Home > Berita > Riau
Sidang Lanjutan Kasus PT DSI di PN Siak

Kuasa Hukum Masyarakat Nilai, Keterangan Pensiunan Kabag Hukum KLHK Sebagai Saksi Sangat Tendensius

Kuasa Hukum Masyarakat Nilai, Keterangan Pensiunan Kabag Hukum KLHK Sebagai Saksi Sangat Tendensius

Kuasa hukum masyarakat Firdaus (jaket hitam) menyaksikan ketika kuasa hukum PT DSI memperlihatkan bukti ke majelis hakim yang diketuai Yuanita pada hari Selasa 19 September 2017. (foto : potretnews.com/sahril ramadana)

Kamis, 21 September 2017 16:38 WIB
Sahril Ramadana
SIAK,POTRETNEWS.com  - Sidang lanjutan kasus sengketa lahan antara masyarakat dengan PT Duta Swakarya Indah (DSI) kembali digelar pada hari Selasa kemarin 19 September 2017 di Pengadilan Negeri Siak.

Sidang kali ini, tergugat PT DSI menghadirkan mantan Kabag Hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Gunarto Agung Prasetyo sebagai saksi ahli.

Diawal persidangan, ketika Gunarto dicerca pertanyaan oleh kuasa hukum PT DSI Mince Hamzah, ia sempat terpancing. Lantaran menyebut SK pelepasan kawasan hutan masih berlaku, maka tidak boleh ada sertifikat hak milik didalamnya.

"Tidak mungkin ada 2 izin persil yang sama, sehingga kalau pun terbit, maka SHM itu mal administrasi," kata dia.

Kemudian, ketika giliran kuasa hukum masyarakat Firdaus Ajis bertanya, kepada Gunarto tentang kapasitas dirinya pada persidangan tersebut. Dia hadir sebagai saksi ahli atau sebagai mantan Kabag Hukum KLHK. Ia menjawab sebagai saksi ahli.

Kalau sebagai saksi ahli, tanya Firdaus, bila ada SK Pelepasan dan dikomplain oleh masyarakat, pedomannya apa?. Dia menjawab SK 3 Mentri Kehutanan, Pertanian dan BPN.

Ia juga mengakui, sebelum adanya SK pelepasan, disampingnya harus ada permohonan HGU terlebih dahulu, yang diikuti dengan peletakan tata batas dan pengukuran kadastral. Ini dilakukan harus bersama Dirjen Inventarisasi dan TGH Kemenhut serta dengan BPN.

"Syarat selanjutnya, melakukan persiapan usaha perkebunan. Minimal luasnya 200 ha. Ini harus diawasi oleh Kanwil BPN bersama dengan Dinas Pertanian tingkat satu. Kalau kedua hal ini ada, baru disampaikan kepada Sekjen untuk diberikan pertimbangan kepada Menhut untuk diterbitkan SK pelepasan. Dan dalam waktu 45 hari sejak SK diterima BPN, maka BPN juga harus menerbitkan SK HGU," jelasnya.

Berdasarkan pernyataan tersebut, Firdaus Ajis, juga sangat meragukan kapabilitas saksi. Sebab, Gunarto juga sebagai eksekutor SKP tersebut, yang secara historis harus membenarkan apa yang dibuat oleh Kementriannya, sebaliknya sebagai ahli, ia harus berpedoman kepada peraturan bersama 3 Mentri.

Apalagi, sebagai mantan pegawai, ketika Gunarto juga berpendapat SKP masih berlaku, dan jika ada hak milik diatasnya adalah mal administrasi.

"Pendapat ini jelas tendensius, dimana fakta persidangan secara jelas harus berpedoman pada SKB 3 Menteri, dimana seharusnya SK tersebut tidak bisa terbit. Dan kalaupun sudah terbit, 45 hari sejak terbit sudah harus ada SK HGU. Namun faktanya sampai sekarang SK HGU itu belum terbit. Apalagi sebagai ahli kehutanan, Gunarto juga tidak berwenang memberikan pendapat tentang mal administrasi dari institusi BPN yang merupakan institusi lain," jelas Firdaus kepada potretnews.com, Kamis (21/9/2017).

Firdaus juga menambahkan, SKP hanyalah izin sektoral yang harus diikuti oleh izin lanjutan, dimana hal ini bukan wewenang dari Dephut lagi, tapi ini wewenang BPN dan Kementan. *****

wwwwww