Home > Berita > Umum

Pajak Impor Sawit Perancis Dinilai Bentuk Penjajahan Gaya Baru

Pajak Impor Sawit Perancis Dinilai Bentuk Penjajahan Gaya Baru

Seorang petani merawat ribuan tanaman bibit kelapa sawit di perkebunan wilayah Sorek, Kabupaten Pelalawan, Pekanbaru, Riau, 22 Januari 2016. (foto: beritasatu.com)

Jum'at, 05 Februari 2016 10:38 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menganggap Pemerintah Prancis sudah kelewatan apabila bersikukuh memberlakukan peraturan terkait pungutan pajak regresif terhadap minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Pengenaan pajak regresif tersebut tidak masuk akal karena cenderung mengada-ada dan merupakan bentuk neokolonialisme atau penjajahan gaya baru. Karena itu, Ketua Umum Apkasindo Anizar Simanjuntak mendorong agar pemerintah mengadakan negosiasi dengan pihak Pemerintah Prancis untuk membatalkan aturan pungutan pajak regresif tersebut. Pasalnya, aturan pajak baru ini berdampak sangat merugikan petani sawit di Indonesia.

“Ini neokolonialisme berbentuk persaingan dagang, agar CPO kita lebih mahal dari minyak nabati yang diproduksi negara Prancis. Apabila tidak ada pembatalan terkait aturan tersebut, kami para petani sawit siap turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi ke Kedutaan Prancis di Indonesia,” kata tegas Anizar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (4/2/2016).

Di lain sisi, menurut ekonom Drajad Wibowo, Indonesia perlu menyiapkan langkah retaliasi atau tindakan balasan dengan mengenakan pajak yang tinggi juga terhadap produk-produk Prancis yang masuk di Indonesia seperti pesawat Airbus yang banyak dipesan oleh Lion Air dan produk di toko atau department store Galleries Lafayatte atau produk kecantikan L Occitane, dan lain-lain. “Kita paksa orang Prancis yang punya kepentingan bisnis di Indonesia untuk jadi juru lobi kita,” ujar Drajad.

Lebih lanjut Drajad menjelaskan, Prancis memang dikenal sangat protektif terhadap produk pertanianya dan beberapa sektor produksi lainnya. Oleh karenannya, Pemerintah Indonesia harus tegas menghadapi mereka. “Buat posisi kita sejajar dengan mereka, jangan seolah kita mengemis dan meminta,” tutup Drajad.

Sekjen Apkasindo Asmar Arsjad menambahkan, Pemerintah Prancis sudah keterlaluan apabila pungutan pajak regresif terhadap produk CPO bertujuan untuk membiayai kesehatan masyarakat dan petani di negara itu. “Masa kita, petani sawit disuruh memfasilitasi kesehatan masyarakat dan petani Prancis,” tuturnya.

Lebih lanjut Asmar mengusulkan agar pemerintah membuka pasar ekspor baru untuk CPO dan menyetop ekspor ke Uni Eropa (UE). Alasannya, apabila Prancis jadi menerapkan aturan pungutan pajak regresif tersebut maka akan menular ke negara eropa lainnya. “Kita buka pasar baru ke negara-negara seperti Uzbekiztan, Turki, dan negara Balkan lainnya," kata Asmar.

Selain itu, lanjut Asmar, Pemerintah Indonesia juga perlu menggalakkan penyerapan CPO di dalam negeri agar produksi dapat terserap dengan maksimal. Prancis berencana mengenakan pajak terhadap produsen sawit impor yang masuk ke negara itu secara bertahap, untuk 2017 sebesar 300 euro per ton, kemudian 2018 sebesar 500 euro per ton. Selanjutnya, pada 2019 sebesar 700 euro per ton dan menjadi 900 euro per ton pada 2020. Padahal selama ini pungutan pajak sudah sebesar 103 euro per ton. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Umum, Riau
Sumber:Beritasatu.com
wwwwww