Home > Berita > Riau

Tidak Hanya di Bukittinggi, Ternyata Presiden PDRI Mr Syafruddin Prawiranegara Pernah Tinggal di Rokan Hulu, Rumah yang Pernah Dihuninya Dibiarkan Lapuk dan Terlantar

Tidak Hanya di Bukittinggi, Ternyata Presiden PDRI Mr Syafruddin Prawiranegara Pernah Tinggal di Rokan Hulu, Rumah yang Pernah Dihuninya Dibiarkan Lapuk dan Terlantar

Rumah Presiden PDRI Mr Syafruddin Prawiranegara (inset) di Dusun Pintu Kuari, Desa Cipang Kanan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

Sabtu, 04 Maret 2017 19:55 WIB
PASIRPENGARAIAN, POTRETNEWS.com - Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Tapi ungkapan itu sepertinya tidak berlaku untuk Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) Provinsi Riau. Di daerah ini, meski terdapat peninggalan para pahlawan, namun tetap dibiarkan begitu saja. Seperti rumah yang dihuni Mr Syafruddin Prawiranegara, yang merupakan Presiden Kedua Republik Indonesia/Pemerintah Darurat Republik Indonesia (berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat) dan memimpin pemerintahan darurat republik Indonesia di saat Yogyakarta dikuasai Belanda.

Rumah Syafruddin Prawiranegara itu berada di Dusun Pintu Kuari, Desa Cipang Kanan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Dari rumah ini, Syafruddin sempat berjuang mempertahankan kemerdekaan RI yang ingin direbut kembali oleh Belanda. Dari lokasi yang jauh dari keramaian dan kebisingan ini, Syafruddin pernah mengatur roda Pemerintahan Republik Indonesia, tepat pada agresi militer Belanda kedua.

Untuk menuju lokasi rumah Presiden RI kedua yang menjabat 19 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 itu, jika dari Kota Pekanbaru menuju Kota Ujungbatu terus ke Kecamatan Rokan IV Koto akan memakan waktu sekira 6 jam. Lokasinya berbukit dan memiliki pemandangan yang bagus.

Saat ini, kondisi rumah Presiden RI kedua ini, sudah lapuk. Tangganya sudah tak bisa diinjak, lantai dan dinding sudah lapuk. Maklum, sejak digunakan oleh Syafruddin hingga Indonesia seperti sekarang, rumah ini tidak pernah direnovasi dan tetap asli.

Cerita warga seperti ditulis dalam laman GoRiau.com yang dilansir potretnews.com, rumah ini menyimpan banyak kisah perjuangan. Ternyata dari lokasi yang jauh dari kota, kemerdekaan Indonesia bisa dipertahankan. Sayangnya, tak ada yang bisa menceritakan, apa saja yang dilakukan oleh Sayafruddin selama di Dusun Pintu Kuari karena banyak orang tua yang paham ceritanya sudah tiada.

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/04032017/potretnewscom_mylqv_786.jpg
Mantan Ketua DPRD Provinsi Riau drh Chaidir MM (pakai peci) bersama istri tatkala berjunjung ke rumah Presiden PDRI Mr Syafruddin Prawiranegara di Dusun Pintu Kuari, Desa Cipang Kanan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, tahun 2014. (foto: facebook drh chaidir)

Sementara, dalam wikipedia.org ditulis, Mr. Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara; lahir di Serang, Banten, 28 Februari 1911 – meninggal di Jakarta, 15 Februari 1989 pada umur 77 tahun) adalah seorang pejuang kemerdekaan, Menteri, Gubernur Bank Indonesia, Wakil Perdana Menteri dan pernah menjabat sebagai Ketua (setingkat presiden) Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Dia menerima mandat dari presiden Sukarno ketika pemerintahan Republik Indonesia yang kala itu beribukota di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda akibat Agresi Militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948. Ia kemudian menjadi Perdana Menteri bagi kabinet tandingan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Tengah tahun 1958.

Masa muda dan pendidikan
Sjafruddin memiliki nama kecil "Kuding", yang berasal dari kata Udin pada nama Syariffudin. Ia memiliki darah keturunan Banten dari pihak ayah dan Minangkabau dari pihak ibu. Buyutnya dari pihak ibu, Sutan Alam Intan, masih keturunan raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Ia menikah dengan putri bangsawan Banten, melahirkan kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama Raden Arsyad Prawiraatmadja. Ayah Syafruddin bekerja sebagai jaksa, namun cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur.

Syafruddin menempuh pendidikan ELS pada tahun 1925, dilanjutkan ke MULO di Madiun pada tahun 1928, dan AMS di Bandung pada tahun 1931. Pendidikan tingginya diambilnya di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada tahun 1939, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Magister Hukum).

Prakemerdekaan
Sebelum kemerdekaan, Syafruddin pernah bekerja sebagai pegawai siaran radio swasta (1939-1940), petugas pada Departemen Keuangan Belanda (1940-1942), serta pegawai Departemen Keuangan Jepang.

Setelah kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Badan Pekerja KNIP (1945), yang bertugas sebagai badan legislatif di Indonesia sebelum terbentuknya MPR dan DPR. KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.

Pemerintah Darurat RI
Syafruddin adalah orang yang ditugaskan oleh Soekarno dan Hatta untuk membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI, berkedudukan di Bukittinggi Sumatera Barat), ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap pada Agresi Militer II, kemudian diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka, 1948. Hatta yang telah menduga Soekarno dan dirinya bakal ditahan Belanda segera memberi mandat Sjafruddin untuk melanjutkan pemerintahan, agar tak terjadi kekosongan kekuasaan.

Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri upaya Belanda, dan akhirnya Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta. Pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Serah terima pengembalian mandat dari PDRI secara resmi terjadi pada tanggal 14 Juli 1949 di Jakarta.

Jabatan pemerintahan
Syafruddin Prawiranegara pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Ia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada tahun 1946 dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1947. Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer II dan menyebabkan terbentuknya PDRI.

Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada tahun 1949, kemudian sebagai Menteri Keuangan antara tahun 1949-1950. Selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, pada bulan Maret 1950 ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin.

Syafruddin kemudian menjabat sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, pada tahun 1951. Sebelumnya ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, yang kemudian diubah menjadi Bank Sentral Indonesia.

Keterlibatan dalam PRRI
Pada awal tahun 1958, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia PRRI didirikan di Sumatera Tengah akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah karena ketimpangan-ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis (terutama PKI) yang semakin menguat. Syafruddin diangkat sebagai Perdana Menteri PRRI dan kemudian membentuk Kabinet tandingan sebagai jawaban atas dibentuknya kabinet Ir Juanda di Jawa, namun PRRI tetap mengakui Soekarno sebagai Presiden PRRI, karena ia diangkat secara konstitusional.

PRRI segera ditumpas oleh pemerintahan pusat hingga pada bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI dinyatakan berakhir dan pemerintah pusat di Jakarta berhasil menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRI. Keputusan Presiden RI No.449/1961 kemudian menetapkan pemberian amnesti dan abolisi bagi orang-orang yang tersangkut dengan pemberontakan, termasuk PRRI.

Politik
Pimpinan Masyumi (1960)

Masa tua
Syafrudin Prawiranegara memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Namun berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Pada bulan Juni 1985, ia diperiksa sehubungan dengan isi kutbahnya pada Hari Raya Idul Fitri 1404 H di Mesjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta. Dalam aktivitas keagamaannya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI). Kegiatan-kegiatannya yang berkaitan dengan pendidikan, keislaman, dan dakwah, antar lain:

Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembinaan Manajemen (PPM), kini dikenal dengan nama PPM Manajemen(1958)
Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978)
Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984-??)
Ia juga sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia. Syafruddin Prawiranegara meninggal di Jakarta, pada tanggal 15 Februari 1989, pada umur 77 tahun. "Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah".

Keluarga
Syafruddin menikah dengan Tengku Halimah Syehabuddinn. Mereka memiliki delapan orang anak, dan sekitar lima belas cucu. Cucunya ketiga belas lahir di Australia sebagai bayi tabung pertama keluarga Indonesia, 1981. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Riau, Rohul, Umum, Peristiwa
wwwwww