Home > Berita > Inhil

Akankah Kelapa di Inhil Tinggal Kenangan yang Kelak Sejarahnya Dilacak lewat Tugu, Prasasti dan Tiang Lampu?

Akankah Kelapa di Inhil Tinggal Kenangan yang Kelak Sejarahnya Dilacak lewat Tugu, Prasasti dan Tiang Lampu?

Pemasangan lampu hias yang berbentuk kelapa di jalan umum Kota Tembilahan.

Senin, 26 September 2016 09:21 WIB

Catatan Muhammad Yusuf, Wartawan potretnews.com

PEMBANGUNAN penerangan jalan umum (PJU) lampu berbentuk pohon kelapa menyiratkan simbol Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Provinsi Riau sebagai daerah penghasil kelapa terbesar se-Indonesia, bahkan dunia.

Namun sayang, di balik kemegahan pembangunan lampu yang menelan biaya Rp 5 miliar tersebut, masih banyak kebun kelapa masyarakat yang mengalami kerusakan dan tidak mampu ditangani oleh pemerintah daerah.

Akibatnya, pembangunan lampu kelapa tersebut menjadi pertanyaan di benak masyarakat, apakah kebijakan itu sudah tepat?

Di saat masyarakat memerlukan bantuan pemerintah untuk menyelesaikan permasalah trio tata air (Tanggul, pintu klep dan normalisasi parit) yang menjadi sumber kerusakan perkebunan kelapa rakyat, pemerintah kabupaten yang beribu kota Tembilahan itu, terkesan membuang-buang anggaran besar untuk memperlihatkan prestasi dan membesarkan sebutan Inhil sebagai ”Bumi Hamparan Kelapa”.

Apakah memang cukup Inhil dikenal sebagai daerah penghasil kelapa dengan segala macam ikon berbentuk benda mati seperti itu? Sementara setiap tahun semakin banyak kebun kelapa rakyat yang terancam rusak. Saat ini, tercatat sudah ada sekitar 25 persen dari kebun kelapa rakyat yang mengalami kerusakan.

Yang lebih miris, Dinas Perkebunan selaku instansi pemerintah di setiap kesempatan selalu mengeluhkan kurangnya anggaran untuk menyelamatkan perkebunan kelapa.

Ironisnya, meski sudah mengeluhkan kekurangan anggaran, Instansi pemerintah yang menangani 80 persen dari sumber perekonomian masyarakat itu justru tidak lepas dari rasionalisasi anggaran akibat pengurangan dana bagi hasil (DBH) sebesar 35 persen.

Dari beberapa kejadian di atas, komitmen pemerintah daerah dalam menyelamatkan perkebunan kelapa di pertanyakan. Pemerintah daerah terkesan lebih menyukai prestasi seremonial dibandingkan prestasi nyata yang menyangkut kehidupan petani kelapa Inhil.

Ketua LSM Perjuangan Anak Negeri (Peran) Firmansyah Saini, mengaku prihatin dengan kondisi perkebunan kelapa saat ini. Menurut dia, kerusakan perkebunan kelapa saat ini justru dijadikan objek politik guna menarik simpati rakyat, sementara tindakan nyata justru tidak terlihat.

"Sekarang perkebunan kelapa rakyat memerlukan tanggul ribuan kilometer, sementara pembangunan tanggul oleh pemerintah hanya kisaran ratusan kilometer pertahun. Itu juga ada yang tidak dilaksanakan, kapan kebun kelapa rakyat bisa diselamatkan. Jika seperti ini mungkin akan ada masa Inhil yang dikenal sebagai penghasil kelapa terbesar hanya tinggal tugu, prasasti atau lampu yang dikenal oleh generasi yang akan datang," katanya, Sabtu (24/9/2016).

Untuk itu, Firmansyah menuntut Pemerintah Kabupaten Inhil di bawah pimpinan Bupati HM Wardan untuk tidak mabuk dengan prestasi seremonial, tapi segera laksanakan kebijakan nyata guna menyelamatkan perkebunan kelapa rakyat.

"Hal itu bisa dengan menjadikan program penyelamatan kebun kelapa sebagai prioritas dan jika ada rasionalisasi anggaran lagi tahun depan, Disbun tidak terkena sehingga bisa bekerja lebih untuk menyelamatkan perkebunan kelapa " tukasnya lagi.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Inhil Junaidi juga sangat menyayangkan Disbun terkena dampak rasionalisasi anggaran tahun ini. Menurutnya, karena ini menyangkut sumber ekonomi mayoritas masyarakat Inhil bisa diberikan pengecualian.

"Kami tidak tahu lagi seperti apa program prioritas yang dianggap Pemkab Inhil saat ini. Ini yang menyangkut kehidupan masyarakat banyak saja tidak dianggap," ujarnya, Jumat (23/9/2016) seraya mengaku lelah dengan upaya penyelamatan kebun kelapa saat ini. ***

Kategori : Inhil, Umum
wwwwww