Home > Berita > Dumai

Tak Memiliki Payung Hukum, Adik Kandung Wakil Wali Kota Nilai Seremonial HUT Kota Dumai Rawan Korupsi

Tak Memiliki Payung Hukum, Adik Kandung Wakil Wali Kota Nilai Seremonial HUT Kota Dumai Rawan Korupsi

Suasana Paripurna Istimewa DPRD Peringatan HUT/Hari Jadi ke-17 Kota Dumai yang ternyata belum punya payung hukum.

Minggu, 08 Mei 2016 16:28 WIB
DUMAI, POTRETNEWS.com - Peringatan Hari Jadi Kota Dumai Provinsi Riau dinilai tidak sesuai atau bertentangan dengan perundang-undangan. Pasalnya HUT Kota Dumai setiap 27 April tidak memiliki kepastian hukum. Kritik keras terhadap masalah ini secara gamblang disampaikan Prapto Sucahyo, mantan anggota dewan dan juga adik kandung Wakil Wali Kota Dumai Eko Suharjo, Ahad (8/5/2016) melalui rilisnya.

Menurut politikus Demokrat ini, seharusnya penetapan Hari Jadi Kota Dumai ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Dumai dalam rangka menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari daerah.

"Dalam penjabaran lebih lanjut dari Undang-Undang nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dumai yakni tanggal 20 April 1999 sebagai dasar hukum pembentukan Kota Dumai," katanya.

Ia berharap agar adanya kepastian hukum dan penyelenggaraan pemerintahan yang taat asas, seharusnya Wali Kota Dumai bersama DPRD Kota Dumai segera menuntuntaskan hal ini sesuai dengan landasan dan kaidah-kaidah hukum yang berlaku.

Sehingga melahirkan Peraturan Daerah tentang Penetapan Hari Jadi Kota Dumai. Karena menganggap belum adanya penetapan tentang hari jadi Dumai tersebut, ia pun mempertanyakan legalitas pelaksanaan Paripurna Istimewa Peringatan HUT Kota Dumai oleh DPRD setiap tanggal 27 April.

"Jika hari jadi Kota Dumai tidak memiliki kepastian hukum, bagaimana dengan penghamburan anggaran daerah yang digunakan untuk segala bentuk seremonialnya berkaitan dengan kegiatan perayaan HUT tersebut. Bentuk seremonial hari jadi Kota Dumai patut diduga sebagai suatu perbuatan melawan hukum karena tidak ada kepastian dasar hukum penganggarannya," katanya.

Dijelaskannya juga, Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai yang biasa disebut Kota Dumai dibentuk berdasarkan Undang-Undang Bomor 16 Tahun 1999 tertanggal 20 April 1999.

Pada prinsipnya, tanggal pengesahan undang-undang tersebut sudah bisa dijadikan asumsi awal untuk dijadikan acuan atau dasar penetapan pelaksanaan kegiatan seremonial HUT dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Dumai.

Namun begitu, dalam rangka tertib administrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang taat asas maka hal itu perlu ditetapkan dengan peraturan daerah.

Kepastian hukum yang diatur melalui perda akan mencerminkan identitas atau jati diri dan eksistensi Dumai. Disamping berperan sebagai faktor integrasi masyarakat serta dapat memotivasi peningakatan pembangunan daerah.

"Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi penyelenggara Pemerintahan Daerah Kota Dumai agar segera meninjau ulang dan melakukan analisa ilmiah yang lebih komprehensif sehingga melahirkan keputusan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan," ucapnya.

Kepastian hukum tentang Hari Jadi Kota Dumai harus ditetapkan melalui perda. Ia mencontohkan Provinsi Riau yang dituang dalam Perda Nomor 11 Tahun 1999 tentang penetapan Hari Jadi Provinsi Daerah Tingkat I Riau.

Ada kejelasan dalam perda itu seperti pasal dua yang menyatakan dengan peraturan daerah ini ditetapkan Hari Jadi Daerah Provinsi Riau adalah tanggal 9 Agustus 1957.

Kemudian pada pasal 3 ayat 1 menyebutkan, pada tanggal 9 Agustus setiap tahun pemerintah daerah beserta masyarakat Riau melaksanakan hari ulang tahun untuk memperingati Hari Jadi Provinsi.

"Memang, dari aspek Datun persoalan tersebut tidak menarik untuk diperdebatkan. Tapi jika dilihat dari sisi lain, penganggaran belanja HUT Kota Dumai tersebut tentu sudah menyalahi kaidah-kaidah penyusunan anggaran," beber Prapto.

Oleh karenanya, kata dia, sesuai judul tulisan di atas, muncullah potensi masalah yang bisa menjerat siapa saja, yakni korupsi berjemaah dengan melibatkan semua komponen terkait mulai dari legislatif dan eksekutif.

Perlu diketahui, kata Cahyo, belanja seremonial HUT Kota Dumai yang hanya berlangsung beberapa hari itu telah menghabiskan anggaran mungkin mencapai dari Rp 6 miliar rupiah.

Untuk di DPRD saja, seremonial HUT ke-17 Kota Dumai tahun 2016 ini mencapai besaran Rp. 1,3 miliar lebih. Fantastis. Belum lagi anggaran di SKPD seperti untuk Expo-expoan Kota Dumai yang tidak jelas target dan sasarannya itu. Anehnya, bagaimana mungkin BPK RI selaku pemeriksa keuangan bisa ikut-ikutan "kecolongan" dalam masalah ini. Mestinya hal itu tidak boleh terjadi.

Demi meluruskan sejarah dan mematuhi kaidah penyusunan anggaran, polemik Hari Jadi Kota Dumai mestinya segera diakhiri dengan membuat Perda tentang Penetapan Hari Jadi Kota Dumai.

Jangan sempat penyakit "lupa" itu menular pada kewajiban yang lain sehingga penyelenggara pemerintahan daerah kita "lupa" belum menetapkan batas definitif Kota Dumai.

Hal itu penting agar informasi yang disajikan pada neraca keuangan Kota Dumai tidak lagi dikatakan tidak dapat diyakini kewajarannya oleh BPK RI.

Wali Kota dan DPRD Kota Dumai terpilih periode ini mestinya menyadari bahwa sejak dimekarkan dari kabupaten Bengkalis, Kota Dumai belum pernah sekalipun mendapatkan Opini WTP atau "Wajar tanpa Pengecualian" dari BPK RI.

Sampai dengan tahun lalu, predikat Kota Dumai masih tetap jadi juara bertahan dengan Opini WDP atau "Wajar dengan Pengecualian", alias predikat paling buruk dalam hal pengelolaan keuangan daerah. ***

Editor:
Farid Mansyur

Sumber:
GoRiau.com

wwwwww