Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Dinilai Belum Efektif, ICW Gandeng 3 LSM Lakukan Pemantauan di Riau

Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Dinilai Belum Efektif, ICW Gandeng 3 LSM Lakukan Pemantauan di Riau

Peneliti ICW Mouna Wasef di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (24/3/2017).

Jum'at, 24 Maret 2017 19:42 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan terhadap Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) di enam provinsi, yakni Aceh, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur. Pemantauan dilakukan bersama lembaga swadaya masyarakat di tiap provinsi. Ada tiga sektor SDA yang jadi fokus pemantauan, yakni kehutanan, perkebunan, dan pertambangan. 

Komponen pemantauan dari setiap sektor mengacu pada matriks rencana aksi yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kementerian/lembaga, dan regulasi. Variabel kehutanan misalnya, dipantau berdasarkan kewajiban administrasi, kewajiban keuangan, laporan perkembangan usaha, dan keterbukaan informasi.

Berdasarkan laman kompas.com yang dilansir potretnews.com, penilaian menggunakan sistem pembobotan, dengan skor maksimal 180 untuk kehutanan, 160 untuk perkebunan, dan 250 untuk pertambangan.

Peneliti ICW Mouna Wasef memaparkan, dari enam provinsi untuk sektor kehutanan, skor paling tinggi berada tidak jauh dari setengah skor maksimum, yakni skor 91 yang diperoleh Sumatera Barat.

Provinsi lain, berturut-turut mendapat skor 87 untuk Kalimantan Barat dan Aceh, 62 untuk Sumatera Selatan, 50 Kalimantan Timur, dan 50 untuk Riau. Hal senada juga terjadi di sektor perkebunan. Provinsi Sumatera Barat hanya mampu mendapat skor 90, sedangkan Aceh memiliki skor 82, dan Sumatera Selatan 60.

Hal itu juga terjadi di sektor pertambangan. Dengan skor maksimum 250, Provinsi Riau hanya mampu mencapai skor 154. Diikuti Sumatera Selatan 136 dan Sumatera Barat 117. "Pelaksanaan GNPSDA di daerah belum berjalan efektif. Belum terlihat dampaknya dalam proses mengatasi masalah di sektor SDA," kata Mouna di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (24/3/2017).

Menurut Mouna, Pemda tidak intensif melakukan monitoring terhadap pelaku usaha. Umumnya, kata dia, masalah anggaran dan kebingungan kewenangan menjadi salah satu penyebab.

"Pemda belum berkomitmen penuh dalam pelaksanaan amanat GNPSDA, termasuk dalam mendorong keterbukaan informasi dan partisipasi publik di masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)," ucap Mouna.

Untuk itu, ia meminta kepada KPK agar lebih fokus dalam investigasi dan monitoring terhadap pelaku usaha di sektor SDA, dari pencegahan ke penindakan.

Untuk diketahui, GNPSDA diinisiasi oleh KPK pada Maret 2015 lalu. Hasil temuan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (Tim OPN) menunjukkan adanya kurang bayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh pelaku usaha di sektor SDA dari 2003-2011 sebesar Rp 6,7 triliun.

Kegiatan koordinasi supervisi KPK untuk sektor minerba tahun 2014, ditemukan sekitar 1,3 juta hektar izin tambang berada dalam kawasan hutan konservasi dan 4,9 juta hektar berada dalam kawasan hutan lindung. ***

Editor:
Muh Amin

wwwwww