Kapal ”Sinar Bangun” Sudah Berusia 20 Tahun tapi Malah Dijadikan 3 Tingkat, Ini Foto Terbaru Beberapa Saat sebelum Tenggelam

Kapal ”Sinar Bangun” Sudah Berusia 20 Tahun tapi Malah Dijadikan 3 Tingkat, Ini Foto Terbaru Beberapa Saat sebelum Tenggelam

KM Sinar Bangun sesaat sebelum tenggelam, Senin (18/6/2018). (foto: Facebook/Juang Tarigan via tribunnews.com)

Jum'at, 22 Juni 2018 13:26 WIB
SAMOSIR, POTRETNEWS.com - Sejumlah kerabat dan keluarga silih berganti mengunjungi kediaman Robert Sidauruk Kepala Desa (Kepdes) Simanindo, Kabupaten Samosir, Kamis (21/6/2018). Kepala Desa Robert dan keluarganya tampak lesu. Selain kesedihan yang mendera, fisiknya pun tampak lemah akibat begadang beberapa hari terakhir saat menunggui kepastian nasib anak pertamanya, Jaya Sidauruk (25).

Katanya, Jaya Sidauruk sejak dua bulan terakhir tidak lagi bekerja sebagai kru KM Sinar Bangun. Menurutnya, si anak sejak lima tahun lalu memilih bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di Simanindo.

Pekerjaan Jaya dulunya di kapal ketika aktif sebagai ABK biasanya memasukkan sepeda motor dan penumpang. Namun, Senin lalu rupanya Jaya ikut lagi di KM Sinar Bangun.

”Entah kenapa dia pergi sore itu. Padahal sudah dua bulan enggak pernah ke danau," ujar Robert, dilansir potretnews.com dari tribunnews.com.

Kata Robert, dia masih sempat melihat dari kejauhan saat kejadian kapal karam dari Pelabuhan Simanindo.

Selanjutnya ikut menolong serta membawa korban selamat ke Puskesmas Simarmata. Dirinya tidak menyangka, ternyata anaknya ikut di dalam kapal maut itu.

"Jadi kami masukkan sekira pukul 18.30 WIB tujuh korban ke mobil. Lalu saya ikut antar langsung ke Puskesmas Simarmata. Rupanya pukul 07.30 WIB aku diberitahu kawan, ternyata anakku si Jaya dilihatnya di kapal itu waktu berangkat," sebutnya dengan wajah sayu.

Robert Sidauruk menceritakan kisah terakhir saat bersama anaknya itu.

"Beberapa hari, sebelum kejadian kami masih pergi ke pusat kota, Pangururan. Kami ke sana sekeluarga makan mi. Saat itu Jaya minta dibelikan baju baru. Saya pun beli," ungkap ibunya, Ratna Sinaga.

Robert Sidauruk berharap anaknya terapung ke permukaan danau.

Meski dalam keadaan tidak bernyawa, bagi keluarganya yang terpenting jasad anaknya bisa mereka lihat untuk yang terakhir kalinya.

Robert mengaku sangat terpukul dengan kejadian ini. Namun, ia pun membandingkan dirinya dengan keluarga korban lain yang hilang sekeluarga. Dia merasa duka tersebut bukan hanya dukanya.

"Holan i nama mabbaen tenang iba otik. Ni pikkiran ma, boha muse ma na sakeluarga i. Ale pangidoan nian, tarida ma nian bakke na i. (Tapi aku menyadari bukan aku sendiri yang berduka. Ini duka bersama. Semoga saja jasadnya terapung)," harap Robet sambil melihat ponsel miliknya untuk mencari informasi.

Sebelum kapal berangkat Robert juga sudah melihat kapal dengan berangkat kondisi lonjakan penumpang dan sepeda motor.

Sepengetahuannya, Dinas Perhubungan tidak pernah melakukan pengawasan. Bahkan, Pos Pam Lebaran yang disiagakan di Pelabuhan Simanindo tidak melakukan pelarangan kepada pemilik kapal.

Petugas-petugas yang ada di Pos Pengamanan hanya melihat penumpang yang masuk ke KMP Sumut I saja.

Menurutnya, Dinas Perhubungan hadir hanya meminta retribusi. Terjadinya lonjakan dan muatan kapal karena tidak pernah ada mengontrol pelabuhan.

Mirisnya, sesuai yang dia ketahui usia KM Sinar Bangun kurang lebih 20 tahun. Lambung kapal juga sudah pernah direhab, tetapi malah dibangun menjadi tiga tingkat. "Menurutku, kurang kontrol Dinas Perhubungan," ucapnya.

Ia bertanya, mungkinkah kapal yang sudah direhab dibikin tiga tingkat? "Kan tidak layak," ujarnya lagi. Menurutnya, dari kondisi lambung kapal pun tak memungkinkan. "Jadi jelas tidak ada kontrol," jelasnya dengan mimik kecewa. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Peristiwa
wwwwww