Wah... Ternyata Diam-diam Gempa Besar Tengah Mengintai Jakarta

Wah... Ternyata Diam-diam Gempa Besar Tengah Mengintai Jakarta

Ilustrasi.

Sabtu, 31 Oktober 2015 08:14 WIB
BANDUNG, POTRETNEWS.com - Peneliti gempa dari Australian National University, Phil Cummins, menyebutkan adanya potensi gempa besar di Jakarta. Berdasarkan riwayat gempa pada 1699, Batavia pernah diguncang lindu dengan taksiran kekuatan 8-9 Magnitude Momen (Mw). Sumber gempanya diperkirakan dari bawah Pulau Jawa. Pada paparannya beberapa waktu lalu di seminar tentang gempa bumi di ITB, Phil menyusun model gempa besar yang terasa di Batavia tersebut berdasarkan laporan dari beberapa tempat yang menjadi arsip catatan sejarah.

Di antaranya pada 5 Januari 1699, gempa kuat terasa di barat Jawa dan bagian tenggara Sumatera. Di Batavia sekitar pukul 01.30 dinihari ketika hujan lebat, gempa terasa kuat hingga 21 rumah runtuh, 20 lumbung, dan 28 orang tewas.

Di tebing utara Gunung Pangrango serta Gunung Salak dekat Bogor, gempa menyebabkan tanah longsor dan mengalirkan tumpukan puing ke sungai dan membuat banjir. Lumpur dan kayu yang masuk ke Sungai Ciliwung juga membuat bencana di Batavia.
 
Dari laporan itu, Phil menyusun model gempa yang terjadi pada saat itu. Kemungkinan pertama, gempa berkekuatan 9 Mw berasal dari megathrust di zona subduksi selatan Jawa. Potensi sumber gempa lain yakni intraslab, lindu yang berasal dari lempeng Indo-Australia di bawah Pulau Jawa. "Kedalamannya sekitar 100 kilometer di sekitar Bogor," ujar peneliti Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB, Nuraini Rahma Hanifa.

Menurut dia, hasil riset tersebut masih perlu banyak data tambahan. Walau begitu, kata Rahma, kajian gempa Phil tidak bisa dikesampingkan untuk penelitian ancaman gempa besar di Jakarta. "Sebelumnya ada yang pernah bilang sumber gempa Jakarta ada di bawahnya, tapi belum ada risetnya," kata dia.


Teori Tanah Endapan


Sebelumnya pakar gempa dari ITB, Irwan Meilano, mengatakan,  Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Palu,  juga bisa dilanda gempa seperti kota Nepal beberap waktu lalu. Wilayah kota-kota itu  merupakan bekas danau dan beralas tanah endapan. Jika digoyang gempa tektonik, berskala magnitudo kisaran 6-7 Mw, kerusakan parah akan terjadi karena amplifikasi atau penguatan getaran gempa.

Faktor amplikasi atau perkuatan guncangan seperti yang terjadi pada saat gempa Nepal, gempa Jogja 2006, mungkin juga dialami oleh beberapa kota di Indonesia yang ditutupi oleh sedimen halus yang tebal, seperti Kota Bandung,” kata Irwan April lalu.  Ketebalan sedimentasi atau endapan tanah Bandung di bekas danau purba sekitar 400-500 meter.


Ancaman gempa tektonik atau daratan di Bandung, kata Irwan, yang terdekat bersumber dari patahan atau sesar Lembang. “Potensi kekuatannya magnitudo skala 6,8 Mw,” ujarnya.


Gambaran kerusakan rumah di Bandung pernah terlihat di daerah utara ketika terjadi gempa tektonik di Tasikmalaya pada 2009. Kerusakan di Bandung, kata Irwan, karena amplifikasi gempa dari tanah endapan.


Jakarta  juga disebutnya  beralaskan tanah endapan.  Namun sumber gempa terdekatnya tak seperti di Bandung, Yogyakarta, atau Palu. Patahan atau sesar Opak masih mengancam Yogyakarta, begitu pula sesar Palu-Koro yang dapat mengguncang Kota Palu dan sekitarnya.


“Dengan kondisi tektonik yang kompleks maka potensi gempa besar bisa terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Beberapa kota besar dengan penduduk padat di Indonesia harus dipersiapkan infrastukturnya untuk menghadapi goncangan keras akibat gempa,” kata Iwan.
(***)
Kategori : Nasional
Sumber:tempo.co
wwwwww