Meningkatkan Kualitas Perda

Meningkatkan Kualitas Perda

Ilustrasi.

Senin, 11 April 2016 16:31 WIB
PERATURAN daerah (Perda) merupakan produk bersama kepala daerah dan DPRD. Pengusulannya bisa bersama, tetapi bisa atas inisiatif dewan dan hak itu diatur dalam UU. Pembahasan tetap dilakukan eksekutif dan legislatif, sebelum akhirnya disahkan menjadi produk hukum. DPRD memiliki beberapa fungsi yang dijamin UU. Fungsi tersebut adalah legislasi, yakni membuat perda, budgeting untuk membahas dan mengesahkan RAPBN, serta pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dan penggunaan anggaran. Khusus legislasi, sering dikeluhkan karena minim sekali dipergunakan. Sangat jarang DPRD menggunakan hak inisiatif dengan berbagai dalih.

Sebelum dibahas di dewan, ada naskah akademik untuk draft Perdanya. Artinya, ketentuan mengharuskan adanya kajian melibatkan perguruan tinggi. Tujuannya, agar perda tersebut tidak asalan, tetapi ada landasan ilmiahnya yang bisa dipertanggungjawabkan.

Naskah akademik dibuat mencegah munculnya perda pesanan atau yang mendadak muncul karena kepentingan. Kadang ada muatan politik, tetapi harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Walau tak terhindarkan seperti yang terjadi di level DPR RI, ada saja usulan perda karena kepentingan sesaat.

Perda yang sejak awal prosesnya yang cacat, itu yang berpotensi bermasalah. Pemaksaan karena pesanan, akan membuat terjadinya pengabaian syarat-syarat yang harusnya ada. Pihak yang berkepentingan sangat beragam, bisa kepala daerah, partai politik dan pengusaha.

Kemendagri menemukan sekitar 3.000 perda bermasalah di seluruh Indonesia. Jelas tak terbantahkan, indikasinya ada masalah dalam proses pembuatan perda. Ini bukan hanya kesalahan DPRD saja, tetapi kepala daerah dan jajarannya. Harusnya eksekutif yang sudah berpengalaman, berani menolak membahas ranperda yang berpotensi bermasalah.

Fungsi eksaminasi perda dari pemerintah pusat terhadap perda mesti ditingkatkan. Segera umumkan secara terbuka perda yang memang bermasalah. Tujuannya agar publik tahu, mana yang berlaku, dan mana yang tak berlaku. Apalagi, pusat memiliki kewenangan membatalkan dan menghapus perda yang dianggap cacat.

Kemampuan pemerintah daerah dan DPRD perlu ditingkatkan. Jangan sampai ada perda yang mengancam investasi atau yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Supervisi sebaiknya digencarkan atau menggunakan model pendampingan agar daerah makin kuat dan mampu membuat perda berkualitas.

Daripada mencari kambing hitam perda bermasalah, sebaiknya pemerintah pusat mengambil tindakan pembinaan agar produk hukum daerah berkualitas. Bagaimana pun pusat tak bisa lepas tangan atas kondisi ini. Daerah perlu diberdayakan agar kemampuannya meningkat. Ke depan, perda mesti berkualitas dan sifatnya jangka panjang. ***

Editor:
Akham Sophian

Sumber:
Hariansib.co

Kategori : Opini
wwwwww