Home > Berita > Riau

Hakim Marahi Terdakwa Kasus Korupsi Pengurusan Sertifikat Tanah KUD Siampo Pelangi Kuansing karena Berikan Keterangan Berbelit-belit

Hakim Marahi Terdakwa Kasus Korupsi Pengurusan Sertifikat Tanah KUD Siampo Pelangi Kuansing karena Berikan Keterangan Berbelit-belit

Ilustrasi.

Selasa, 27 Februari 2018 07:10 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru di Riau, dibuat kesal oleh ulah terdakwa Arlimus yang berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, Senin (26/2/2018). Oleh majelis hakim, eks Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kuantan Singingi (Kuansing) ini berkali-kali diminta untuk berkata jujur.

Arlimus yang merupakan Ketua Koperasi Siampo Pelangi Cerenti diduga melakukan korupsi dana pengurusan sertifikat tanah. Dia mengaku telah menikmati uang sebanyak Rp650 juta untuk kepentingan pribadinya.

"Sama saya Rp 650 juta yang mulia. Yang Rp 550 juta lagi dinikmati oleh Khairul Saleh (DPO)," kata Arlimus di hadapan majelis hakim yang dipimpin Toni Irfan.

Ketika ditanya terkait pembagian uang tersebut, awalnya Arlimus mengaku bahwa Khairul yang melakukan pembagian. Mendengar pengakuan itu, Hakim Anggota Ahmad Drajat langsung marah.

"Perbuatan saudara ini luar biasa, banyak orang yang menjadi korban. Jangan main-main saudara di sini," tandas Drajat, dilansir potretnews.com dari riauonline.co.id.

Drajat lalu menanyakan, siapa saja yang mencairkan uang yang ditransferkan PTPN V ke rekening koperasi. "Kan harus ada tanda tangan saudara dan Khairul," kata Drajad.

Karena tidak bisa berkilah lagi, Arlimus akhirnya menjawab bahwa dirinya bersama Khairul yang mencairkan uang sebanyak Rp1,2 miliar ke Bank Mandiri. "Berarti kan bukan Khairul yang membagikan uangnya. Kalian bersama-sama membagikan uang itu kan," tanya hakim Drajat.

Uang sebanyak Rp1,2 miliar itu, diketahui dari PTPN V, yang ditransferkan ke rekening koperasi untuk mengurus dan membuat sertifikat lahan perkebunan kelapa sawit dengan sistem kemitraan (plasma). Dalam hal ini terdakwa mengakui tidak mengurus hal tersebut.

"Tidak ada mendaftarkan ke BPN untuk mengurus sertifikatnya yang mulia. Karena belum tahu area mana yang mau disertifikatkan, dan belakangan diketahui bahwa area itu masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)," terangnya.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kuansing, perbuatan Armilus diketahui terjadi pada tahun 2010.‎ Saat itu, Koperasi Siampo Pelangi akan mengurus sertifikat lahan perkebunan kelapa sawit sistem kemitraan (plasma) dengan PTPN V.

Rencana itu berawal ketika pada Januari 2004 ketika masyarakat Desa Pesikaian, Kecamatan Cerenti menyetujui jika tanah ulayat seluas 4000 hektar, dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan dengan PTPN V.

Selanjutnya, pihak PT PTPN V Pekanbaru mengucurkan dana kepada pihak Koperasi Siampo Pelangi sebesar Rp1,2 miliar untuk pengurusan sertifikat kebun.

Pengurusan sertifikat tersebut, dilakukan terdakwa bersama Khairul Saleh (DPO). Namun, sekira 200 persil lahan yang akan diurus tersebut masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sehingga tak bisa dikeluarkan sertifikatnya.

Uang pengurusan itu harusnya dikembalikan terdakwa ke kas negara tapi malah digunakan untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, negara dirugikan Rp1,2 miliar.

Atas perbuatannya, JPU menjerat terdakwa diengan Pasal 2, Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Riau, Kuansing, Umum, Hukrim
wwwwww