Home > Berita > Umum

Persaingan Maskapai Penerbangan Semakin Ketat, Riau Airlines Sulit Dibangkitkan Lagi

Persaingan Maskapai Penerbangan Semakin Ketat, Riau Airlines Sulit Dibangkitkan Lagi

Ilustrasi.

Sabtu, 10 Desember 2016 12:49 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Riau berpendapat sulit membangkitkan kembali Riau Airlines karena dewasa ini persaingan maskapai penerbangan semakin ketat. "Bukan pesimistis, tetapi agak berat sebetulnya RAL (Riau Airlines) untuk bisa bangkit," kata Ketua Asita Riau, Dede Firmansyah di Pekanbaru pada Jumat (9/12/2016).

Menurutnya, RAL sebagai badan usaha milik daerah dengan mayoritas saham atau 69 persen dikuasai Pemerintah Provinsi Riau, telah ditelantarkan begitu saja.

Praktis sejak berhenti operasi 2011, maskapai itu hingga kini belum menunjukkan tren positif, melainkan berjuang dari ancaman pailit Bank Muamalat di Pengadilan Niaga Medan tahun 2012.

Niat pemprov untuk berpartisipasi membangun transportasi udara dengan menghubungkan rute-rute perintis di Sumatra harus disertai kemampua membayar utang.

Utang RAL Rp43 miliar di luar bunga kepada Bank Muamalat setelah PT Pengembangan Investasi Riau mencicil Rp17 miliar, lalu pajak Rp80 miliar, serta gaji direksi dan karyawan yang masih tertunggak.

"Kalau ada manajemen baru yang bisa meyakinkan RAL bangkit, kenapa tidak? Sebetulnya RAL niatnya mempersatukan antar kotamadia atau kabupaten se-Sumatera," katanya seperti dikutip potretnews.com dari bisnis.com.

Dede contohkan niat itu, seperti cita-cita Presiden Joko Widodo yang ingin menyatukan wilayah kepulauan se-Nusantara, sehingga terwujud simbiosis mutualis, menguntungkan berbagai pihak.

"Salah satu penunjang, adanya tempat-tempat wisata. Tapi RAL nanti, memakai pesawat kecil saja seperti yakni R80 yang berkapasitas 80 kursi," ucap dia.

Ibnu Mas’ud, penasehat Asita, mengatakan perusahaan penerbangan tersebut lebih baik ditutup daripada terus diperjuangkan.

Hingga 2013, tercatat Pemprov Riau telah menggelontorkan modal sekitar Rp148 miliar bersumber dari APBD sejak berdiri di akhir tahun 2002.

"Lebih baik ditutup. Uang Asita di sana sekitar Rp1 miliar. RAL sudah kehilangan kepercayaan (dari masyarakat) dan pemerintah tak mengerti soal penerbangan," ucapnya.

Kuasa hukum Direksi RAL, Irfan Ardiansyah SH pernah berpendapat, maskapai itu lebih baik diselamatkan, karena penutupan cuma akan menimbulkan gejolak bagi para pemilik saham.

"Bila Pemprov Riau mau, RAL bisa diselamatkan. Caranya dengan membentuk tim, dan mencari investor. Kalau ditutup, bakal menimbulkan gejolak di tubuh RAL," tuturnya.

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setdaprov Riau, Masperi menjelaskan meski pihaknya pemilik saham mayoritas, tetap tidak bisa melakukan intervensi sebelum direksi dan komisaris RAL menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS).

"Hingga akhir tahun ini, RAL masih belum ada kejelasan. Kami minta direksi dan komisaris menggelar RUPS. Silakan bahas, apa RAL lebih baik ditutup atau dilanjutkan," ujarnya. ***

Editor:
Farid Mansyur

Kategori : Umum, Riau
wwwwww