Kisah Pendiri Mesjid Jami’ Airtiris Kampar yang Berdarah Batak Mandailing dan Punya ”Karomah”

Kisah Pendiri Mesjid Jami’ Airtiris Kampar yang Berdarah Batak Mandailing dan Punya ”Karomah”

Mesjid Jami’ Airtiris Kampar.

Minggu, 20 November 2016 03:16 WIB
KAMPAR, POTRETNEWS.com - Inilah sepenggal kisah pendiri Mesjid Jami’ di Kelurahan Airtiris, Kabupaten Kampar, Riau. Pendirinya adalah Datuk Ongku Mudo (OM) Songkal yang berdarah Batak. OM Songkal merupakan guru besar yang cukup berpengaruh kala itu. Dia menimba ilmu keislaman di Sumatera Barat (Sumbar). Sepulang menimba ilmu, dia melihat kampung halamannya belum ada mesjid.

Dari sanalah, dia mengajak semua masyarakat untuk bergotong-royong membangun masjid. Mesjid ini dibangun tahun 1901 dan baru selesai pada tahun 1904. Artinya, untuk membangun mesjid yang terbuat dari kayu tanpa paku itu membutuhkan waktu selama 3 tahun.

OM Songkal, sekalipun besar di Kabupaten Kampar, namun dia sesungguhnya berdarah Batak. Masyarakat Kampar lebih mengenalkan sebagai keturunan Batak Mandailing yang dulunya masuk dalam wilayah Tapanuli Selatan.

Hanya saja, ibunya berdarah Kampar. Sebagaimana diketahui, masyarakat Kampar, menganut garis keturunan dari sang Ibu sebagaimana lazimnya masyarakat Sumatera Barat.

Kendati masyarakat Kampar menyebut OM Songkal berdarah Mandailing, namun mereka tidak tahu pasti apa marganya. Sebab, Batak memiliki garis keturunan marga dari sang bapak.

"Yang kami tahu, OM Songkal berdarah Mandailing, kalau soal marganya kami tidak tahu. Karena di tempat kami ini garis keturunan dari ibu," kata penjaga Mesjid Jami’ Amirudin Khotib, sebagaimana dikutip potretnews.com dari detik.com, beberapa waktu lalu.

OM Songkal dikenal sebagai guru agama Islam yang cukup disegani. Masyarakat setempat juga meyakini bila OM Songkal memiliki kelebihan.

Dalam kisah sejarah mendirikan masjid ini, tiang utama dari kayu setinggi 20 meter. Saat itu tiang tidak bisa didirikan. Ini karena saat memasang tiang itu, istri seorang Belanda ikut hadir. Masyarakat sudah berupaya menegakkan tiang, namun tak juga bisa berdiri.

Keanehan itu akhirnya warga setempat bertanya pada OM Songkal. Akhirnya OM Songkal meminta secara halus agar istri seorang Belanda itu untuk meninggalkan lokasi tersebut. Setelah wanita Belanda itu tidak berada di tempat, akhirnya tiang utama untuk masjid itu bisa berdiri tegak.

OM Songkal juga diyakini punya kelebihan lainnya. Warga yang dulunya ditugasi mencari kayu pilihan sering kehilangan pohon. Padahal pohon yang akan ditebang itu sudah ditunggui warga. Ketika esoknya akan ditebang, pohon kayu yang sebelumnya sebagai tempat berteduh tiba-tiba hilang.

"Saat itulah, warga meminta tolong ke OM Songkal untuk menemukan kembali pohon kayu tersebut. Atas seizin Allah, setelah dia berdoa, pohon kayu yang sebelumnya hilang di pandangan warga, muncul kembali," kata Amirudin mengisahkan.

Kala dulu, lanjut Amirudin, ada dua batang pohon yang menghilang. Setelah dibantu OM Songkal, batang pohon ditemukan dan setelah dibelah dijadikan tiang, diberi tanda tulisan kaligrafi. Yang satu tiang kaligrafi bertuliskan 'Bismillah', dan satu tiang lagi bertuliskan kaligrafi 'Bismillahirrohmaanirrohiim'. Dan kedua tiang itu sampai saat ini masih menjadi salah satu penyanggah di masjid tersebut.

Dalam kisah lainnya, OM Songkal juga pernah duduk lagi santai, kakinya disepak seorang opas Belanda asal Sumbar. Akibatnya, opas Belanda itu tidak bisa berjalan. Akhirnya meminta maaf kepada OM Songkal.

Dia juga diyakini mengetahui berapa jumlah lidi jika ada pelepah kelapa yang terjatuh. Dia juga mengetahui kapan hari akan hujan. Kekuatan juga ada pada dirinya. Cerita yang beredar turun-temurun, saat dia diperintahkan kakaknya menumbuk padi di lesung, sekali hentakan, alu (alat penumbung padi) langsung tembus ke tanah.

Dai besar ini, wafat pada Sabtu 07 Desember 1929 atau 6 Ramadan 1347 H. ***

Editor:
Fanny R Sanusi

Kategori : Potret Riau
wwwwww