Lahan Dekat Suaka Margasatwa Kerumutan Kawasan Inhu Kini Hanya Menyisakan Arang dari Pelepah dan Batang Sawit

Lahan Dekat Suaka Margasatwa Kerumutan Kawasan Inhu Kini Hanya Menyisakan Arang dari Pelepah dan Batang Sawit

Penyidik Reskrimsus Polda Riau memasang plang di lahan perusahaan pembakar lahan karena memicu kabut asap. (LIPUTAN6.com)

Senin, 21 Oktober 2019 17:41 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Menjelang akhir Agustus 2019, konsesi PT Teso Indah (TI) di Blok N dan T terbakar hebat. Tak kurang dari 69,09 hektar areal di Kabupaten Indragiri Hulu itu, salah satunya berbatasan langsung dengan Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan menjadi biang kabut asap. Kini, kebakaran lahan di korporasi sawit itu memang sudah padam. Tanah berkontur gambut menjadi bubur karena luluh lantak akibat kobaran api yang diduga karena kelalaian penanggung jawab. Kini, lahan itu hanya menyisakan arang dari pelepah dan batang sawit.

Diduga sebelum terbakar, batang sawit di sana memang tak terawat. Ada upaya menanam bibit baru lagi, memanfaatkan musim kemarau panjang sebagai bahan baku untuk dibakar.

Kasus kebakaran lahan ini ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Riau. Ditangani sejak akhir Agustus, pemeriksaan puluhan saksi, termasuk ahli dan dinas terkait, dilakukan hingga statusnya kini naik ke penyidikan.

Menjelang akhir pekan lalu, sejumlah penyidik Reskrimsus Polda Riau ke lokasi lagi memasang plang pemberitahuan. Isinya bertuliskan lahan itu dalam penyidikan kepolisian dan pihak manapun dilarang mengubah bentuk tanah serta isinya di sana.

Sebelum plang dipasang, seorang pria yang menjabat direktur operasional PT TI mendatangi penyidik. Dia berusaha menjelaskan penyebab kebakaran terjadi. Namun, akhirnya dia terdiam ketika petugas menanyakan posisi menara api.

Menurut Direktur Reskrimsus Polda Riau Ajun Komisaris Besar Andri Sudarmadi SIK, PT TI dengan luas konsesi 4 ribu hektare lebih seharusnya punya 9 menara api. Namun, fakta di lapangan, petugas hanya menemukan satu dan lokasinya pun jauh dari areal terbakar.

"Sesuai SOP perusahaan yang punya konsesi dengan luasan begitu, seharusnya ada dua regu pemadaman kebakaran lahan. Fakta di lapangan, satu pun tidak sampai," kata Andri kepada Liputan6.com.

Hasil pengusutan secara maraton, penyidik juga menemukan masalah pada Amdal perusahaan. Berikutnya tidak ada laporan berkala per semester ke dinas terkait di Indragiri Hulu tentang rencana kerja lapangan korporasi.

"Kemudian seperti yang bisa dilihat di lokasi (sawit tak terawat), dugaannya jelas terlihat di sini upaya untuk itu (membakar untuk ditanam baru)," terang Andri Sudarmadi.

Ancam Habitat Satwa Dilindungi
Andri menyebut penyidik sudah mengirim surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Tinggi Riau. Dalam waktu dekat, korporasi bakal ditetapkan sebagai tersangka termasuk penanggung jawab di dalamnya.

"Tentunya akan diterapkan seperti PT SSS, ada pejabat fungsional dan dari korporasi (sebagai tersangka)," kata Andri didampingi Kasubdit IV Reskrimsus Polda Riau Komisaris Andi Yul Lapawesean SIK.

Andri menjelaskan, dua blok PT TI yang terbakar lokasinya cukup berjauhan. Blok T, persisnya di areal 18 hingga 20, ada 37,25 hektare terbakar.

Selanjutnya Blok N, persisnya di areal 14 hingga 16 ada 31,8 hektare terbakar. Blok N ini berada di tengah konsesi perusahaan dan lokasinya cukup dekat dengan tempat tinggal karyawan serta tidak sulit ditempuh.

"Kalau Blok T lokasinya di pinggir, aksesnya cukup sulit ditempuh pakai kendaraan biasa, berbatasan langsung dengan SM Kerumutan," kata Andri.

Menurut Andri, kabut asap hasil kebakaran lahan di Blok T diduga berdampak kepada penghuni SM Kerumutan. Di sana, masih banyak terdapat flora dan fauna terancam punah yang dilindungi negara.

"Bisa dibayangkan kondisi flora dan fauna di sana, masih ada beberapa hewan buas, tentu berdampak di sana terhadap flora dan fauna, terhadap habitatnya," tegas Andri.

Selama mengusut PT TI, sudah ada 15 saksi diperiksa. Jumlah itu terdiri dari masyarakat, pihak perusahaan, dinas terkait, ahli kebakaran hutan dan lahan dan ahli kerusakan lingkungan.

Petugas juga sudah mengambil sampel tanah terbakar di lokasi untuk diuji di laboratorium. Beberapa ahli juga sudah dibawa ke lokasi memeriksa bentuk tanah untuk mengetahui kerusakan lingkungan akibat kebakaran lahan PT TI.

Jerat Pasal Berlapis
Dalam kasus ini, penyidik menggunakan Pasal 98 dan 99 Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua pasal itu mengatur tentang tindakan kesengajaan yang mengakibatkan kerusakan baku mutu air, tanah, dan udara.

”Ancamannya pidana penjara paling ringan 3 tahun dan paling lama 10 tahun. Kemudian denda paling ringan Rp 3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar,” jelas Andri.

PT TI juga dijerat dengan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Dalam UU ini diatur tentang ancaman pidana pelaku usaha perkebunan yang dengan sengaja membuka lahan dengan cara membakar. ”Ancaman pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar,” ucap Andri.

Sebagai informasi, Polda Riau dan jajaran Polres selama tahun 2019 sudah menetapkan 70 tersangka kebakaran lahan. Dua di antaranya dari PT SSS dan sisanya dari perorangan. ”Kemudian ada tiga korporasi yang sifatnya join investigation dengan Bareskrim Mabes Polri, yaitu PT Adei, GSM dan WSSI," sebut Andri.

”Hujan boleh turun, asap boleh hilang, tetapi Satgas Gakkum Karhutla Reskrimsus Polda Riau dan jajaran tidak pernah surut menuntaskan karhutla yang ada di Riau ini,” tandas Andri. ***

Berita ini telah tayang di liputan6.com dengan judul "Bukti Kelalaian Perusahaan Pembakar Lahan Dekat Suaka Margasatwa Kerumutan"

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Hukrim, Inhu
wwwwww