Ternyata... Kehidupan Keluarga Tersangka Pemerkosa Yuyun Sangat Menyedihkan

Ternyata... Kehidupan Keluarga Tersangka Pemerkosa Yuyun Sangat Menyedihkan

Aji Sani di rumahnya di Desa Kasie Kasubun, Rejang Lebong, Bengkulu. (foto: Ilham Wancoko/Jawa Pos)

Minggu, 08 Mei 2016 10:30 WIB

BENGKULU, POTRETNEWS.com - Belum banyak yang mengungkap tentang kehidupan para pelaku pemerkosa Yuyun. Wartawan Jawa Pos, Ilham Wancoko berupaya menelusurinya ke Desa Kasie Kasubun, Rejang Lebong, Bengkulu. Ternyata, keluarga terduga pelaku pemerkosa Yuyun dibekap kemiskinan.

Salah satunya, Aji Sani (50). Ayah dari salah satu pelaku berinisial S yang hanya buruh tani kebun kopi.

Dari raut wajahnya, terlihat sekali Aji Sani seperti menahan sakit. Batuknya memang berkali-kali terdengar. Napasnya tersengal. Tapi, pria 50 tahun itu mengaku tak tahu apa sebenarnya penyakit yang dia idap.

”Saya selama ini belum pernah periksa ke dokter,” terangnya.

Aji adalah ayah S (14), salah seorang dari 14 terduga pelaku pemerkosaan dan pembunuhan kepada Yuyun pada 2 April lalu di Desa Kasie Kasubun, Rejang Lebong, Bengkulu .
Keluarga itu tinggal di sebuah rumah semipermanen berukuran cukup kecil, di desa yang sama dengan Yuyun.

Cat putih yang menyaputnya tampak kusam. Di beberapa bagian bahkan mengelupas.

Lantai semennya juga banyak yang berlubang. Di bagian depan, beberapa jendela kaca yang didiamkan lepas. Dari luar, orang bisa membuka selambu dan melihat isi rumah.


Jawa Pos mendatangi kediaman keluarga remaja 16 tahun itu dan beberapa terduga lain sebagai bagian dari upaya untuk memahami mengapa kekejian luar biasa yang dialami gadis 14 tahun itu bisa terjadi.

Sebelumnya, Kadivhumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menyebutkan, masalah utama yang memicu tragedi Yuyun adalah kondisi masyarakat setempat. ”Akibat kurangnya pendidikan dan kesejahteraan, jumlah kejahatan juga meningkat,” ucap Boy.

Kemiskinan itu memang demikian tampak di Kasie Kasubun. Termasuk di keluarga Aji, pria yang saking kurusnya, tulang lengannya sampai terlihat menonjol. Badannya tidak lagi tegap, dia sedikit bungkuk.

Karena kondisinya yang sakit-sakitan, S, tutur Aji, sudah setahun belakangan menggantikan tugasnya merawat sepetak kebun kopi yang jadi gantungan nafkah keluarga.

Untuk menambah penghasilan, S yang juga kakak kelas Yuyun di SMP 5 Padang Ulak Tanding itu kerap kali mengumpulkan durian. Lalu, durian itu dijualnya ke tengkulak langganan di desa tersebut. “Dari kebun dan menjual durian itulah, uang bisa terkumpul untuk makan,” ujarnya.

Dari hasil menjual durian, anaknya itu bahkan bisa menabung. Aji menuturkan, beberapa bulan yang lalu S yang duduk di kelas 3 SMP itu menunjukkan uang tabungannya.

Tak disangka, saat itu anaknya menyebut memberikan uang itu agar ayahnya bisa berobat. ”Saya menangis, tapi saya tidak tega mengambil uang anak saya. Saya bilang kalau biarlah sakit ini sembuh sendiri,” tuturnya.

Akhirnya, uang hasil tabungannya itu digunakan untuk membeli sepeda motor. Sepeda motor ini tidak untuk gaya-gayaan. Tapi, untuk dipakai saat bersekolah ke SMA nanti.

S satu-satunya di keluarga itu yang tidak putus sekolah. Dua saudara perempuannya, Sulaita dan Tuti Marlena, hanya sampai SD.

S memang bercita-cita menjadi seorang tentara. “Dia (S) bahkan sudah mendaftar ke sebuah SMA,” kata Aji dengan mata yang mulai memerah.

Tiba-tiba batuk Aji makin parah. Dia langsung menuju ke dalam rumah. Beberapa menit kemudian baru kembali ke ruang tamu. Sedangkan sang istri yang biasa dipanggil Bu Er hanya diam di sampingnya. (ttg/jpnn)


editor: wawan s
sumber: jpnn.com

Kategori : Nasional
wwwwww