Mengenal Lebih Dekat AKBP Hadi Wicaksono, Kapolres Bengkalis yang Pernah Nyantri di Gontor dan Tangani Kasus Bank Century
Kapolres Bengkalis Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hadi Wicaksono (depan) saat bertugas. |
Pertama kali dinas sebagai polisi tahun 1997, dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi, Hadi Wicaksono ditugaskan di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur sebagai Samapta di Polres. Hanya beberapa bulan disana, akhirnya ia ditarik ke Mega Mendung untuk sekolah selama 2 bulan dan ditugaskan ke Situbondo menjadi Kapolsek Panji tahun 1998 hingga 2001.''Karena ada konflik besar antara masyarakat dengan Ormas Pemuda Islam saat itu di Bondowoso hingga kapolseknya menjadi korban penganiayaan pembacokan, maka saya saat itu langsung ditarik untuk sekolah. Saya salah satu polisi yang melakukan pendekatan prevensif dengan ormas yang menyebabkan Kapolsek terkena luka bacok saat itu, mungkin bisa saja untuk menyelamatkan saya saat itu,'' bebernya.Saat menjabat sebagai Kapolsek Panji, tahun 1999 ia sempat menyelesaikan satu kasus yang hingga saat ini tidak pernah dilupakannya dan membuatnya ingat dengan keinginan ayahnya.Masa itu, masyarakat di wilayah Polsek Panji terprovokasi dengan isu santet yang dibawa oleh salah satu keluarga. Rumah diduga pelaku santet itu sudah dikepung ratusan massa yang menyalakan obor untuk membakar rumah.''Saya turun langsung dan beradu argumen dengan masyarakat yang terprovokasi. Situasi semakin memanas, saya bilang, saat ini yang ngomong masih mocong saya sendiri, tapi nanti mocong senjata saya yang akan bicara. Akhirnya, mulai redam dan satu keluarga yang dituduh sebagai dukun santet itu berhasil saya evakuasi ke polres saat itu,'' cerita Hadi.Beberapa hari kemudian saat suasana mulai tenang, orang yang memprovokasi masyarakat dipanggil ke polsek untuk dimintai keterangan. Dan tetap masih merasa benar pada tuduhannya, sehingga dilakukan sumpah pocong saat itu kepada keluarga dituduh dukun santet dan orang yang menuduhnya.Dengan artian, siapa yang berbohong maka akan kena hukuman dari sumpah yang dijalaninya tersebut. Singkat cerita, hal kebenaran akhirnya terungkap, keluarga yang dituduh dukun santet mendatangi Mapolsek Panji dan menyampaikan rasa terimakasihnya dengan mencium kaki Hadi Wicaksono yang sudah menyelamatkan seluruh anggota keluarganya dari ancaman amukan massa.''Di saat itulah saya merasa bahagia dengan profesi saya sebagai polisi. Saya bisa menyelamatkan hidup orang lain yang sedang dalam bahaya. Saya tidak menginginkan ungkapan terimakasih seperti itu, tetapi saya tidak bisa bergerak untuk berdiri, karena begitu masuk ruang kerja saya, keluarga itu bersama-sama mencium kaki saya sambil mengucapkan terimakasih. Saya sedih, saya ingat ayah saya,'' katanya sambil menghela nafasnya dalam-dalam.Selanjutnya 2001, Hadi ditarik ke Polda dibagian Intel untuk pengamanan di Kasubag Paminal. "Jabatan yang luar biasa menurut mereka sebelum saya. Karena ada 41 Polres di wilayah itu dan ada japrem (jatah preman) namanya kala itu untuk jabatan yang saya duduki. Alhamdulillah selama 1 tahun disana, saya tidak pernah menikmatinya,'' tuturnya.Di tahun 2002, Hadi bergeser ke Jombang sebagai Kasat Intel dan masuk PTIK tahun 2003. Dan setelah lulus PTIK ia ditugaskan di Makasar selama 2 tahun.''Setiap hari saya berdoa agar dipindahkan ke tempat dimana saya bisa mendalami agama Islam. Ternyata saya dapat tugas ke Maluku Utara, dan syiar agama Islam pertama itu berawal dari Ternate dan 10 bulan saya menjabat Kabagops di Ternate. Tepat 2006, saya ditarik ke Mabes Polri hingga 2012,'' ungkapnya lagi.Saat ditanyakan prestasinya selama menjadi polisi, sosok pria yang sederhana ini justru menjawab, prestasinya adalah bisa membanggakan kedua orangtuanya dan menyelesaikan tugas-tugas dari pimpinannya sesuai dengan bidang yang didalaminya sejak awal menjadi polisi.
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hadi Wicaksono bersama keluarga.Bahkan saat masih berpangkat AKP, ia sudah dipercaya untuk memeriksa pelaku kasus bank BNI. Harusnya kontrak hanya 2 tahun di Bareskrim itu diperpanjang karena ada kasus perbankan yang baru yaitu kasus bank Century.Polisi yang memiliki hobi sangat jarang dimiliki kebanyakan polisi yakni melukis ini masuk Sespim (Sekolah Staf dan Pimpinan Polri) tahun 2012.''Saat lulus saya sempat ditawari balik ke Bareskrim, akhirnya saya masuk ke Riau, sebagai Kasubdit II Perbankan di Krimsus Polda Riau. Kembali saya menangani kasus Bank BNI dan Bank Riau Kepri yang cukup bombastis. Lalu terlalu laju mungkin ya, saya digeser ke ESDM hampir 2 tahun,'' ujar suami dari Fitri Farida ini.Hadi yang juga dulunya sempat mondok di Gontor (bergabung di pondok pesantren) ini akhirnya mendapat jabatan sebagai Kapolres Inhil selama 1 tahun 3 bulan dan karena prestasinya juga ia dipercaya oleh Kapolda Riau saat itu untuk menjabat sebagai Kapolres Bengkalis menggantikan AKBP Aloysius Supriadi, Agustus 2016.''Dulu itu karena saya suka ikut bergabung di pondok pesantren, jadi banyak kiyai yang menganggap saya ini anak mereka. Sehingga saat ada Kapolda Susanto pernah berkunjung ke salah satu Ponpes Wali Songo itu, Kiyai H Alim berpesan kepada Kapolda, kalau anak saya ini pindah, pangkat atau jabatannya harus naik. Jadi 3 tahun saya di Situbondo tanpa naik jabatan. Saya juga selalu ikut Gusdur. Berkumpul dengan kelompok agama itu membuat saya tenang saat itu," katanya mengulas kembali masa lalunya.Keluarga Sangat Mendukung
AKBP Hadi Wicaksono yang dulunya tidak ingin menjadi polisi ini sudah memiliki anak 3 dari istri tercintanya Fitri Faridah yang juga kelahiran Cianjur, 18 Agustus 1977. Meski sudah menjadi seorang sarjana, AKBP Hadi Wicaksono bangga dengan ketulusan hati sang istri yang memilih menjadi istri dan ibu bagi anak-anaknya dimanapun ia ditugaskan.''Meski dia bukan teman wanita pertama yang saya kenal, tetapi dia adalah wanita yang paling setia mendampingi saya dan anak-anak dalam keadaan atau kondisi apa pun. Dia istri dan ibu yang hebat buat anak-anak saya,'' ujar Hadi dengan senyum ramahnya.''Saya ini nurut saja dengan orang tua. Dulu diminta sekolah militer saya nurut saja, lalu saat ayah saya bilang waktunya menikah, saya juga nurut saja. Ayah saya juga yang mengenalkan saya dengan istri saya ini. Istri saya adalah anak dari sahabat ayah saya sendiri sejak dari kecil. Jadi apa pun pilihan orangtua, saya saat itu untuk saya, adalah yang terbaik. Makanya saya nurut saja,'' katanya lagi.Hadi mengaku menikah dengan wanita pilihan ayahnya yang begitu dicintainya hari ke hari tahun 2002 dan mendapatkan hadiah terindah M Hisyam Atha Syaban, 3 Oktober 2003, kemudian M Hakim Aufa Siqdi, 31 Maret 2006 dan Farisya Azra Syakirah, 7 November 2013.''Lahirnya anak-anak saya ini punya cerita lucu dan sedikit unik. Awal nikah kita LDR, lalu istri saya bawa dari Bandung ke Jombang dan akhirnya istri hamil. Saat 7 bulanan saya elus perut istri saya, saya bisikin ke anak saya, 'Nak bapak ini lahir di Cianjur, ibumu juga di Cianjur, jadi kalau kamu mau lahir di Cianjur juga doain bapak ya supaya pindah', akhirnya lahir memang di Cianjur. Doa terkabul, begitu juga pada saat hamil anak ke dua, saat itu tugas di Ternate, Alhamdulillah juga terkabul hingga anak kedua juga lahir di Cianjur. Nah anak ketiga ini yang beda. Belum sempat minta doa, udah lahir duluan saat 7 bulan kandungan, makanya sampai sekarang saya masih bertahan di Riau. Coba kalau cukup 9 bulan, kan saya bisa minta doakan juga. Biar balik ke Jawa dan tidak lagi di Riau,'' tuturnya.Dengan tugas yang berpindah-pindah ini, katanya, anak-anak sempat protes karena harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Namun dengan pengertian yang diberikan oleh ibunya dan saya, anak-anak paham dengan tugas sebagai seorang polisi itu. ''Kita masih tinggal di Pekanbaru, karena wilayah tugas saya masih di Riau,'' ungkapnya.Hadi sendiri juga tidak ingin dikatakan sebagai ayah yang memaksakan kehendaknya kepada anak. Tetapi ia ternyata juga memiliki harapan yang sama dengan ayahnya dulu, yaitu agar nanti ada salah satu dari putranya yang bisa menjadi perwira.''Sesekali, saya mulai membawa anak-anak dalam kegiatan kepolisian. Dengan tujuan mereka bisa melihat sendiri seperti apa tugas seorang polisi itu dan berkeinginan untuk menjadi polisi juga meneruskan jejak saya dan ayah saya. Dan keinginan itu bisa saya lihat pada anak pertama saya, insya Allah,'' ujarnya.Menurutnya, program Kapolri Tito sudah sejalan dengan visi misinya saat menjabat Kapolres Inhil''Saya memiliki harapan yang besar kepada Polri ini kedepannya. Konsep yang saya jalankan di Inhil sangat pas sekali dengan yang dibuat oleh pak Tito. Saya sudah menjalankan itu di Inhil dan sekarang sedang saya jalankan di Bengkalis sampai hari ini. Melakukan komunikasi dengan masyarakat, menggali informasi dari masyarakat, maka tugas polisi akan ringan. Semua masyarakat harus kita rangkul tanpa terkecuali, itu konsep yang penting,'' kata Hadi.Sebagai pemimpin, ia juga bertanggung jawab menularkan hal positif kepada bawahannya dan harus melakukan perubahan lebih baik lagi agar dapat menjadi contoh oleh anggotanya. ***Editor:
Fanny R SanusiSumber:
GoRiau.com