Mengantisipasi Gelombang PHK

Mengantisipasi Gelombang PHK

Ilustrasi demo pekerja korban PHK.

Selasa, 29 September 2015 03:11 WIB
SEJUMLAH perusahaan di Indonesia menjadikan pelambatan ekonomi sebagai alasan untuk mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mencatat selama tujuh bulan pertama tahun ini sudah ada sekitar 30.000-an pekerja yang dirumahkan untuk sementara waktu. Sebagian besar pekerja itu berasal dari sektor garmen, perusahaan pertambangan, semen serta otomotif. Perlambatan ekonomi nasional membuat daya beli masyarakat menurun. Permintaan masyarakat untuk produk garmen sejak akhir tahun lalu mulai menurun karena sebagian besar masyarakat mengutamakan kebutuhan pokok. Melambungnya harga berbagai kebutuhan pokok memaksa sebagian besar masyarakat mengalokasikan dana yang lebih besar belanja bahan pangan. Belum lagi, biaya pendidikan saat ini juga sangat mahal.

Kenaikan standar upah buruh yang signifikan di berbagai daerah di Indonesia belakangan ini juga dijadikan beberapa perusahaan sebagai alasan. Banyak perusahaan alas kaki telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusan ribu karyawan di seluruh Indonesia menggunakan dalih tersebut. Tercatat ada 27 perusahaan alas kaki mengeluarkan 110 ribu orang karyawan. Itu terjadi di daerah Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya.

Industri semen tergoncang karena mengalami persaingan yang sangat ketat. PT Holcim menyebutkan pengurangan karyawan dikarenakan dampak ketatnya persaingan di industri semen. Kapasitas produksi semen Indonesia mencapai 75,294 juta ton per tahun, padahal konsumsi semen nasional saat ini hanya 67 juta ton. Pendatang baru industri semen seperti Siam Semen dari Thailand dan Grup An Hui Choi dari China semakin mempersempit pasar. Artinya, ke depan gelombang PHK di sektor industri semen ini bisa berlanjut.

Adapun, di sektor pertambangan, kondisinya lebih parah lagi. Sektor industri tambang yang mengalami bisnis minus 2,32 persen di kuartal I 2015, telah melakukan PHK terhadap ratusan ribu pekerja. Khusus di sektor batubara, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mencatat jumlah pekerja di sektor tambang ini sudah berkurang setengah atau sekitar 400.000-500.000 orang dari total pekerja sekitar 1 juta orang. PHK di industri batubara terjadi karena perusahaan mengurangi volume produksi demi meminimalisir kerugian akibat merosotnya harga batubara di dunia.

Sejumlah terobosan untuk menggairahkan ekonomi harus dilakukan agar target pemerintah mengurangi angka pengangguran sebesar 5,6 persen dari angkatan kerja di tahun ini tercapai. Salah satunya dengan merealisasikan proyek infrastruktur sesuai program Presiden Jokowi. Jika proyek infrastruktur sesuai rencana dan penggunaan tenaga domestik signifikan, maka peluang pengangguran akan menurun. Lowongan kerja terbuka dan sektor penunjang akan ikut bergairah.

Kementerian Tenaga Kerja saat ini sedang menyiapkan skema membantu para pengangguran ini berwirausaha. Orang yang terkena PHK didorong agar tetap memiliki penghasilan sambil menunggu keadaan ekonomi membaik. Skema ini mencakup adanya program perlindungan sosial bagi korban PHK. Hingga kini konsep wirausaha ini belum jelas, padahal orang yang mengalami PHK terus bertambah dari hari ke hari.

Ketika satu industri melakukan PHK terhadap satu pekerja, dampak ikutannya bisa menyeret 7-8 orang dari sektor penunjang, misalnya pekerja transportasi, perbengkelan, restoran dan perhotelan, dan seterusnya. Harus ada strategi khusus mengantisipasi gelombang PHK di semua sektor. Jangan sampai gelombang PHK tersebut menjadi badai yang akan memporakporandakan negeri ini. Pengangguran akan menjadi sumber kerawanan apabila tak diatasi dengan serius. 
(***)
Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww