Inilah Hikayat Rengat, dari Kisah Raja Indragiri hingga Penyair Besar Chairil Anwar

Inilah Hikayat Rengat, dari Kisah Raja Indragiri hingga Penyair Besar Chairil Anwar

Inilah Kantor Pusat Perdagangan Sumatera di Rengat pada tahun 1925. (foto: www.riaudailyphoto.com)

Sabtu, 21 November 2015 00:40 WIB
RENGAT, POTRETNEWS.com - Pernah dengar kota bernama Rengat? Kalau nama penyair Chairil Anwar pasti semuanya tahu ya? Terus apa hubungannya Rengat dengan seorang Chairil Anwar? Siapkan sampan dan dayung, karena saya akan membawa Anda menyusuri sebuah kota yang terletak di tepi Sungai Indragiri, Provinsi Riau. Rengat, kota berpenduduk sekitar 300.000 ribu jiwa ini (tahun 2012) berkembang sekira abad ke-18 hingga abad ke-19. Berdasarkan sejarah, Rengat didirikan oleh Sultan Indragiri ke-18, yang bernama Sultan Ibrahim.

Sayangnya, silsilah mengenai Kerajaan Indragiri sekarang sudah tidak jelas lagi. Kalau dari riwayat para tetua, pendiri kerajaan Indragiri berasal dari daerah Malaka (sekarang masuk wilayah Malaysia). Masuk akal juga, karena sungai Indragiri memang bermuara di Selat Malaka.

Satu-satunya penanda silsilah kerajaan adalah nama depan dari warga Rengat. Bagi yang memiliki nama depan Raja, berarti dia keturunan Raja Indragiri. Baik pria atau wanita, bisa memiliki nama depan raja dari garis keturunan ayah (patriarki). Jika wanita bergelar raja menikah dengan lelaki biasa, otomatis gelar putus dan tidak berlanjut pada keturunannya.

Nah, kenapa kota ini dinamakan Rengat? Riwayat turun temurun mengatakan kalau Rengat berasal dari kata Rengit yang artinya nyamuk kecil (lema Rengit terdapat di dalam KBBI). Entah bagaimana pelafalannya berubah menjadi Rengat¸saya pun tak tahu kenapa.

Satu hal yang pasti, 15 tahun hidup di Rengat, kota ini memang selalu dipenuhi oleh nyamuk. Tak peduli pagi, siang, malam, nyamuk selalu berdenging di mana-mana. Jadi tidak heran kalau nyaris di tiap rumah warga, kamar mereka dihiasi dengan kelambu untuk mengurangi serbuan nyamuk.

Soal kenapa banyak nyamuk, bukan berarti warga Rengat malas bersih-bersih lingkungan ya. Karakteristik geografis Rengat memang potensial untuk kembang biak nyamuk. Rengat berada di dataran rendah dengan kelembaban yang cukup tinggi. Kebanyakan lahannya berupa tanah gambut dan rawa-rawa. Apalagi dulu (dekade 1990-an), Rengat sering mengalami banjir. Jadilah nyamuk berkembang cepat dari jentik hingga menjadi pengisap darah yang menyebalkan.

Rengat kota majemuk secara administratif, Rengat adalah Ibu Kota Kabupaten Indragiri Hulu. Tetapi saat ini pusat pemerintahan sudah bergeser ke Pematangreba, kota pengembangan dari Rengat. Banyak warga Rengat yang pindah ke Pematangreba, termasuk keluarga saya.

Tapi, jangan bayangkan jarak antara dua kota ini teramat jauh. Rengat dan Pematang Reba hanya berjarak 15 kilometer! Bagi Anda yang terbiasa hidup di kota besar (khususnya di Jawa), jarak sepanjang itu tidak berarti apa-apa. Tapi bagi warga di kota kecil seperti Rengat (dan kota kecil lainnya di Sumatera), jarak itu dirasa cukup jauh. Kenapa bisa demikian?

Sebenarnya ini hanya masalah persepsi. Kalau di kota besar, jarak puluhan kilometer tidak terasa jauh karena sepanjang perjalanan selalu berjumpa dengan keramaian. Nah kalau di Rengat, jarak antar kota yang hanya 10 kilometer bisa terasa panjang karena sepi sekali. Terakhir saya mudik ke Rengat (akhir tahun 2010), sama sekali tidak ada keramaian (apalagi pertokoan) di antara Rengat dan Pematangreba.

Sepanjang jalan hanya ada lahan gambut, lahan perkebunan kelapa sawit, dan tanah-tanah kosong. Jalannya pun tidak mulus, seperti habis diguncang gempa 7 skala Richter, bergelombang di mana-mana. Dulu, sekitar tahun 1990-an, babi hutan atau tupai menyeberang di jalan itu adalah hal biasa.

Jalan boleh tidak karuan, tapi soal kemajemukan, Rengat tidak kalah dengan Yogyakarta. Masyarakat Rengat sangat beragam, ada suku Melayu, Minang, Jawa, Batak, Bugis, Sunda, dan etnik Tionghoa. Di pusat Kota Rengat ada sebuah gereja dan wihara yang cukup besar. Kalau tahun baru China, biasanya ada tarian barongsai di lapangan hijau (sebutan untuk alun-alun Kota Rengat). Teman saya pun sejak kecil sangat beragam. Ada keturunan Jawa, Tionghoa, Batak, sampai Sunda. Toleransi keberagaman, menurut saya inilah salah satu kekuatan Kota Rengat.

Kuliner Kota Rengat tahu buah kedondong? Ya, Rengat dijuluki kota kedondong dengan dodol kedondong sebagai oleh-oleh utamanya. Saking khasnya, di pusat kota rengat ada tugu berhiaskan kedondong. Sayangnya, sekarang produksi kedondong dan dodolnya tidak seperti dulu. Selain dodol, ada juga oleh-oleh keripik pisang.

Kuliner di Rengat sebenarnya perpaduan dari rasa Melayu, Minang, Tionghoa, dan Jawa. Ada roti jala dengan kuah kari, kadang kari diganti dengan rendang. Gulai ikan asam pedas termasuk salah satu kuliner yang khas di Rengat. Ikannya menggunakan patin dari Sungai Indragiri. Rasanya…Hmm… Gurihnya daging ikan dipadukan dengan kuah yang asam segar sekaligus ada sensasi pedasnya.

Untuk penganannya, ada bolu berendam. Bolu ini memang persis seperti namanya. Jadi, bolu yang sudah jadi direndam dalam air gula. Menurut saya, rasanya terlalu manis. Kalau tidak terbiasa, akan terasa aneh di lidah. Bolu berendam ini merupakan penganan wajib di acara-acara resmi kebudayaan Melayu Rengat.

Di Rengat banyak sekali kedai kopi dan kedai es doger. Es doger ini isinya sangat variatif dan esnya dari hasil serutan. Untuk kedai kopi, sebagian besar masyarakat Rengat memang hobi nongkrong di kedai kopi tradisional ini. Kalau untuk lokasi kuliner modern, saya paling suka dengan mi goreng intisari. Mi goreng ini hampir tidak berminyak, tapi juga tidak kering. Tekstur mi-nya khas dan gurih. Apalagi ditambah dengan telur mata sapi yang teksturnya sempurna (benar-benar putih dan kuning). Saya sudah makan mi goreng di banyak kota, rasanya belum ada yang seperti mi goreng intisari. Saya sih mikirnya lebih ke nostalgia masa lalu.

Jadi mi intisari itu enak karena di dalamnya terkandung nostalgia yang indah. Hehe. Keunikan Kota Rengat Di Rengat, angkot disebut dengan oplet, sama dengan sebutan angkot di Sinetron Si Doel Anak Sekolahan.

Uniknya, posisi duduk penumpang dalam oplet Rengat ini bukanlah berhadap-hadapan seperti angkot pada umumnya. Posisi duduk penumpang ber-shaf, seperti posisi duduk pada mobil pribadi.

Jadi kalau kita naik ketika oplet masih kosong, sebaiknya pilihlah tempat duduk di sebelah sopir atau di bangku paling belakang. Kalau kita duduk di bangku tengah, dijamin perjalanan kita tak nyaman karena terganggu dengan penumpang yang naik dan turun. Kendaraan yang biasanya dijadikan oplet adalah Mitsubishi Colt tipe L300.

Satu lagi, sebutan untuk kenek atau kernet oplet di Rengat adalah stokar. Saya tak tahu dari mana asal kata stokar ini. Selain oplet, angkutan umum yang lazim di Rengat adalah becak sepeda.

Kontur wilayah Rengat datar dan tidak berbukit, jadi cocok untuk kendaraan becak sepeda. Uniknya, posisi abang becaknya bukan di belakang penumpang, seperti posisi pengayuh becak pada umumnya. Posisi pengayuh becak di Rengat persis di sebelah kanan penumpang. Jadi kalau mau ngobrol dengan abang becak, bisa dilakukan dengan nyaman (hehe). Oplet dan becak adalah transportasi umum yang sering saya gunakan di masa SMP.

Nah, Anda pasti setuju bahwa kelas hotel yang tertinggi itu adalah hotel bintang lima. Tapi, Rengat ternyata memiliki sebuah hotel berbintang tujuh! Sayangnya, bukan kelas hotelnya yang berbintang tujuh, tapi hanya namanya saja. Jadi, di Kota Rengat memang ada sebuah hotel bernama Hotel Bintang Tujuh.

Menurut saya sebenarnya tempat itu lebih cocok dinamakan penginapan atau losmen dibandingkan hotel, hehe. Tapi biarlah, supaya setiap orang yang datang ke Rengat bisa menyaksikan keunikannya. Untuk hotel sendiri, di Rengat ada Hotel Danau Raja yang berkelas bintang tiga. Cukup lumayan untuk ukuran kota kabupaten.

Dinamakan Hotel Danau Raja karena letaknya persis di depan Danau Raja. Danau Raja ini adalah salah satu tujuan wisata di Rengat. Danau ini cukup luas dan indah, karena banyak ditumbuhi bunga teratai. Apalagi sekarang sudah dibangun replika istana Kerajaan Indragiri di pinggir Danau Raja.

Berdasarkan cerita turun temurun, dulunya Danau Raja hanyalah kolam kecil tempat pemandian keluarga kerajaan. Entah karena kesalahan apa, kolam tersebut meluap dan menghancurkan istana kerajaan. Kolam terus meluap hingga menjadi sebuah danau. Ada mitos yang menyebutkan bahwa di dasar danau terdapat sebuah terowongan yang berhubungan dengan Sungai Indragiri. Mitos lain menyebutkan bahwa kedalaman Danau Raja tidak terukur dan di dalamnya hidup seekor buaya putih raksasa. Yang jelas, lokasi ini adalah salah satu tujuan favorit ABG Kota Rengat untuk pacaran, apalagi di malam hari.

Bagaimana? Apakah tangan Anda sudah lelah mendayung sampan? Oke, terakhir kita akan singgah di rumah dinas Bupati Indragiri Hulu. Rumah dinas itu terletak kurang lebih 50 meter dari pinggir Sungai Indragiri. Salah satu bupati yang lekat di benak masyarakat, hingga dijadikan nama jalan, adalah Bupati Tulus. Beliau ini adalah ayah dari Chairil Anwar, sang penyair besar. Terjawab sudah kan hubungan antara Rengat dan Chairil Anwar? Rengat barangkali tak masuk dalam tujuan utama wisata di Provinsi Riau. Di Rengat tak ada wisata belanja, apalagi wisata alam yang memanjakan mata.

Tapi sesekali waktu, jika Anda berkunjung ke Pekanbaru dan masih punya banyak waktu, berkunjunglah ke Rengat. Jarak tempuh perjalanan Pekanbaru-Rengat sekitar 4 jam. Di Rengat, Anda akan menyaksikan betapa pembangunan di Indonesia belum merata.

Pemadaman bergilir adalah makanan sehari-hari di sana. Justru aneh rasanya ketika satu hari saja listrik tidak padam. Pengalamn unik lainnya, saya pernah mau beli harian Kompas di salah satu penjual koran di Rengat, ternyata penjualnya bilang kalau Kompas hari ini datangnya baru besok atau lusa (bisa Anda bayangkan?).

Ya, itulah potret keragaman di Indonesia. Justru mungkin akan aneh kalau semua daerah sudah maju. Bisa jadi keragamannya malah hilang ya. Hehe. Semoga saja kota-kota kecil di Indonesia, termasuk Rengat, tak hanya dikunjungi orang penting negeri ini di saat akan pemilu saja. ***

(Akham Sophian)
Kategori : Potret Riau
Sumber:Kompasiana.com, @yudikurniawan27
wwwwww