Reformasi Pelayanan Publik Perlu Dukungan Warga

Reformasi Pelayanan Publik Perlu Dukungan Warga

Ilustrasi.

Senin, 02 Mei 2016 23:39 WIB
REFORMASI birokrasi dan deregulasi tidak hanya fokus di layanan investasi dan aktivitas bisnis. Kini Presiden Joko Widodo meminta hal serupa di bidang pelayanan publik. Reformasi dilanjutkan ke pelayanan imigrasi, baik di airport dan urusan paspor, lalu pengurusan KTP yang dinilai masih banyak masalahnya. Pengurusan sertifikat tanah bayarnya mahal dan selesainya juga lama. SIM, STNK, BPKB sebenarnya sudah cepat siap urusannya tapi masih banyak perlu diperbaiki, terutama masih banyaknya loket yang harus didatangi warga. Persoalan serupa ada dalam pengurusan akta kelahiran dan pernikahan yang juga masih bermasalah, baik persyaratan, tahapan dan kecepatan.

Selain terhadap birokrasi yang berbelit dan lama, rakyat juga diperhadapkan dengan budaya pungutan liar (pungli). Oknum nakal masih bermain untuk meminta sejumlah uang kepada yang berurusan dengan janji akan potong kompas, baik dari sisi syarat maupun waktu. Kadang calo masih dipelihara untuk memasang tarif bagi warga yang ingin jalur 'tol' untuk urusan yang cepat dan mudah.

Jokowi berjanji akan membentuk tim khusus untuk memantau situasi pelayanan publik. Pelayanan itu mencakup KTP elektronik, SIM, STNK, BPKB, akta lahir, akta nikah, izin usaha, hingga paspor. Tim itu akan langsung melaporkan situasi pelayanan publik yang di luar harapan kepada presiden. Bagaimana sistem kerja tim ini masih belum jelas, namun diharapkan akan menghasilkan masukan berharga demi perbaikan pelayanan publik ke depan.

Sebenarnya kementerian dan lembaga sudah dimudahkan dengan kemajuan informasi teknologi. Berbagai aplikasi sudah tersedia jika ingin memberikan pelayanan yang murah, cepat, dan tepat. Pelayanan publik yang terintegrasi pasti memberikan kemudahan serta bisa diakses secara online. Jika berbasis elektronik, maka akses yang akan digunakan lebih menjadi mudah dan sederhana.

Persaingan global mengharuskan reformasi pelayanan publik betul-betul tidak bisa ditunda lagi. Semua menginginkan kemudahan jika berurusan dengan pemerintah. Negara yang masih saja mempersulit dan ribet akan menjadi promosi buruk bagi investor. Bagaimana melayani dengan baik orang asing, jika untuk warga negaranya sendiri masih buruk, lama dan penuh aroma sogok.

Untuk merubah budaya pelayanan publik ini tidak mudah. Meski infrastruktur sudah mengadopsi teknologi informasi, jika petugas yang menjadi operatornya tidak berubah cara berpikir (mindset) dan perilakunya, maka hasilnya sama saja. Revolusi mental mesti dimulai dari para birokrat, bahkan sejak hulu, saat perekrutan. Pembinaan mental secara terus menerus dibarengi sistem reward and punishment (penghargaan dan hukuman) akan menghasilkan birokrat berkarakter baik serta terampil dalam bekerja.

Warga juga harus ikut berubah, bukan hanya birokrat. Budaya sogok makin subur bukan hanya ulah oknum, tetapi karena andil orang yang mengurus juga. Ini seperti hukum permintaan dan penawaran. Jika warga komit tidak mau menggunakan calo dan sogok, maka praktik ini akan hilang dengan sendirinya. Meski ada resiko, urusan bisa lama, tetapi akan berkontribusi positif demi perbaikan pelayanan publik.

Namun pengawasan tak boleh lengah. Kita mengapreasiasi rencana tim khusus untuk memantau pelayanan publik. Diharapkan tim ini hanya temporer dan dalam jangka panjang harus memberdayakan satuan pengawasan yang ada. Dikhawatirkan akan tumpang tindih dan justru menimbulkan masalah baru. Bukannya menyederhanakan persoalan, malah bisa kontraproduktif memperumitnya. ***

Editor:
Akham Sophian

Sumber:
Hariansib.co

Kategori : Opini
wwwwww