Cerita Orang Pertama yang Menginjakkan Kaki di Pulau Samosir

Cerita Orang Pertama yang Menginjakkan Kaki di Pulau Samosir

Rumah adat Nias di Desa Ambarita di Pulau Samosir, Sumatera Utara. (foto: kompas.co)

Selasa, 15 Desember 2015 16:06 WIB

SAMOSIR, POTRETNEWS.com- Kekayaan obyek wisata di Sumatera Utara tidak terhenti pada pemandian air terjun, danau, gunung atau pantai. Tapi juga obyek wisata budaya dari penduduk yang terbilang unik dari kebiasaan penduduk mayoritas atau modern mengikuti zaman.

Seperti halnya yang menjadi daya tarik Sumatera Utara. Ada beberapa desa yang masih 'perawan' dengan mempertahankan tradisi sehingga tempat ini menjadi obyek wisata. Ini desa di Sumatera Utara yang layak dikunjungi jika anda tertarik wisata budaya.

Desa Ambarita yang berada di Pulau Samosir menjadi satu tempat wisata sejarah yang wajib dikunjungi karena kaya akan peninggalan sejarah di masa kepemimpinan Raja Sidabutar, tokoh yang dipercaya menjadi manusia pertama yang menginjakkan kaki di pulau tersebut.

Di sana wisatawan bisa melihat dari dekat makam Raja Sidabutar, yang berusia 450 tahun sang penguasa Pulau Samosir. Dan rumah adat Batak yang masih terpelihara hingga sekarang.

Tidak jauh dari Tuktuk, wisatawan juga dapat melihat kekayaan budaya masyarakat Huta Siallagan yang cukup legendaris, yakni Batu Kursi Raja Siallagan "Stone Chair Of King Siallagan".

Di sana wisatawan akan melihat bebatuan yang dibentuk dan menjadi kursi raja, kursi persidangan dan batu eksekusi di zaman kerajaan Siallagan.

Memasuki Gapura yang bertuliskan Huta Siallagan, wisatawan bak disambut untuk menyusuri apa-apa saja yang menjadi kekayaan budaya marga Siallagan.

Perkampungan ini dibangun pada masa raja huta pertama yaitu Raja Laga Siallagan. Kemudian diwariskan kepada Raja Hendrik Siallagan dan seterusnya hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan.

Huta Siallagan sejak dahulu dihuni marga Siallagan, hingga sekarang masih dihuni juga oleh keturunan marga Siallagan.

Suasana berbeda saat mengunjungi Danau Toba dan Pulau Samosir, Sumatera Utara, adalah pemandangan perkampungannya yang masih lekat dengan budaya. Khususnya pada bangunan pekuburan yang megah dan besar seperti rumah mewah atau tugu.

Hal itu menjadi pemandangan yang akan sering dilihat karena orang Batak menghormati leluhurnya dengan membangun Monumen atau Tugu dari Lelurnya (cikal bakal dari keluarga besar marga). Ada pula kuburan beton yang tinggi dan berbentuk rumah adat Batak.

Ada juga rumah unik, di Negeri Suah, terletak di Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang, desa ini hanya memiliki 30-an kepala keluarga dan jauh dari modernisasi di tengah desa lainnya yang mengikuti kemajuan dunia.

Betapa tidak, wisatawan hanya akan melihat rumah panggung dari bahan papan dan tepas, dan mata pencaharian penduduknya yang mayoritas petani dan pencari ikan di sungai.

Warna rumah di desa tersebut pun selaras, semuanya warga papan dan tepas gelap, alias hitam keabu-abuan dan atap yang beberapa masih menggunakan rumbia.

Aron, penduduk, menuturkan rumah tersebut mereka percaya untuk menghormati tradisi turun menurun dari buyut mereka yang sudah melestarikan rumah panggung di desa mereka.

Ini bentuk kekompakan warga, jadi kalau ada yang mau bangun rumah baru pun ya harus berbentuk rumah panggung, yang paling modern paling dari bahan kayu dan tangga beton.

Ada juga rumah panggung di Pulau Asu, yang berada di Kecamatan Sirombu, Nias Barat, yang juga menjadi destinasi wisatawan yang ingin jauh dari rutininas alias kehidupan kota dan keramaian.

Sebab, pengunjung pulau ditawarkan keprivasian seperti berada di pulau milik pribadi.

Jarak rumah penduduk satu dengan penduduk lainnya bisa hingga 100 meter, rumah-rumah di sana juga masih ”perawan”. Terbuat dari tepas dan kayu dari belahan pohon kelapa.

Jika sudah ke Pulau Asu, Nias, maka Rumah Adat Desa Bawomataluo tidak boleh di lewatkan karena juga berada di kawasan Nias tepat Teluk Dalam. Rumah-rumah di desa tersebut merupakan rumah adat Nias yang masih kokoh dan terjaga kekhasannya tanpa perombakan modernisasi seperti rumah pada umumnya di zaman sekarang.

Rumah adat Nias tersebut bahkan sudah memasuki berusia ratusan tahun dan masih ditempati oleh keturunan penduduk pertama desa tersebut.

Desa tersebut dibuka untuk wisatawan lokal hingga mancanegara, wisatawan yang datang tentu karena tertarik bangunan tua yang ada di sini. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Wisata
Sumber:Kompas.com
wwwwww