Potensi Kredit Macet di Masa Pandemi Covid-19, Bagaimana Kebijakan Pemerintah Indonesia?

Rabu, 24 Juni 2020 09:25 WIB
potensi-kredit-macet-di-masa-pandemi-covid19-bagaimana-kebijakan-pemerintah-indonesiaGambar hanya ilustrasi/INTERNET

Oleh Citra Murni Rohani Purba*

SEJAK Februari 2020, Indonesia sudah mulai waspada terhadap adanya penyebaran Covid-19 yang pertama kali dimulai dari Kota Wuhan China sampai menyebar dan berdampak pada seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Covid-19 bukan hanya menyerang keselamatan jiwa manusia tetapi juga berdampak pada perlambatan perekonomian dunia yang diprediksi menurun sebesar 3 %. Salah satunya adalah dunia usaha UMKM.

Banyak badan usaha yang terlikuidasi atau merugi besar-besaran akibat melambatnya pergerakan ekonomi yang berdampak pada tidak adanya pendapatan yang diterima. Masyarakat lebih memilih stay at home daripada beraktivitas di luar rumah. Situasi tersebut memberi dampak berkurangnya daya beli masyarakat.

Kurangnya daya beli masyarakat menyebabkan penurunan Pendapatan nasional. Orang-orang yang biasanya makan di restoran lebih memilih memasak di rumah dengan bahan secukupnya. Hal tersebut memberikan inisiatif bagi beberapa pelaku badan usaha dengan memberlakukan sistem take away atau pemesanan hanya untuk dibawa pulang. Khususnya bagi sektor kuliner.

Tetapi masalahnya, bagaimana dengan usaha UMKM yang lainnya? Yang tidak memungkinkan dan tidak memiliki biaya untuk berlaku demikian. Berdasarkan data website Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, sebagian besar pelaku usaha, hingga 98 % yang mendapat penghasilan harian tidak bekerja di masa pandemi. Sedangkan sektor UMKM merupakan bentuk usaha yang mendominasi di Indonesia.

Data yang diperoleh dari Media Keuangan Kementerian Keuangan mencatat, bahwa komposisi UMKM 59,2 Juta unit dari total 60,01 juta unit UMKM yang ada di Indonesia.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif dalam pernyataannya di mediaindonesia.com mengatakan, secara umum sebanyak 56 persen pelaku UMKM mengalami permasalahan penjualan menurun, 22 persen permodalan, 15 persen terhambatnya distribusi dan 4 persen kelangkaan bahan baku.

Sehingga hal ini menunjukkan indikasi bahwa kondisi keuangan UMKM di masa pandemi ini sangat krisis. Banyak pelaku usaha UMKM tidak mendapat penghasilan sebagai cashflow karena tidak bekerja dan bahkan 47 persen UMKM berhenti total, sedangkan biaya cicilan kredit dan bunga kredit di perbankan mulai terkendala pelunasannya sehingga berpotensi sebagai kredit macet (non-performing loan).

Hal ini menjadi salah satu dampak yang harus segera diperbaiki. Bukan hanya sektor UMKM yang dirugikan, perbankan yang memberikan kredit juga akan menerima dampak atas kredit macet ini. Kredit macet menjadi salah satu hal yang ditakuti oleh perbankan karena mengakibatkan turunnya kemampuan atau performa keuangan perbankan dan mengurangi stabilitas keuangan perbankan dan pada akhirnya mempengaruhi modal bank yang semakin mengecil.

Hal ini akan berdampak pada turnover (perputaran) uang perbankan menurun, dengan menurunnya modal bank akan membuat bank kesulitan menyalurkan pinjaman ke debitur lain yang membutuhkan dana.

Sehingga berdampak pada debitur sulit mendapat pinjaman dari bank. Selanjutnya ketika anda adalah salah seorang konsumen dari kredit perbankan, anda pasti mengetahui bahwa kredibilitas debitur juga diperhitungkan dalam menerima pinjaman.

Artinya, ketika Anda melakukan kredit macet, maka Anda akan masuk dalam blacklist perbankan dan akan susah untuk anda memperoleh pinjaman lagi di kemudian hari. Bukankah baik debitur dan kreditur sama-sama dirugikan?

Oleh karena itu, pemerintah mulai merencanakan extraordinary steps (langkah luas biasa) untuk menstimulus kembali perekonomian. Stimulus yang dilakukan pertama sekali dengan mengeluarkan Perubahan Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 2020 (Perppu No 1 Tahun 2020) yang salah satunya mengatur tentang stabilisasi sistem keuangan.

Untuk menindaklanjuti peraturan ini, sebagai bentuk penyelamatan Kredit macet, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK) Nomor 11/PJOK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional.

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan relaksasi kredit bagi para pelaku usaha yang terdampak Covid-19. Bank diberi kewenangan untuk melakukan restrukturisasi kredit yang ditetapkan sebagai kriteria debitur yang dikatakan kena dampak Covid-19. Restrukturisasi kredit dilakukan dengan cara penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu pemenuhan kewajiban kredit, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, serta penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan lain.

Beberapa kebijakan yang tertuang di peraturan tersebut memberikan ruang bagi bank untuk memberikan pendanaan lain dengan pembukaan letter of credit terhadap nasabah sebagai bentuk jaminan kepada debitur yang bermasalah (kredit macet) dikarenakan dampak dari Covid-19.

Skema kebijakan ini menjadi tanggungjawab dan diserahkan sepenuhnya kepada bank. Hal pertama yang dilakukan adalah debitur UMKM (pelaku usaha) harus memohon restrukturisasi (relaksasi kredit) dengan mengisi data yang diminta oleh bank.

Selanjutnya, bank harus mampu mengidentifikasi apakah debitur UMKM terdampak langsung atau tidak terhadap pandemi covid-19, kemudian memperhitungkan historical data debitur dalam melakukan pinjaman pokok atau bunga.

Kemudian bank melakukan penilaian dengan baik atas kinerja keuangan debitur selama masa pandemi dan prospek usaha debitur di masa depan. Karena hal itu penting untuk menilai capacity debitur dalam membayar kredit.

Di sinilah penilaian bank sangat diuji, karena ketika kesalahan penilaian dikarenakan pihak internal perbankan, maka potensi kredit macet akan meningkat. Artinya, perbankan harus dapat memperkirakan peluang debitur mampu melunasi kredit. OJK sangat meminta perbankan hati-hati dalam menetapkan kebijakan relaksasi ini, jangan sampai muncul free rider dengan memanfaatkan situasi ini untuk mengurangi tunggakan kredit pelaku usaha di perbankan.

Sedangkan pelaku usaha tersebut tidak masuk kriteria terkena dampak Covid-19. Relaksasi kredit ini diharapkan mampu mengurangi beban debitur UMKM dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pokok dan bunga kredit dan setidaknya memberikan peluang bagi kemampuan bank menyediakan pinjaman kredit ke debitur lainnya meskipun tidak selancar sebelum pandemi ini.

Hal ini juga kan membantu debitur dari potensi blacklist karena bank memberikan pelonggaran kredit. Sehingga potensi kredit macet setidaknya bisa ditanggulangi sedikit demi sedikit di tengah kondisi pandemi Covid-19. ***

https://www.potretnews.com/assets/imgbank/24062020/potretnewscom_vujwf_1910.jpg

*Citra Murni Rohani Purba adalah Mahasiswi Politeknik Keuangan Negara STAN.

Kategori : Opini
wwwwww