Wilmar Group Didenda Setengah Miliar Rupiah karena Merusak Situs Adat

Wilmar Group Didenda Setengah Miliar Rupiah karena Merusak Situs Adat

Suasana sidang adat terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Mustika Sembuluh (Wilmar Group) di Palangka Raya, Kalteng, Senin (14/5/2018). (foto: liputan6.com)

Selasa, 15 Mei 2018 07:17 WIB
PALANGKARAYA, POTRETNEWS.com - Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar sidang adat terhadap perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Mustika Sembuluh, yang beroperasi di Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (14/5/2018). Sidang adat di Betang Eka Tingang Ngarendang, Kota Palangka Raya, itu digelar setelah perusahaan milik Wilmar Group tersebut diduga merusak situs adat dan rumah warga di Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng.

Dilansir potretnews.com dari liputan6.com, berdasarkan pantauan, saat memasuki ruang rumah Betang yang disulap seperti ruang pengadilan, bau dupa mulai menusuk hidung. Di depan meja Majelis Mantir Basara Hai atau meja majelis hakim, tampak tiga buah tombak terhunus terikat kain merah ditancapkan berdiri di sela-sela empat guci (belanai) yang usianya ratusan tahun dan beberapa gong (gerantung).

Suasana mistis pun menyelimuti ruang sidang itu. Tak jauh dari hadapan meja majelis hakim, dua tempat duduk yang nantinya digunakan sebagai kursi orang yang disidang adat Dayak. Di samping tempat duduk itu terlihat satu baskom berisi kelapa dan beberapa dupa yang terus menyala.

Sekira pukul 10.00 WIB, sidang akhirnya dimulai. Layaknya sebuah persidangan, dua petinggi PT Mustika Sembuluh dihadirkan, yakni Darwin Indigo (Deputy Country Head) dan J Antono (Senior Manager) duduk di kursi pesakitan.

Sementara, Majelis Mantir Basara Hai (Majelis Hakim Sidang Perdamaian Adat) sebanyak lima orang yang diketuai Marcos Tuwan, salah satu ketua adat (damang) di Palangka Raya.

Para majelis hakim ini menggunakan pakaian adat, yakni berupa baju warna hitam lengkap dengan ikat kepala khas Dayak (lawung). Di samping kiri, sejajar dengan meja majelis hakim ada satu tempat duduk yang digunakan oleh Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng Agustiar Sabran.

Dengan menggunakan pakaian warna hijau menyala dan didampingi dua pengawalnya yang membawa mandau (parang Dayak)) dan tombak, ia tampak menyaksikan jalannya sidang. Sedangkan untuk Pendawa (penuntut umum) sebanyak 4 orang yang juga mengenakan baju yang sama.

Dalam sidang yang bertajuk Sidang Perdamaian Adat Dayak, majelis hakim memutuskan perusahaan tersebut diharuskan membayar singer atau denda adat, yaitu membayar sebesar 120 katiramu.

Kemudian membangun biaya pemugaran situs adat (sandung) sebesar 800 katiramu dan tanggung jawab moral 1.479 katiramu, yang bila ditotal dalam rupiah jumlahnya mencapai Rp. 577.777.777.

Untuk diketahui, 1 katiramu itu seharga 1 gram emas yang nilai per gramnya tergantung masing-masing daerah aliran sungai (DAS) di Kalteng yang jumlah mencapai 11 DAS. Sidang adat Dayak yang dijaga puluhan personel kepolisian, TNI, dan sejumlah organisasi massa itu berakhir sekitar pukul 13.00 WIB. ***

Editor:
Akham Sophian

Kategori : Nusantara
wwwwww