Bupati Kuantan Singingi Turunkan Eselon dan Nonjobkan Puluhan Pejabat, Publik: Janganlah seperti Jenderal Naga Bonar…

Bupati Kuantan Singingi Turunkan Eselon dan Nonjobkan Puluhan Pejabat, Publik: Janganlah seperti Jenderal Naga Bonar…

Wajah-wajah pejabat yang dilantik Mursini pada Kamis (1/3/2018) lalu.

Selasa, 06 Maret 2018 14:27 WIB
TELUKKUANTAN, POTRETNEWS.com - Pelantikan pejabat eselon III dan IV di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau pada Kamis (1/3/2018) masih menyisakan banyak tanda tanya. Terutama, berkenaan dengan turunnya pangkat dan eselon para pejabat. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), penurunan pangkat eselon merupakan salah satu bentuk hukuman disiplin berat. Sebelum menjatuhi hukuman tersebut, tentunya bupati harus memberikan teguran.

Kenyataannya, baik Bupati Mursini dan wakilnya, Halim, tak pernah memberikan teguran kepada para pejabat yang turun pangkat tersebut. Lantas, apa yang menjadi pertimbangan pemimpin Kuansing itu menurunkan pangkat pegawainya?

"Itu pimpinan yang tahu," ujar Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kuansing Ramli melalui Kabid Administrasi Kepegawaian Iwan Susandra, Senin (5/3/2018), dilansir potretnews.com dari GoRiau.com.

Iwan tak ingin berbicara banyak tentang hukuman yang diberikan oleh kepala daerah terhadap PNS. Begitu juga halnya dengan menonjobkan puluhan pegawai.

Berdasarkan data yang dihimpun, lebih dari 50 orang pejabat yang nonjob di awal tahun 2018 ini. Anehnya, posisi pejabat tersebut digantikan oleh pegawai yang tak pernah ngantor.

Ditambah lagi, dilantiknya beberapa guru menjadi pejabat struktural. Hal ini sangat bertentangan dengan visi misi Mursini - Halim saat kampanye dulu. Salah satunya, mereka bertekad untuk mereformasi birokrasi. Pejabat yang berasal dari guru dikembalikan ke sekolah. Kebijakan tersebut pernah direalisasikan pada awal memimpin Kuansing. Kini, Mursini - Halim kembali merekrut guru untuk duduk sebagai pejabat struktural.

"Saya melihat, ini tak lebih dari politik balas jasa. Memang semua ini hak bupati, tapi seharusnya tunduk pada aturan. Jangan seenaknya saja," ucap Musliadi, Ketua Komisi A DPRD Kuansing.

Musliadi mengaku heran dengan langkah Mursini - Halim mengangkat pegawai yang tak pernah masuk kantor sebagai pejabat. Begitu juga halnya dengan guru menjadi pejabat struktural tanpa prosedur.

"Lucu saja, pejabat yang rajin kena hukum. Pegawai yang tak pernah ngantor dapat reward," tandas pria yang akrab disapa Cak Mus.

Pendapat bernada kritikan disampaikan mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yusfreyendi yang dihubungi potretnews.com secara terpisah. Menurut dia, pelantikan pejabat idealnya melalui seleksi yang ketat dan bersifat obyektif dengan mengedepankan kinerja, kompetensi maupun integritas dari setiap jabatan sebagai ukuran dalam mendudukan seorang pejabat.

”Andai benar penempatannya tanpa prosedur atau mendudukkan orang yang sudah lama tidak ngantor, tentu tidak elok. Janganlah seperti Jenderal Naga Bonar…,” pungkas warga Kepulauan Riau asal Kuantan Singingi, ini.

Sekadar diketahui, Naga Bonar (diperankan Deddy Mizwar) adalah film komedi situasi tahun 1987 dari Indonesia yang mengambil latar peristiwa perang kemerdekaan Indonesia ketika sedang melawan kedatangan pasukan Kerajaan Belanda pasca-kemerdekaan Indonesia di daerah Sumatera Utara.

Saat itu, di mana sebelum terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI), kelompok-kelompok masyarakat/pemuda membentuk sendiri berbagai laskar dan pasukan bersenjata serta menentukan sendiri pangkat yang mereka sandang.

Nagabonar dan prajuritnya adalah gambaran sejarah ketentaraan republik yang masih muda. Ketika belum ada aturan ketat tentang jenjang kepangkatan di tubuh angkatan bersenjata. Semua, termasuk Nagabonar dan serdadunya, seolah bebas memilih pangkat. Maryam, salah satu rival Nagabonar yang juga berprofesi copet, juga memilih pangkat jenderal. ”Kau punya bintang, aku juga punya,” pamer Maryam kepada Nagabonar. Siapa saja bisa menjadi serdadu hari itu. Tukang kopi, guru, tukang becak, hingga, tadi itu, pencopet. ***

Editor:
Akham Sophian

wwwwww