Home > Berita > Umum

Ketika Ikan Asin Terasa Mahal di Negeri Bekas Penghasil Ikan Nomor Dua di Dunia

Ketika Ikan Asin Terasa Mahal di Negeri Bekas Penghasil Ikan Nomor Dua di Dunia

Ilustrasi.

Sabtu, 29 Juli 2017 14:35 WIB
BAGANSIAPIAPI, POTRETNEWS.com - Langkanya pasokan garam berdampak pada meningkatnya harga jual ikan asin di Kota Bagansiapiapi Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau. Syahrin, seorang pengusaha ikan asin setempat menyebutkan, hilangnya pasokan garam di Bagansiapiapi telah berlangsung selama hampir sebulan. Kalau pun ada, harga jualnya melonjak naik. "Biasanya Rp5 ribu per kilo, kini jadi Rp7 ribu per kilo," ujarnya, Jumat (28/7/2017).

Karena kenaikan itulah, lanjut Syahrin, ia harus menaikkan harga jual ikan asin yang diproduksinya. Dari sebelumnya Rp21 ribu per kilo kini menjadi Rp23 ribu per kilogram. "Sejauh ini belum berpengaruh ke produksi ikan. Harganya aja yang naik. Mudah-mudahan garam cepat normal," ucapnya, dilansir potretnews.com dari viva.co.id.

Kelangkaan garam sudah terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Harga jualnya pun mengalami kenaikan hingga 300 persen dari normal. Sebagaimana diketahui, Bagansiapiapi pernah menjadi penghasil ikan nomor dua di dunia setelah Bergen, Norwegia.

Bagansiapiapi yang saat itu masih menjadi wilayah Kabupaten Bengkalis menjadi pusat pendaratan ikan terbesar, ada ratusan kapal kapal trawl saat itu yang mendaratkan ikan di bagansiapiapi. Berton-ton ikan, mulai dari ikan basah segar, ikan atau udang kering, ikan asin atau terasi, diekspor dari kota ini ke berbagai tempat.

Dalam satu tahun, hasil tangkapan ikannya bisa mencapai 150.000 ton. Ekspor hasil laut berkembang menjadi salah satu pilar ekonomi rakyat. Bagansiapiapi menduduki papan atas daerah-daerah penghasil ikan terbesar di dunia.

Akan tetapi hal yang sangat di sayangkan karena saat ini Bagansiapiapi tinggallah sejarah, namanya memudar seiring dengan berkurangnya sumberdaya perikanan yang terus merosot. Hal ini terjadi karena eksplorasi yang dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan kapal dengan alat tangkap pukat harimau, yang membuat semua faktor penunjang yang memenuhi kebutuhan ikan rusak, bahkan dinyatakan susah untuk kembali sepeti semula dan akan memaan waktu yang lama.

Belajar dari kejadian yang terjadi di Bagansiapispi pemerintah menetapkan pukat harimau sebagai alat tangkap yang di larang, akan tetapi dalam praktiknya saat ini masi banyak yang menggunakan alat tangkap yang dimaksud dalam larangan tersebut tetapi namanya di ubah oleh sebagai nelayan dan memodifikasinya tapi prinsip kerja dari alat tersebut masi sama. ***

Editor:
Farid Mansyur

Kategori : Umum, Riau, Rohil
wwwwww