Mahmud Marzuki, Pengibar Merah Putih Pertama di Kampar; Meninggal setelah Disiksa Tentara Jepang

Mahmud Marzuki, Pengibar Merah Putih Pertama di Kampar; Meninggal setelah Disiksa Tentara Jepang

Mahmud Marzuki.

Minggu, 19 Agustus 2018 12:15 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Mahmud Marzuki adalah tokoh pejuang kemerdekaan asal Kampar di Riau yang terlupakan jasa-jasanya. Dia meninggal dunia pascaditangkap dan disiksa tentara Jepang. Kini dia diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional. Dalam masa penjajahan Jepang, Marzuki adalah salah satu tokoh yang paling dicari. Jiwa nasionalismenya yang memberikan semangat ke rakyat, dianggap ancaman bagi Jepang. Bentrok pernah terjadi pascakemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Marzuki dan kelompoknya mencegat bala tentara Jepang yang akan masuk ke kota Bangkinang, dari Pekanbaru. Di tengah jalan, mobil serdadu Jepang dihadang para pemuda.

Di saat itu 7 tentara Jepang dibunuh, kecuali Kepala Polisi Jepang di Bangkinang, Yamamoto. Di perbatasan Kampar dengan Sumatera Barat di Rantauberangin juga ada tiga orang Jepang juga dibunuh.

”Atas peristiwa pembunuhan Jepang ini, Yamamoto meminta bantuan tentara Jepang dari Pekanbaru. Kala itu 1.600 tentang Jepang datang ke Kampar," tulis buku 'Biografi Calon Pahlawan Nasional Mahmud Marzuki Sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia" yang ditulis pakar sejarah Profesor Suwardi MS Dkk.

Jepang datang ke Bangkinang, saat itu Marzuki lagi mengadakan rapat. Tempat pertemuan itu sudah dikepung Jepang. Ada 13 orang akhirnya ditangkap termasuk Marzuki. Mereka dibawa ke Pekanbaru, dan rakyat marah kala itu.

Dalam tahanan, Marzuki Cs disiksa. Mereka dipukuli dengan berbagai macam siksaan yang keji. Selama seminggu, para tahanan ini kakinya diikat dan digantung dengan posisi kepala di bawah.

"Mulut mereka dituangi busa sabun. Badannya dipukuli dengan kayu-kayu berduri. Mereka tidak diberikan makan," kata pakar sejarah Riau, Prof Suwardi, Ahad (19/8/2018), dilansir potretnews.com dari detikcom.

Marzuki ditahan selama 21 hari, rekannya M Amin ditahan 51 hari. Selebihnya hanya ditahan beberapa hari saja. Marzuki dan M Amin lama ditahan karena dianggap pentolan penggerak untuk melakukan perlawanan kepada Jepang.

"Selama mereka ditahan, rakyat kehilangan pedoman dari pemimpinnya. Setelah mereka dipulangkan, rakyat kembali bersemangat. Dibuat acara penyambutan dengan memotong 200 ekor kambing dan 20 ekor kerbau," kata Suwardi.

Keluar dari tahanan Jepang, Marzuki masih tetap berdakwah ke sana kemari sembari menggelorakan pengusiran Jepang. Namun, akhirnya dia jatuh sakit karena siksaan biadap serdadu Jepang. Akhirnya Marzuki meninggal dunia pada 5 Agustus 1946 di usia 35 tahun.

Dia dimakamkan di halaman depan perkarangan sekolah Mu'alimin Muhammadiyah Desa Kumantan, Bangkinang. Dia pergi, sebelum sempat menikmati kemerdekaan bangsa ini. Mahmud Marzuki meninggalkan dua orang istri dengan 7 orang anak.

"Perjuangannya demi bangsa ini, makanya kita sudah setahun ini bersama Pemprov Riau mengusulkannya untuk menjadi Pahlawan Nasional," kata Suwardi.

Sudah setahun ini, para pakar sejarah di Riau bersama Pemprov Riau mengajukan sejarah kelam Marzuki untuk bisa mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Pusat sebagai pahlawan nasional.

"Kita sudah memberikan sejumlah dokumen terkait sejarah Marzuki ke pemerintah pusat. Tim dari pemerintah pusat juga sudah memverifikasinya. Semoga saja usulan kita ini bisa diterima," tandas Suwardi yang juga panitia pengusulan dari daerah. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Peristiwa, Kampar
wwwwww