Home > Berita > Riau

Ketua MKA LAM Riau Sebut belum Ada Sinyal Pengelolaan Blok Rokan yang Inklusif-Partisipatif dari Pertamina

Ketua MKA LAM Riau Sebut belum Ada Sinyal Pengelolaan Blok Rokan yang Inklusif-Partisipatif dari Pertamina

Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Datuk Seri H. Al Azhar

Rabu, 28 Juli 2021 16:50 WIB
Rachdinal

PEKANBARU, POTRETNEWS.com — Tinggal menghitung hari saja, PT Pertamina (Persero) akan mengambil alih pengelolaan Blok Rokan di Provinsi Riau dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Namun hingga kini perusahaan minyak berpelat merah itu dinilai oleh Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) masih belum memberikan sinyal yang inklusif dan partisipatif dalam pengelolaan Blok Rokan.

Ketua MKA LAM Riau, Datuk Seri H. Al Azhar menjelaskan maksud daripada penilaiannya itu terhadap pengelolaan blok rokan yang telah diambil alih oleh PT Pertamina (Persero). Langkah Insklusif dan Partisipatif yang ia maksud adalah dengan memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat adat agar berbagi keuntungan dari minyak bumi yang masih tersisa di wilayah masyarakat adat di Provinsi Riau.

“Kami melihat tanda-tanda ke arah pengelolaan yang inklusif-partisipatif itu, sampai sekarang belum ditunjukkan oleh Pertamina. Masih ada sedikit waktu bagi BUMN itu untuk menyampaikan komitmen-komitmennya kepada masyarakat adat,” kata Datuk Seri Al azhar kepada potretnews.com, Rabu (28/7/2021).

Ungkapan itu ia sampaikan saat membahas seputar alih kelola Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yang resmi pada 9 Agustus 2021.

Menurut Datuk Seri Al azhar, komitmen tersebut sangat penting. “Tanpa kejelasan komitmen, cepat atau lambat pasti akan menimbulkan gejolak perlawanan yang akan merugikan Pertamina sendiri. Maka Pertamina harus berubah seradikal mungkin,” tegasnya.

Kata Al Azhar, bahwa pengelolaan yang inklusif-partisipatif itu meliputi 4 aspek. Yang pertama, rekrutmen tenaga kerja tempatan, baik sebagai karyawan Pertamina sendiri, maupun pekerja di mitra-mitra (kontraktor) mereka.

“Harus ada kebijakan dan praktik afirmatif yang mengikat, bahwa tenaga kerja lokal diutamakan dengan kuota minimal 70 persen, sesuai dengan keputusan Kongres Rakyat Riau II pada tahun 2000 lalu,” ujarnya.

Kedua, akses yang nyata pada peluang bisnis bagi perusahaan tempatan, baik di sektor servis, pemeliharaan, maupun operasi. Di samping memperluas lapangan kerja bagi masyarakat adat dan warga Riau lainnya, pengutamaan perusahaan lokal akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Riau.

Ketiga, investasi B to B sebanyak 39 persen harus diprioritaskan ke Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMA). Hal itu selaras dengan amanat Presiden RI Joko Widodo, sewaktu penabalan gelar adat Datuk Seri Setia Amanah Negara oleh Lembaga Adat Melayu Riau pada 15 Desember 2018 lalu.

“Waktu itu Presiden Jokowi menyampaikan kepada Pertamina agar Blok Rokan jangan dikelola sendiri, libatkan daerah secara sebesar-besarnya. Kalau daerah mampu memegang lebih besar, kenapa tidak?" tuturnya saat mengingatkan perkataan orang nomor satu di Indonesia itu.

Dan keempat, Al Azhar menyebut bahwa pengelola berkewajiban mengalokasikan pancung alas bagi masyarakat adat pemilik wilayah operasi, dan diatur dalam persentase yang telah disepakati bersama.

Selama Ini Hak Masyarakat Adat Riau di Abaikan

Datuk Seri H. Al azhar mengatakan bahwa hak-hak masyarakat adat di wilayah kerja Blok Rokan selama 97 tahun tidak diperhatikan secara kebijakan maupun praktiknya oleh entitas perusahaan. Keberadaan masyarakat adat di sekitar operasi dan konsesi, kenyataannya selama ini diabaikan.

“Masyarakat adat hanya menjadi penonton di pentas pengisapan milyaran barel minyak yang ditakdirkan Allah Ta'ala berada di perut bumi wilayah mereka. Kesejahteraan mereka memprihatinkan, dan mereka hidup dalam apa yang disebut resource curse, kutukan sumber daya alam yang kaya. Kita tak mau keadaan terhina itu terus berlanjut,” ucapnya dengan kesal.

Ia mengatakan bahwa LAMR sudah dua kali mengundang Dirut PT PHR untuk mempresentasikan komitmen-komitmennya. Tetapi dengan alasan pandemi Covid-19, kedua undangan tersebut belum dipenuhinya.

Selain itu, ia mengungkapkan bahwa aspirasi-aspirasi sudah disampaikan ke Kementerian ESDM tak lama sesudah pemerintah memutuskan alih-kelola Blok Rokan dari CPI ke Pertamina.

“Selain ke Kementerian, kami juga sudah dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, diikuti kunjungan pimpinan dan anggota komisi tersebut ke Riau. Secara khusus, Komisi VII menegaskan ke Pertamina untuk tidak menjadikan masyarakat Riau sebagai penonton,” pungkasnya. ***

Kategori : Riau, Umum
wwwwww