harus bantu orang tua, pulang sekolah nanam padi terus gembalakan ternak," kata dia, mengawali cerita.

Dengan hidup keluarga yang pas-pasan, membuatnya sering terlambat membayar uang sekolah. Tak ayal, Zulkarnain pun sering ditindak karena itu. "Dulu itu bayar uang sekolah sesuai kemampuan ekonomi, saya masuk kategori ekonomi di bawah, bayar sekolah pun murah, tapi sering macet pula, ya ditindak sama sekolah," tuturnya.

Selama masa itu pula tak pernah terlintas sedikit pun di kepala Zulkarnain kecil untuk menjadi seorang abdi negara seperti sekarang. Ia justru bertekad menjadi seorang profesor. Dengan polos dia beranggapan, profesor merupakan orang yang pintar dan berilmu. "Saya tidak mengerti apa itu profesor, dalam pandangan saya profesor itu orang berpendidikan, terhormat," sebutnya.

"Masih kecil, cita-cita profesor itu pengennya, bahkan saya tulis di rumah saya itu, rumah saya rumah panggung, saya tulis dengan arang, 'Profesor Zulkarnain'. Itu angan-angan masa kecil, bagi saya profesor orang terhormat, orang pintar, tak terlintas sedikit pun menjadi polisi seperti sekarang," sebut Kapolda Riau Irjen Zulkarnain.

Ketika itu, Irjen Zulkarnain mesti menempuh jarak tiga hingga lima kilometer dengan berjalan kaki atau sesekali bersepeda hanya untuk ke sekolah. Dengan niat pantang surut, pria jebolan Akpol tahun 1985 tersebut akhirnya lulus hingga SMA, dan merantau ke Palembang, yang saat itu jaraknya setengah hari perjalanan dari kampung halamannya.

Di sana Zulkarnain tinggal menumpang dengan sanak saudara. Lantaran tidak punya uang dan kampung yang jauh, membuat ia jarang sekali pulang. Namun disitulah perjalanan hidupnya dimulai. Berkat otak yang encer, ia pun dinyatakan lulus di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, sekitar tahun 1981.

”Cuma begini, masa itu kami dikenakan biaya uang pangkal/uang muka Rp33 ribu, harga sepatu Rp5 ribu. Bagi saya itu agak susah, tak punya uang, orang tua juga di kampung. Saya akhirnya tak bayar uang muka," ceritanya. Meski begitu, Zulkarnain tak lantas bersedih hati, ia yakin selalu ada jalan buat orang yang bersungguh-sungguh.

Kisah saat Masuk Akabri
Dari sana, Tuhan ternyata punya jalan lain dalam kehidupannya. Berawal dari pertemanannya dengan seorang anak tentara, Zulkarnain pun ditawari untuk masuk Akabri (saat itu, red). "Saya tidak ngerti apa itu. Bapak teman saya itu kolonel. Karena saya sering ke rumah dia di Palembang, diajak daftar Akabri. Itu seingat saya di Kodam II Sriwijaya. Ya ikut daftar saja saya," ucapnya berseloroh.

Bahkan saat itu Zulkarnain sempat berniat memalsukan izin orangtua lantaran tak bisa pulang kampung. Beruntung tidak jadi, karena pamannya yang kebetulan di Palembang mewakili menjadi wali. "Saya waktu itu nggak yakin. Bahkan saya sama sekali nggak tahu apa itu Akabri, termasuk pangkat-pangkatnya. Saya pelajarilah semua," kata dia.

Sebulan menjalani tes, ia pun lulus di Akabri. Namun langkahnya nyaris terhalang lantaran tidak punya biaya untuk berangkat ke Magelang (saat itu). Untung saja Zulkarnain dapat bantuan dana dari sanak saudara, ditambah lagi biayanya juga ditanggung oleh negara. "Orang tua saya pesan, agar bersungguh-sungguh," lanjutnya.

Irjen Zulkarnain sempat terpikat untuk bergabung di Angkatan Udara (AU). Ketika itu ia merasa kalau prajurit AU merupakan sosok yang gagah. "Kayaknya gagah aja, jadi penerbang (pilot). Tapi setelah di sana, orang cerita-cerita, kalau Angkatan Darat (AD) bisa jadi bupati dan lain-lain, jadi pengen pula saya," candanya.

Di tengah-tengah kegalauan itu, Zulkarnain dipanggil dan disuruh membuat pernyataan soal pilihannya di Akabri. "Dipanggil, disuruh buat pernyataan, apabila tidak sesuai dengan pilihan masuk AU, apakah bisa ditempatkan di mana saja, saya jawab siap. Itulah akhirnya saya masuk polisi," sambungnya bercerita.

"Setelah itu saya baru sadar, memang panggilan saya menjadi seorang polisi. Polri itu harus sosialis, lebih melekat dengan masyarakat, disitu juga alasan saya mengapa akhirnya masuk di kepolisian. Saya pikir-pikir memang jiwa saya, saya ingin melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya," tutur Irjen Zulkarnain.

Pelan tapi pasti, Zulkarnain yang berbakat dibidang Reserse dan Intelijen itu pun menemukan jalannya. Bahkan dirinya juga dapat kesempatan mengenyam ilmu kepolisian di luar negeri. "Pernah sekolah sebulan di Korea, terus kursus singkat kehumasan Polri di Australia," katanya mengingat-ingat.

Bertugas Menjadi Pasukan Perdamaian PBB
Irjen Zulkarnain, sosok Kapolda Riau yang ramah ini bisa dibilang sudah mengecap penugasan-penugasan di sejumlah daerah di Indonesia. Tidak cuma itu, ia sempat menempa pengalaman kepolisiannya di luar negeri, terutama saat terpilih menjadi pasukan di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Baginya pengalaman tersebut menjadi memori yang tidak pernah bisa dilupakan.

Tercatat, Zulkarnain pernah ditugasi ke negara Mozambik (wilayah Afrika, red), sekitar tahun 1994-1995. Ketika itu dirinya masih berpangkat Kapten. 10 bulan lamanya, ia sempat ditugasi di dua kota, diantaranya Maputo dan Beira. Di situ lah ia banyak 'mengutip' pelajaran soal arti kehidupan, saling membantu dan melayani sepenuh hati.

"Memorial bagi saya, menjadi pengalaman hidup yang tak mungkin dilupakan, termasuk saat menjadi polisi. Awal pertama saya daftar masuk petugas PBB di Haiti, saya tidak lulus. Kemudian saya kursus sekolah Bahasa Inggris tiga bulan, saya ikut tes ke Mozambik, United Nation Operation Of Mozambik dan diterima," ungkapnya.

Di sana pula ia sempat jatuh sakit. Dalam kondisi jauh dari keluarga dan tanah air, membuat keadaan waktu itu cukup berat untuk dilalui. Namun tetap saja, Zulkarnain nyatanya tidak menyerah dan bisa bertahan sampai tugas selesai. "Rindu dengan negara sendiri, saya merasakan tugas PBB itu memang berat," ucap dia.

Dari sana, ia kemudian melanjutkan operasi mulia berikutnya ke Kroasia. Itu merupakan tugas dari PBB yang dibawahi oleh NATO. Satu tahun lamanya ia di sana untuk menjadi polisi perdamaian. "Disitu satu tahun, dua kali misi, sekitar tahun 1997 hingga 1998. Banyak pengalaman yang saya dapatkan," katanya.

Berkat itu semua, jebolan S2 Hukum Pidana dari Universitas Sriwijaya tahun 2005 serta Unsyah Banda Aceh tahun 2006 tersebut akhirnya menuai hasil memuaskan. Ia dapat menerapkan ilmu-ilmu dalam prakteknya menjadi seorang abdi negara, yang harus berperan untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.

Cita-cita Mulia Sang Jenderal Bintang Dua Zulkarnain
Pria berumur 55 tahun ini punya cita-cita besar untuk menjadi polisi yang rahmatan lil 'alamin, serta menjadi contoh dan panutan yang baik. Ia juga berkeinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang bebas dari Korupsi. Motivasi itu didukung penuh oleh sang istri tercinta, selama Zulkarnain berkarir menjadi aparat hukum.

"Sosok istri itu sangat memberi pengaruh besar bagi suaminya, dia yang memberikan motivasi kepada saya sebagai polisi. Istri itu yang menjadi guide suami, mengingatkan kita supaya berada di jalan yang benar. Dia pula yang terus mendorong saya supaya menjadi polisi yang selalu bermanfaat bagi orang lain dan alam," yakinnya.

Menjadi orang yang rahmatan lil ’alamin mempunyai makna yang universal. Mestinya polisi hadir bukan sebagai perusak, namun menjadi abdi yang baik untuk masyarakat. "Jika merusak, itu sudah di luar fitrahnya. Menjadi polisi yang mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat adalah mimpi saya," tandasnya.

"Ada orang bilang itu Islami betul, sebenarnya bukan, hanya bahasanya saja Islam, tapi maknanya itu universal, semuanya harus begitu. Membangun Indonesia yang merdeka dari korupsi, kalau saya bilang, jangan sampai aparat makan uang negara. Polisi itu hamba yang melayani," imbuhnya.

"Itu penting dan saya tanamkan bagi anggota. Harus begitu. Saya pernah dinas, saya aneh lihat pejabat petantang petenteng, agak bertolak belakang dengan nurani saya, padahal belum tinggi-tinggi banget pangkatnya, ya anak buah saya. Gimana ya bisa begini," sindirnya sambil tersenyum. "Tak perlu dibilang hebat, itu bukan fitrah seorang pemimpin," ujar Kapolda Riau Irjen Zulkarnain.

Kekuatan Sang Jenderal di Balik Repeat Magic Power dan Doa
Berasal dari orang kampung yang miskin menjadikan polisi jebolan sekolah Intelstrat (Intelijen Strategis) tahun 1990 ini paham betul dengan apa yang dirasakan orang banyak, terutama kalangan menengah ke bawah yang berjuang keras untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

Sebab itu ia ingin agar setiap orang tidak hilang harapan untuk terus meraih apa yang dicita-citakan. Dengan modal keinginan yang kuat, Zulkarnain optimis, semua orang bisa meraih apa yang diinginkan. "Yang penting punya mimpi, jaga terus dan gapai sebisa mungkin," kata dia optimis.

"Mungkin saudara-saudara saya di luar sana yang mungkin tidak cukup mampu kuliah lebih tinggi, tak perlu khawatir, intinya cukup dengan keinginan yang kuat, yang penting punya mimpi, nggak usah berpikir bagaimana mencapainya, nanti Allah membuka jalan, tentu harus diiringi dengan belajar," katanya.

"Fasilitas yang baik belum tentu melahirkan kita jadi baik. Justru dalam kekurangan, asal ingin maju, dengan nawaitu dan berdoa. Ingat, sesuatu yang diulang-ulang, diiringi doa, itu nanti menjadi kekuatan. Itu yang dibilang repeat magic power. Buktikan saja, karena saya yakin harapan itu selalu ada," ucapnya.

Menurutnya, keyakinan dan harapan serta cita-cita yang terus menerus diulang dan didengungkan dalam proses kehidupan bakal menjadi kekuatan besar yang membawa setiap orang kian dekat dengan apa yang diharapkan. "Ditambah doa, doa orang tua kepada anak, makanya kita orang tua doakan kebaikan pada anak kita, mudah-mudahan sukses," singkatnya.

Keluarga
Kapolda Riau, Irjen Zulkarnain memiliki empat orang anak. Si sulungnya sudah menikah dan dikaruniai dua orang buah hati yang lucu-lucu. Anak keduanya kini bekerja di Jambi, sedangkan yang ketiga baru beranjak kelas lima SD. Sedangkan anak keempat baru duduk di bangku kelas 1 SD.

Uniknya, belum ada satu pun penerusnya yang mengikuti jejak Irjen Zulkarnain sebagai aparat kepolisian. "Saya tidak ada keinginan memaksakan kehendak mau jadi apa, terserah mereka. Saya yakin betul, manusia itu diciptakan Allah sudah ada takdirnya," lanjut dia.

Bahkan si sulung merupakan seorang dokter, dan anak keduanya bekerja di badan usaha milik negara di Jambi. "Saya mikir, ini anak saya (yang paling besar, red) kok bisa jadi dokter, apa jangan-jangan melanjutkan cita-cita saya waktu masih muda, tak bisa selesaikan kuliah kedokteran, lulusnya di Unsri pula," ujarnya. ***

Editor:
Fanny R Sanusi

Sumber:
GoRiau.com

Kategori : Riau, Umum, Peristiwa
wwwwww