Home > Berita > Riau

Chevron Diduga Sering ”Bobol” Keuangan Negara dengan Cara ”Mengakali” Besaran Anggaran Cost Recovery

Chevron Diduga Sering ”Bobol” Keuangan Negara dengan Cara ”Mengakali” Besaran Anggaran <i>Cost Recovery</i>

Ilustrasi.

Sabtu, 08 Oktober 2016 13:26 WIB
JAKARTA, POTRETNEWS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan diminta oleh DPR RI untuk memperketat pengawasan dari penggantian biaya operasi kegiatan hulu minyak dan gas bumi (cost recovery). Pasalnya, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) selama ini kerap mengakali besaran anggaran cost recovery sehingga membuat negara kebobolan. Anggota Komisi VII DPR RI Satya W Yudha mencontohkan, ongkos PT Chevron Pacific Indonesia yang dibebankan kepada cost recovery untuk mengevaluasi tanah yang terkontaminasi minyak di Dumai, Riau saja mencapai Rp12 triliun per tahun. Padahal, tanah tersebut selanjutnya dijual oleh Chevron kepada anak usaha dari PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.

"Oleh pabrik semen itu dijadikan feed stock, bisa menjadi bahan bakar pengganti batu bara. Tetapi dia sekaligus bisa menjadi adukan dalam semen. Atau campuran daripada semen," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, baru-baru ini.

Tak hanya itu, seperti dilansir sindonews.com, Chevron juga memasukkan ongkos pengenalan teknologi barunya untuk menggenjot produksi minyak (surfaktan) dalam beban cost recovery. Padahal, saat mereka masuk ke Tanah Air seharusnya mereka telah memiliki teknologi yang akan diterapkan di Indonesia.

"Harusnya teknologi yang masuk itu yang proven. Pada waktu mereka mengenalkan surfaktan dalam konteks trial itu harusnya tidak boleh di recover cost-nya. Sampai nanti dia masuk menjadi satu peningkataan dalam produksi," imbuh dia.

Menurutnya, biaya-biaya tersebut seharusnya tidak perlu ditanggung oleh cost recovery. Sayangnya, pemerintah serta SKK Migas selama ini kurang cerdik dan terlalu manut dengan KKKS terkait cost recovery.

"Ini yang saya katakan pada SKK Migas untuk hati-hati, cerdik saja. Sebetulnya ini bisa kita cluster, untuk tidak dibayar. Tolong bisa tunjukan dulu meningkatkan produksi baru kita omong berapa yang harus diganti seperti pada PSC," tandasnya. ***

Editor:
Akham Sophian

wwwwww