Home > Berita > Riau

Semah Rantau, Tradisi Tahunan Menjaga Kampung di Desa Tanjungberingin Kampar yang Diawali Ziarah ke Makam Datuok Page dan Datuok Darah

<i>Semah Rantau</i>, Tradisi Tahunan Menjaga Kampung di Desa Tanjungberingin Kampar yang Diawali Ziarah ke Makam Datuok Page dan Datuok Darah

Prosesi ziarah ke makam datuok (nenek moyang).

Minggu, 21 Mei 2017 10:42 WIB
KAMPAR, POTRETNEWS.com - Semah Rantau, tradisi ini merupakan ritual tahunan yang dilakukan warga Desa Tanjungberingin, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Makna dari tradisi ini dilakukan untuk membersihkan diri dari segala dosa baik yang sengaja maupun tidak disengaja dilakukan. Mengapa dinamakan Semah Rantau? Menurut Datuok Pucuk tetua adat di Desa Tanjungberingin tersebut, Semah Rantau artinya membersihkan atau mengobati.

Sebelum memulai Semah Rantau, demikian laman GoRiau.com yang dilansir potretnews.com, Datuok Pucuk dan warga akan berziarah ke dua makam, yaitu makam Datuok Page dan Datuok Darah Putih. Konon, datuk tersebut berdarah putih, sakti dan dulunya disegani masyarakat.

Dalam pelaksanaan Semah Rantau, setiap tahunnya masyarakat Desa Tanjungberingin akan menyembelih seekor kerbau. Setelah kerbau disembelih, tetua adat akan mengambil bagian kepala, hati dan bagian jantung kerbau untuk pelengkap ritual.

Pembagiannya, hati dan jantung kerbau akan diantar ke makam Datuok Page yang bergelar Datuk Harimau. Sedangkan, kepala kerbaunya akan dibuang ke dasar sungai dan sisa dagingnya dibagi-bagikan ke warga setempat.

Setelah pembagian dilakukan, hati dan jantung kerbau akan dibungkus daun pisang dan dimasukkan ke dalam wadah yang disebut carano atau sejenis cawan besi. Untuk selanjutnya diantarkan menuju makam Datuok Page atau bergelar Datuk Harimau.

Saat meletakkan bungkusan hati dan jantung kerbau, Datuk pemimpin ritual akan sembari mengatakan bahwa janji warga desa telah ditepati.

Biasanya, Semah Rantau akan dilakukan ketika terjadi suatu musibah di kampung, seperti halnya gagal panen padi karena diserang hama ataupun ketika salahseorang warga tempatan menjadi korban mangsa raja sungai maupun raja hutan.

Usai berziarah, warga berbondong-bondong akan menaiki perahu yang biasanya disebut piyau menuju ke hulu sungai yang dinamakan Lubuok. Di tempat tersebut, prosesi terakhir Semah Rantau dilakukan yaitu dengan membuang kepala kerbau ke dalam sungai oleh tetua adat.

Sembari dibacakan doa, kepala kerbau tersebut berangsur masuk ke dalam air. Usai ritual, warga setempat makan bersama di pinggir sungai sekaligus menikmati keindahan alam yang masih asri.

Rangkaian tradisi Semah Rantau inih juga dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan semesta yang telah memberi rahmat air dan ikan yang berlimpah.

Selain Semah Rantau, warga Desa Tanjungberingin kerap melakukan mancokau ikan. Dimana, tetua adat akan membacakan doa sebelum melempar jala pertama tanda dimulainya acara adat. Hasil menjala itu akan berlanjut pada acara pelelangan ikan dengan harga yang murah.

Usai mancokau ikan, biasanya dilanjutkan dengan tradisi pacu bagala. Tradisi isi dilestarikan untuk mengingat para raja atau para tetua dulu yang selalu menggunakan perahu dan gala untuk menyusuri sungai ke desa-desa yang berada di daerah pinggiran Sungai Subayang. Dulu, perahu merupakan alat transportasi satu-satunya. * ***

Editor:
Fanny R Sanusi

Kategori : Riau, Kampar, Umum, Peristiwa
wwwwww