Konsekuensi Menjadi Pejabat Publik

Konsekuensi Menjadi Pejabat Publik

Ketua DPR RI Setya Novanto dan Donald Trump. (foto: tempo.co)

Kamis, 10 September 2015 06:27 WIB
KUNJUNGAN di luar jadwal Ketua dan Wakil Ketua DPR RI ke konferensi pers (kampanye ?) calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik Donald Trump, menjadi perbincangan hangat di dalam negeri. Banyak pihak yang menyesalkannya. Sebab kunjungan anggota dewan ke negara Paman Sam tersebut bukan dalam kapasitas pribadi, melainkan resmi mewakili Indonesia dan menggunakan uang negara. Tak sedikit yang gagal paham, tak bisa membedakan mana kapasitas pribadi dan mana sebagai pejabat publik. Sudah jelas-jelas, Ketua dan Wakil Ketua DPR RI ke New York dalam rangka acara Inter Parliamentary Union (IPU). Artinya, mereka di sana sebagai pejabat dalam tugas negara. Jadi apapun yang dilakukan di sana, tak bisa dilepaskan dari posisinya sebagai pimpinan DPR.

Memang di Amerika, saat ini merupakan tahun politik, sebab November 2016 akan memilih Presiden. Jadi masing-masing partai sedang memilih kandidat akan dimajukan pada pemilihan presiden. Sulit mengatakan kehadiran Ketua dan Wakil Ketua DPR RI dalam acara Donald Trump tidak bermakna politik apalagi mereka diperkenalkan secara terbuka di sana.

Ada dua pernyataan Donald Trump yang perlu segera diklarifikasi. Pertama, katanya banyak pendukungnya di Indonesia. Apakah ini klaim sepihak, atau karena didorong pernyataan Setya Novanto dan Fadli Zon? Kemarahan kelompok yang memiliki sentimen anti-Amerika bisa segera tersulut kalau tidak segera diluruskan.

Kedua, pernyataan bahwa Ketua DPR RI hadir di sana untuk melakukan hal besar untuk Amerika. Sekali lagi, untuk Amerika, dan bukan untuk Indonesia. Donald Trump menganggap Setya Novanto akan bekerja untuk Amerika. Ini berbahaya, dan sangat merendahkan, sebab Setya Novanto adalah Ketua DPR RI, sama seperti the speaker of House Representative Amerika Serikat.

Diharapkan Setya Novanto dan Fadli Zon memberi penjelasan secara lengkap alasan bertemu Donald Trump. Benarkah karena pengusaha tersebut memiliki investasi di Indonesia atau ada agenda lain? Daripada membela diri sepotong-potong, Mahkamah Kehormatan Dewan bisa memanggil anggota delegasi. Lalu hasilnya diumumkan secara terbuka ke publik.

DPR RI perlu merumuskan tentang sejauhmana seorang Pimpinan DPR RI bisa mengatasnamakan institusi saat menghadiri sebuah acara, di dalam dan luar negeri. Ketua dewan mesti memahami konsekuensinya sebagai pejabat publik. Meski sebagai politisi adalah lumrah melakukan manuver politik. Namun, hal itu harus dipahami dalam konteks tugasnya sebagai anggota dewan. Apalagi saat mewakili institusi, tak boleh sembarangan mengumbar pernyataan dan perilaku. Ada konsekuensi yang harus dipikul sebagai pejabat publik. Saat menjadi anggota lembaga negara, maka perilaku mesti menyesuaikan.

Perlu dipikirkan agar setiap pimpinan lembaga negara, terutama yang bukan jabatan karier, diberi pendidikan khusus bagaimana bersikap dan bertindak sebagai pejabat publik. Apa yang boleh, tidak boleh, pantas dan tidak pantas, harus dipahami dengan baik. Insiden di Amerika Serikat tak boleh terulang lagi di masa depan. Wibawa pimpinan negara dalam pergaulan internasional mesti dijaga dengan baik. (**)

Kategori : Opini
Sumber:Hariansib.co
wwwwww