Home > Berita > Inhu

Pengelolaan Anggaran Publikasi di Diskominfops Inhil Terkesan Seenaknya, Ada Media yang Sedot Rp98 Juta Hanya dalam 4 Hari

Pengelolaan Anggaran Publikasi di Diskominfops Inhil Terkesan Seenaknya, Ada Media yang Sedot Rp98 Juta Hanya dalam 4 Hari

Data daftar harga advertorial media di komputer Diskominfops Indragiri Hilir.

Jum'at, 08 November 2019 08:25 WIB
Muhammad Yusuf/Ishar D

TEMBILAHAN, POTRETNEWS.com – Manajemen pengelolaan anggaran publikasi di Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Statistik (Diskominfops) Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) dalam tiga tahun terakhir, jauh dari profesional.

Setidaknya hal itu tergambar dari tahun 2017, 2018, dan yang terakhir terjadi di 2019.

Data yang diperoleh media saat diperlihatkan oleh pegawai Diskominfops melalui komputer kerja mereka, penetapan satuan harga untuk advertising editorial (populer disebut advertorial dan disingkat adv, red) terkesan seenaknya, dan tidak sesuai dengan kriteria yang dibuat.

Misalnya saja; ada media terbitan harian yang harga advertorialnya dibuat di bawah harga media mingguan. Kemudian, ada satu media yang dalam 4 hari (dalam pekan yang sama) ”jorjoran” menerbitkan ”Advertorial Khusus Pemkab Inhil”.

Empat advertorial pencitraan tadi terbit pada 26, 28, 29, dan 30 Agustus 2019 dengan satuan harga Rp 24,5 juta untuk sekali terbit. Artinya, anggaran publikasi Diskominfops tersedot Rp98 juta hanya untuk media tersebut di pekan terakhir bulan Agustus.

Kepala Diskominfops Inhil melalui Kabid P4SDKI Trio Beni saat dikonfirmasi Kamis (7/11/2019), mengatakan, penentuan harga advertorial sudah dibuat dalam standar harga 2019. Untuk media cetak berdasarkan jumlah oplah, sementara media online/siber berdasarkan pengunjung.

”Jadi kami berpatokan dengan standar harga yang sudah dibuat genk,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.

Hanya saja ketika disinggung keanehan angka harga satuan yang begitu timpang, dia mengatakan, ”Jika ada yang tidak tepat, awak sebagai kawan aku, tolong kasih petunjuk genk, aku juga banyak keterbatasan.”

Terpisah, tokoh pers sekaligus Penguji UKW PWI, Ronny Simon (74) mengingatkan agar pemda dalam hal ini Bagian Humas Setdaprov/Setdako/Setdakab atau Dinas Kominfo memperhatikan sejumlah hal dalam melakukan kerja sama dengan media massa.

Menurut dia, dalam bekerja sama, pemda seharusnya membuat sistem nilai/skor dan grup. Misalnya; media-media yang yang sudah terverifikasi faktual dan administrasi secara otomatis ditempatkan di grup A.

Mengapa begitu? Karena kata Ronny, media yang telah terverifikasi dan memegang sertifikat, sudah melewati satu proses pendataan yang sangat ketat oleh Dewan Pers.

”Alangkah lucunya, media yang sudah terverifikasi dan memiliki sertifikat dari Dewan Pers bisa ’kalah’ dalam seleksi versi pemda, sementara mereka sudah lolos verifikasi faktual yang syaratnya seabrek. Di antaranya; memberi perlindungan kepada wartawan dan nonwartawan dengan mendaftarkan mereka di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Tapi sekarang ini, kesannya verifikasi Dewan Pers enggak dianggap oleh pemda,” kata Ronny, Jumat (8/11/2019) pagi.

Dia berpendapat, jika pemda belum sanggup menjalankan aturan yang mengacu kepada UU Pers dan Peraturan Dewan Pers (antara lain soal verifikasi media massa dan penanggung jawab harus bersertifikat Wartawan Utama, red) maka untuk sementara waktu, kegiatan publikasi/kerja sama pemda dengan media dihentikan.

”Masalah ini perlu menjadi perhatian serius Dewan Pers karena ini terkait Undang-Undang Pers dan Peraturan Dewan Pers. Sementara dari sisi hukum, bukan tidak mungkin negara dirugikan,” tandas pria penerima Press Card Number One tahun 2011 itu. *** Berita Terkait...

Kategori : Inhu, Umum
wwwwww