MA Perintahkan PT Inti Kamparindo Sejahtera Bayar Rp400 Juta Lebih kepada 16 Pekerja yang Di-PHK

MA Perintahkan PT Inti Kamparindo Sejahtera Bayar Rp400 Juta Lebih kepada 16 Pekerja yang Di-PHK

Ilustrasi.

Minggu, 15 Mei 2016 18:25 WIB
BANGKINANG, POTRETNEWS.com - Hakim Mahkamah Agung memerintahkan PT Inti Kamparindo Sejahtera (IKS) membayar hak 16 karyawannya yang diberhentikan Januari 2013 lalu. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) itu dinyatakan cacat hukum. Oleh karena itu, perusahaan Kelapa Sawit itu harus membayar Rp. 479.125.547 kepada 16 orang buruh selaku penggugat dalam perkara Hubungan Industrial tersebut. Suratman, salah seorang buruh yang dipecat, mengungkapkan, uang ganti rugi yang harus dibayar itu sesuai jumlah tuntutan mereka dalam gugatan mereka.

"Tiap orang (16 buruh) jumlahnya berbeda. Nggak sama. Semuanya hampir Rp 500 juta," jelas Suratman menyebutkan isi salinan putusan kasasi tersebut. Adapun rincian hak yang harus mereka terima, papar dia, terdiri dari Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) Riau, tunjangan tetap, upah mogok kerja, upah hari libur, upah selama putusan PHI belum diputuskan, bonus dan Tunjangan Hari Raya (THR).

Menurut Suratman, dalam perkara yang didaftarkan di PHI Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 25/F/2013/PHI.PBR tanggal 5 Juni 2013 itu, mereka menyampaikan bahwa PHK tidak berdasar. Mereka melawan PT IKS yang diwakilkan oleh Direktur Utama Julianto Siagian, Humas Willy Marza dan seorang staf direksi J Simarmata.

Menurut Suratman, perkara itu buntut dari perusahaan yang dinilai mengabaikan kesejahteraan buruh. Gerakan perlawanan itu lahir setelah ia dan rekan-rekannya diangkat menjadi pengurus Pengurus Unit Kerja (PUK) FSPPP-SPSI di PT IKS. Alhasil, ratusan pekerja menggelar mogok kerja pada Desember 2012 silam.

"Kami (16 orang penggugat) yang dituduh provokator, diintimidasi sampai dipecat sepihak oleh perusahaan," ujar Suratman. Menurut dia, perusahaan menolak keberadaan mereka sebagai pengurus. Sehingga muncullah pernyataan perusahaan tidak mengakui kepengurusan mereka.

Padahal, lanjut Suratman, kepengurusan yang mereka bentuk telah didaftarkan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kampar. Namun, perusahaan malah memperlakukan mereka secara semena-mena.

Sejak awal, kata Suratman, PHK harus memiliki konsekuensi yang wajib dilaksanakan perusahaan. Tanpa terkecuali PHK terhadap tenaga pemanen. Ia menjelaskan, Pemanen Kelapa Sawit merupakan pekerjaan yang bersifat tetap dan berhubungan langsung dengan proses produksi.

Pemanen dipekerjakan setiap hari atau melebihi 21 hari dalam satu bulan. Hal itu diatur dalam Pasal 59 Ayat 7 UU 13 Tahun 2003 jo Pasal 10 Ayat 3 Kepmenakertrans Nomor 100 Tahun 2004. "Maka, pemanen tidak dapat dijadikan tenaga kerja harian lepas," kata Suratman. Dengan kata lain, tambah dia, pejanjian dengan pemanen harus berbentuk karyawan harian tetap sejak adanya hubungan kerja.

Suratman menyebutkan, sembilan rekannya dari 16 penggugat, lewat putusan perkara tersebut, harus diangkat menjadi karyawan harian tetap. Secara keseluruhan terhadap mereka, hakim menyatakan PHK batal demi hukum. Sehingga perusahaan harus memperkerjakan mereka kembali. ***

Editor:
Farid Mansyur

Sumber:
Tribunpekanbaru.com

Kategori : Kampar, Hukrim
wwwwww