Home > Berita > Riau

PT Sumatera Persada Energi Digugat dalam Kasus Utang Penyewaan Mobil dan Lahan Parkir di Riau Senilai Rp 12,5 Miliar

PT Sumatera Persada Energi Digugat dalam Kasus Utang Penyewaan Mobil dan Lahan Parkir di Riau Senilai Rp 12,5 Miliar

Ilustrasi. (foto: antara)

Rabu, 14 September 2016 08:42 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Setelah berhasil berdamai dengan para krediturnya dalam proses restrukturisasi utang/penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada 2014, perusahaan minyak dan gas PT Sumatera Persada Energi (SPE) harus kembali menghadapi permohonan yang sama di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) itu diajukan oleh dua kreditur SPE yakni PT Palem Karya Semesta dan PT Mitra Lintas Bangsa. Keduanya mengklaim SPE telah gagal membayar utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih yang timbul dari penyewaan mobil dan lahan parkir di Pekanbaru, Riau.

"Total utang sekitar Rp 12,5 miliar," ungkap kuasa hukum kedua kreditur Syahdan H Baru seperti dilansir kontan.co.id terbitan Kamis (8/9/2016).

Utang atas perjanjian yang diteken pada 2015 lalu itu sudah tidak dibayar sampai dengan permohonan PKPU diajukan di pengadilan pada 30 Agustus 2016.

Menurut Syahdan, status PKPU yang pernah disandang SPE sebelumnya, tidak menghalangi untuk dikabulkannya kembali permohonon serupa. "Apalagi utang kedua klien kami timbul setelah terjadinya homologasi antara SPE dengan para krediturnya, secara otomatis mereka memiliki hak hukum baru," tambah dia.

Dengan demikian, ia beranggapan PT Palem Karya Semesta dan PT Mitra Lintas Bangsa memiliki hak yang sama dengan kreditur SPE untuk dilunasi utangnya. Terlebih perusahaan penyewaan mobil dan lahan parkir harus terus berjalan dengan keadaan keuangan perusahaan yang stabil.

"Kalau dibilang tidak bisa PKPU karena sudah ada PKPU sebelumnya, lalu nasib klien saya seperti apa sebagai kreditur yang memiliki hak untuk menerima pembayaran utang," lanjut Syahdan.

Kedua kreditur juga menilai SPE sudah tidak bisa melanjutkan usahanya. Sebab, berdasarkan dua surat peringatan yang diberikan SPE menjawab tengah berada dalam keadaan yang sulit karena harga minyak dunia yang belum stabil.

Dengan begitu, Syahdan menilai permohonan PKPU-nya itu sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 37/2004. Dengan demikian, patut bagi majelis hakim untuk mengabulkan permohonannya dan mengharuskan SPE untuk menyusun proposal perdamaian.

Sementara itu kuasa hukum SPE Dida Hardiansyah belum bisa berkomentar banyak. "Kami mengakui kalau mereka memang kreditur dari SPE tapi apakah jumlah utang itu sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, nanti dibuktikan lebih lanjut dalam persidangan," tukasnya.

Ia juga bilang, pihaknya akan menyerahkan seluruhnya kepada majelis hakim terkait status PKPU yang pernah disandang SPE sebelumnya, apakah permohonan ini bisa diterima atau tidak.

Sekadar tahu saja, perkara ini sudah memasuki sidang perdana pada Kamis (8/9/2016) dan akan dilanjutkan kembali Selasa (13/9) dengan agenda pembuktian. September 2014 lalu SPE pernah divonis PKPU oleh PN Jakpus karena terbukti memiliki utang kepada PT Hartika Gemilang sebesar Rp 345,6 juta.

Saat itu PKPU pun berakhir damai karena proposal perdamaian yang diajukan SPE diterima mayoritas kreditur. Adapun dalam PKPU sebelumnya utang SPE kepada seluruh krediturnya mencapai Rp 2,10 triliun dimana, salah satu tagihan terbesar datang dari CIMB Niaga yang sebesar Rp 51,23 miliar. ***

Editor:
Farid Mansyur

Kategori : Riau, Umum, Hukrim
wwwwww