Vonis Penjara Pelaku Perdagangan Manusia di Riau dan NTT Momentum Penegakan Hukum
Ilustrasi. |
Menurut Wahyu, selama ini kebanyakan kasus perdagangan manusia di NTT hanya berhenti di pemeriksaan polisi dan tidak berlanjut di persidangan."Vonis ini menjadi momentum mengkriminalisasi perdagangan manusia, bukan mengkriminalisasi pihak yang bekerja memerangi perdagangan manusia," kata Wahyu Susilo, dilansir potretnews.com dari BBC Indonesia.Yang dimaksud Wahyu adalah kasus Rudy Soik, mantan anggota Satuan Tugas Anti-Human Trafficking Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dipenjara selama empat bulan pada Oktober 2014 akibat menganiaya salah satu saksi perdagangan manusia. Sebelum adanya tuduhan penganiayaan itu, Rudy telah mengadukan atasannya ke Komnas HAM di Jakarta.Oleh karena itu Wahyu meminta agar Polri, Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) melakukan supervisi lebih ketat terkait pengiriman TKI dari NTT, daerah dengan kasus perdagangan orang tertinggi di Indonesia."Terutama dari Mabes Polri untuk memastikan bahwa polisi bekerja sesuai fungsinya: penegakan hukum. Bukan melindungi mereka yang melakukan pelanggaran hukum," kata Wahyu.Namun Rosna Bernadetha dari Aliansi Menolak Perdagangan Orang mengatakan bahwa kinerja kepolisian sudah jauh membaik, khususnya karena pada 2016 polisi berhasil menangkap satu jaringan besar di Kupang, Riau, Medan, dan Surabaya.Rosna menambahkan bahwa penegak hukum yang diharapkan dapat lebih adil adalah Majelis Hakim. "Bagi saya mereka (hakim) tidak cukup peduli. Ganti rugi buat warga, diberi subsider kurungan. Keluarga yang ditinggalkan dengan beban, diganti dengan kurungan", papar Rosna.Vonis Ketiga di NTT
Ayah Yufrinda Selan, Metu Salak Selan mengatakan, "Vonis yang dijatuhkan tidak sesuai dengan keadilan yang ada." Namun, dia belum memastikan apakah akan melakukan banding atau tidak.Dugaan kuat, Yufrida merupakan korban perdagangan dan sebagian organ tubuhnya diambil dan diperjualbelikan.Namun Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Agus Andrianto mengatakan organ tubuh korban tidak diperjualbelikan. Vonis kepada para tersangka perdagangan Yufrinda ini adalah vonis ketiga di NTT terkait perdagangan manusia.Vonis pertama dijatuhkan pada 2014 lalu kepada Rebecca Ledoh, perekrut 25 perempuan dari Kupang untuk dikirim ke Sarang Burung Walet milik Mohar di Medan, Sumatera Utara.Rebecca dihukum tujuh tahun penjara namun menurut Rosna, Mohar belum dipidanakan karena berkas yang belum lengkap. Vonis kedua diberikan oleh Pengadilan Negeri TTU (Timur Tengah Utara) pada Desember 2016 lalu kepada Adi Sinlaeloe, Jonatan Pandi dan Yosep Manek.Adi dan Jonatan dituntut 11 tahun penjara namun divonis dua tahun dengan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Yosep dituntut sembilan tahun penjara, diputus satu tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.Menurut Rosna dari Aliansi Menolak Perdagangan Orang, diperkirakan 100 ribuan orang diperdagangkan setiap tahunnya dari wilayah tersebut, 70% dari jumlah itu adalah perempuan, termasuk yang di bawah umur.Selama 2016, 54 orang TKI asal NTT kembali dalam bentuk jasad. Sepanjang tahun ini, hingga akhir April lalu tercatat sudah 29 orang TKI dari NTT meninggal. ***Editor:
Fanny R Sanusi