Semarak Pilkada 2017 Sepi, KPU Pekanbaru Dinilai Belum Maksimal Sosialisasi, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie: Pemerintah Sebaiknya Turun Tangan

Semarak Pilkada 2017 Sepi, KPU Pekanbaru Dinilai Belum Maksimal Sosialisasi, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie: Pemerintah Sebaiknya Turun Tangan

Ilustrasi.

Kamis, 02 Februari 2017 02:56 WIB
PEKANBARU, POTRETNEWS.com - Waktu tersisa hanya dua pekan lagi. Namun sosialisasi yang sudah dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Pekanbaru 15 Februari 2017 masih sepi dan terkesan tidak tersosialisasi dengan baik ke masyarakat. Demikian penilaian Pengamat Komunikasi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau, Musfialdy SSos MSi. Ia mengatakan, kurang tersosialisasinya momen pesta demokrasi ini karena lemahnya sistem sosialisasi yang dilakukan KPU. KPU kurang bijak dalam menciptakan komunikasi politik ke publik.

"Secara mekanisme, KPU Kota Pekanbaru menjalankan tugas dengan baik yaitu ke PPK dan PPS. Cuma dalam menyosialisasikan ke masyarakat terkait pilkada, saya rasa sangat kurang. Kita tidak tahu entah kurang anggaran atau seperti apa, sehingga mereka kurang terjun langsung ke masyarakat," kata Musfialdy, seperti ditulis GoRiau.com yang dilansir potretnews.com.

Dia menyebutkan, sepanjang yang terlihat, KPU Kota Pekanbaru tidak mencermati cara untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Kegiatan-kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan hanya seremonial, tak menyentuh secara langsung pada seluruh lapisan.

"Misalnya kegiatan jalan santai sebagai sarana sosialisasi, itu menurut saya hanya untuk sebagian masyarakat perkotaan. Sedang warga di pinggiran, mereka saya lihat belum sepenuhnya tahu terkait pelaksanaan Pilwako mendatang," imbuhnya.

Menurut Musfialdy, untuk berkomunikasi dengan masyarakat, KPU tidak selayaknya melakukan cara sosialiasi berhura-hura tanpa terfokus pada hal terkait pilkada. Mesti dalam hajatan 5 tahun sekali ini, masyarakat diberikan pemahaman antara lain adalah sistimatika pemilihan, pengenalan profil atau figur kandidat peserta dan hal-hal perbuatan menyimpang yang melanggar ketentuan Pilkada.

"Saya kira warga banyak yang tidak tahu siapa saja calon yang akan mereka pilih nanti," jelas dia.
Musfialdy juga mengkritis tata letak alat peraga kampanye seperti baliho, bannaer dan spanduk yang dibuat KPU di sembarang wilayah, tanpa mempertimbangkan seberapa efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat.

"Seharusnya KPU punya peta di mana saja harus dipasang. Kalau sekarang sembarang tempat dan bahkan bertumbangan. KPU tidak terlalu mengerti penyampaian pesan baik pada masyarakat," ujarnya.

Minta Pemerintah Turun Tangan Sosialisasi
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie, prihatin dengan suasana penyelenggaraan pilkada serentak 2017 yang sepi di beberapa daerah. Termasuk di DKI Jakarta, yang justru marak karena kasus dugaan penistaan agama salah satu calon gubernur.

Jimly mengakui, meskipun pilkada serentak berfokus di Jakarta, tetapi semua masyarakat ikut serta secara emosionalnya. "Isunya malah penghinaan terhadap agama, berubah. Semua masyarakt di Indonesia terlibat secara emosional tetapi bukan untuk isu pilkada, isunya berbeda, penghinaan terhadap agama. Semua masyarakat ikut terlibat," ungkap Jimly di Kantor Kementerian Dalam Negeri Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, belum lama ini, seperti dilansir liputan6.com.

Ia pun meminta agar sosialisasi pilkada serentak di daerah-daerah dilakukan lebih luas lagi. Sebab, kata Jimly, dengan sosialisasi pilkada, maka masyarakat juga mendapat pendidikan politik.

"Saya berharap ada sosialisasi lebih luas, sebab fungsi pendidikan politik itu perlu meski tanpa perlu disebut sebagai pesta demokrasi. Tapi fungsi pendidikan itu perlu dan dibutuhkan untuk meningkatkan partisipasi, mengurangi golput, dan orang bergairah ikut pilkada, jangan apatis," ucap dia.

"Sekarang, orang ribut di seluruh Indonesia tetapi bukan ribut pilkada, tetapi ribut terhadap penistaan agama. Jadi isu beralih padahal kita mau pilkadanya yang semarak, tapi terlalu semarak juga enggak baik karena fungsi pendidikannya tidak ada juga," sambung Jimly.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini pun berharap agar Januari 2017 mendatang, pemerintah ikut turun tangan untuk sosialisasi, jadi tidak hanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) saja.

"Kalau hanya disuruh ke KPU saya sangsi, karena kesibukan teknis, dan anggarannya terbatas. Maka sebaiknya ada rakornas presiden, rakornis dengan media elektronik, dan upaya partisipasi perusahaan CPR (corperate political respons). Pengusaha ikut terlibat dalam pendidikan politik masyarakat," tegas Jimly. ***

Editor:
Akham Sophian

wwwwww