Home > Berita > Umum

Hampir 50 Tahun Lamanya Mendekam di Penjara Menunggu Hukuman Mati, Kakek Ini Lolos dari Hukuman Gantung

Hampir 50 Tahun Lamanya Mendekam di Penjara Menunggu Hukuman Mati, Kakek Ini Lolos dari Hukuman Gantung

Ilustrasi/INTERNET

Jum'at, 25 Desember 2020 11:08 WIB

POTRETNEWS.com — Orang tidak akan mati sebelum tiba ajalnya, merupakan ungkapan yang tepat disematkan kepada pria ini. Hampir 50 tahun lamanya kakek mendekam di dalam penjara dan siap untuk diekseskusi mati.

Namun pria yang dijuluki sebagai tahanan eksekusi mati terlama didunia versi Guinness World Records pada 2014 ini jusru akhirnya dibebaskan.

Inilah detik-detik yang begitu mengharukan bagi pria yang dituduhkan melakukan pembunuhan, pembakaran dan perampokan satu keluarga ini bisa menghirup udara bebas.

Bagaimana ceritanya pria ini bisa dibebaskan meski ia sudah akan dieksekusi, berikut kronologinya.

Mahkamah Agung Jepang telah membatalkan putusan yang melarang persidangan ulang seorang pria 84 tahun. Iwao Hakamada telah menghabiskan hampir setengah abad hidupnya di penjara dan tinggal menunggu gilaran untuk dihukum mati oleh algojo.

Mantan petinju profesional itu dipidana mati atas pembunuhan 4 anggota keluarga, pengacaranya mengatakan kepada CNN pada Kamis (24/12/2020), melansir Tribunnews.com.

Ia didakwa melakukan perampokan, pembakaran dan pembunuhan bosnya, istri bosnya dan kedua anak mereka pada 1966. Keluarga itu ditemukan tewas ditikam di rumah mereka yang dibakar di Shizuoka, Jepang tengah.

Dalam masa tahanannya, Hakamada sempat dinyatakan sebagai terpidana mati terpanjang di dunia oleh Guinness World Records pada 2014. Hakamada awalnya mengakui semua dakwaan sebelum mengubah pembelaannya di pengadilan.

Dia dijatuhi hukuman mati dalam keputusan hakim, meskipun berulang kali menuduh bahwa polisi telah memalsukan bukti dan memaksanya untuk mengaku dengan memukul dan mengancamnya.

Pada 2014, untuk sistem peradilan Jepang yang kaku, Pengadilan Distrik Shizuoka memerintahkan pengadilan ulang dan membebaskan Hakamada atas dasar usia dan kondisi mentalnya yang rapuh.

Hakamada meninggalkan pusat penahanan Tokyo pada 2014 setelah 48 tahun dipenjara dengan hukuman pidana mati. Namun, 4 tahun kemudian, Pengadilan Tinggi Tokyo membatalkan permintaan pengadilan ulang. Tim pembela Hakamada kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

"Kami takut Hakamada bisa ditahan kembali kapan saja dan diberi hukuman mati. Tapi, setidaknya sekarang, dengan harapan pengadilan ulang, kami tahu dia aman," kata Kiyomi Tsunagoe, pengacara tim pembela Hakamada, pada Kamis (24/12/2020).

Tsunagoe menambahkan bahwa kasus Hakamada akan dikembalikan ke Pengadilan Tinggi Tokyo untuk pembahasan baru, meskipun pengadilan ulang masih belum dijamin. Tim pembela sekarang menunggu respons dari pengadilan tinggi, yang Tsunagoe belum tahu pasti kapan akan terjadi.

Jepang menempatkan jauh lebih sedikit orang di penjara dari pada kebanyakan negara maju, yang bisa sekitar 39 per 100.000 warga.

Sementara, di Amerika Serikat bisa mencapai 655 dan 124 di Spanyol, menurut situs web World Prison Brief. Namun, negara tersebut dikenal memiliki sistem peradilan pidana yang kaku, dengan tingkat hukuman 99,9 persen.

Menurut laporan 2019 yang dirilis oleh Kantor Kabinet, 80 persen orang yang disurvei juga mendukung hukuman mati. Adik Hakamada, Hideko Hakamada, merawat saudara laki-lakinya yang menjadi korban "keadilan sandera", ketika polisi diduga mencabut hak tersangka untuk tetap diam dan memaksa mereka untuk mengaku.

Hakamada sekarang tinggal bersama saudara perempuannya di kota Hamamatsu, prefektur Shizuoka. Meskipun dia kemungkinan tidak akan pernah kembali ke kesehatan mental penuh, Hideko Hakamada mengatakan kepada CNN pada Maret bahwa kondisi saudara laki-lakinya membaik.

Tidak seperti di AS, di mana tanggal eksekusi ditetapkan sebelumnya, di Jepang waktu eksekusi dirahasiakan. Menurut Amnesty International, tidak ada peringatan sebelumnya yang diberikan kepada narapidana, keluarga atau perwakilan hukum mereka.

Para narapidana seringkali hanya mengetahui jam eksekusi mereka sebelum waktunya dilakukan. Pihak berwenang mengatakan itu dilakukan "karena pertimbangan bahwa pemberitahuan sebelumnya akan mengganggu ketenangan pikiran narapidana dan mungkin menyebabkan penderitaan lebih lanjut."

Biasanya, narapidana harus dieksekusi dalam waktu 6 bulan setelah sidang hukuman mereka. Namun, Tsunogae mengatakan ini jarang terjadi, dan banyak yang akhirnya menunggu bertahun-tahun.

Hukuman mati biasanya disediakan bagi mereka yang telah melakukan banyak pembunuhan. Semua eksekusi dilakukan dengan cara digantung. ***/Riau

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Umum
wwwwww